Â
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tindakan sekolah di Bengkulu yang mengeluarkan peserta didiknya karena dianggap menghina Palestina. Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati setiap anak-anak usia sekolah memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Baca Juga
Pihaknya juga mendorong agar pelajar tersebut tetap mendapatkan pendidikan.
Advertisement
"Prinsip dasarnya adalah sekolah itu tempat mendidik, jadi siswa tentu punya hak untuk mendapatkan hak pendidikan. Kita akan mendorong wajib belajar 12 tahun, nah itu tentu tidak muda apalagi ini di ujung semester," kata Rita kepada Liputan6.com, Kamis (20/5/2021).
Siswi SMA yang masih duduk di kelas 2 itu diketahui berinisial MS. Menurut Rita, MS mesti mendapatkan dukungan agar tetap bisa bersekolah.
"Kalau sekolah merasa ada situasi yang mungkin pengasuhannya bermasalah maka sekolah bisa mengintervensi kepada keluarga dengan merujuk kasus ini kepada yang lain," katanya.
Rita menegaskan pihaknya menolak jika ulah yang menurut MS hanya keisengannya itu berdampak fatal ke masa depannya.
"Prinsipnya bagi KPAI di mana pun dia berada harus mendapatkan intervensi yang lebih baik agar masa depannya lebih baik," katanya.
Dia mengaku tak bisa mengadvokasi MS lantaran usianya lebih dari 18 tahun. Menurut Rita kewenangan pihaknya hanya anak-anak.
"Kebetulan anak ini udah 18 plus jadi kita gak bisa advokasi secara kelembagaan," pungkasnya.
Seorang siswi di kelas II SMA di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu berinisial MS (19) dikeluarkan dari sekolah karena mengunggah umpatan yang dianggap melecehkan Palestina.
Dia harus berurusan dengan hukum usai unggahannya yang bernada penghinaan terhadap Palestina viral di media sosial. Melalui video 8 detik itu, MS mengumpat negara Palestina menggunakan nama binatang di akun TikTok miliknya.
Unggahan tersebut mengundang kecaman dari banyak orang Indonesia di tengah eskalasi konflik Israel dan Palestina. Dari pengakuan MS, dirinya hanya iseng mengunggah video tersebut di TikTok.
Sampaikan Permohonan Maaf
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan menyebut, hasil rapat internal Dinas Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Kabupaten Benteng dengan pihak sekolah memutuskan, pelajar tersebut dikembalikan ke orang tuanya alias dikeluarkan dari sekolah.
"Keputusan ini diambil setelah pihak sekolah mengevaluasi tata tertib sekolah dan pelanggaran MS dan hasilnya yang bersangkutan sudah melampaui ketentuan," kata Adang, Rabu (20/5/2021).
Dia mengatakan keputusan itu merupakan jalan keluar yang sudah disepakati bersama antara pihak sekolah, orang tua MS dan sejumlah pihak terkait yang dimediasi kepolisian dan sejumlah tokoh masyarakat.
MS sendiri sudah membuat permintaan maaf yang disampaikan secara terbuka dan disebarluaskan lewat media sosial miliknya.
"Saya minta maaf atas perbuatan saya, baik kepada warga Palestina maupun seluruh warga Indonesia. Saya hanya iseng dan bercandaan saja bukan maksud berbuat apa-apa dan saya juga tidak menyangka bisa seramai ini," ujar MS.
Dari keputusan rapat yang dihadiri oleh Kapolres Benteng, Waka Polres Benteng, Kasat Intel Polres Benteng, Kasat Reskrim Polres Benteng, Kepala Cabdin Pendidikan Wilayah VIII Benteng, kepala sekolah, ketua komite, FKUB, Badan Kesbangpol Benteng, Kemenag Benteng, Komisi I DPRD Benteng tersebut disepakati kasus MS dinyatakan selesai.
Advertisement