YLBHI Pertanyakan Aparat Lakukan Kekerasan pada Jurnalis Saat Demo UU Cipta Kerja

Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mempertanyakan, pemahaman aparat.

oleh Yopi Makdori diperbarui 14 Okt 2020, 20:23 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 20:23 WIB
Bentrok Pecah di Patung Kuda
Pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020). Unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja tersebut ricuh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mempertanyakan, pemahaman aparat dengan tugasnya saat diterjunkan untuk mengamankan demonstrasi, terlebih saat demo RUU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Menurut dia, apakah para aparat itu mendapatkan pendidikan untuk menghargai tugas seorang jurnalis.

"Jadi pertanyaan besar kalau kemudian tindakan seperti ini, kejadian seperti ini misalnya cukup banyak, cukup masif. Apakah tidak ada kontrol, tidak ada pendidikan, tidak ada pelatihan kepada mereka untuk menghargai tugas-tugas jurnalistik?," tegas Isnur dalam sebuah sesi diskusi yang disiarkan melalui kanal Youtube AJI Indonesia, Rabu (14/10/2020).

Dia menuturkan, dalam tugas-tugas pengamanan para aparat dibekali seperangkat aturan maupun SOP yang tentunya mengikat mereka dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.

Sehingga, kekerasan dalam demonstransi kepada jurnalistik, terlebih saat RUU Cipta Kerja, bisa dihindari.

"Kalau tidak ada, berarti ini lubang besar, sebuah titik yang harus segera diperbaiki," katanya.

Isnur menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya para aparat dibekali SOP yang di dalamnya memuat enam tahapan situasi sebelum menuju rusuh. Pada praktiknya, ia melihat para petugas di lapangan kerap kali meloncati tahapan-tahapan tersebut.

Dia mencontohkan, saat aksi penolakan RUU Cipta Kerja pada 8 Oktober lalu. Di mana aksi masih cenderung damai dan hari belum gelap tapi aparat melontarkan gas air mata serta meriam air.

"Dan turun aparat yang levelnya harusnya level 1 atau 2, langsung levelnya level 6. Ini pertanyaan besar mengapa SOP sendiri tidak dilakukan begitu?," tanya Isnur.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Masifnya Kekerasan

Isnur pun mempertanyakan soal masifnya tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh aparat.

Pasalnya pihaknya melihat kejadian kekerasan aparat kepada sipil saat unjuk rasa lalu tak hanya terjadi di Jakarta. Melainkan hampir di tiap daerah yang menggelar demonstrasi penolakan RUU Cipta Kerja.

"Ini kok kejadiannya meluas? Ini kok kejadiannya masif, apakah ini kemudian terstruktur, pertanyaannya?" tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya