Liputan6.com, Jakarta Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum pernah mendengar gerakan dari Istana untuk memasukan wacana masa jabatan presiden tiga periode.
Menurut dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kini tengah sibuk mengurusi pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Ada katanya kabar tadi barusan ditanyakan mengenai gerakan-gerakan Istana, saya belum pernah dengar. Karena gerakan Istana yang ada saat ini adalah mereka sedang gencar ingin menekan laju Covid," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Advertisement
Pria yang duduk sebagai Wakil Ketua DPR ini membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi terus melakukan rapat untuk menekan laju Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Tidak ada kemudian presiden gencar-gencar ngomong soal bagaimana 3 periode," jelas Dasco.
Setali tiga uang, Politikus NasDem Saan Mustopa juga membantah ada skenario melakukan Amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.
"Sampai hari ini belum ada. Jadi tidak ada pembahasan terkait dengan soal penambahan apakah itu masa jabatan presiden, apakah itu terkait dengan masa jabatan di legislatif," kata dia.
Saan menegaskan, sampai hari ini pihaknya tidak ingin mengubah periodesasi baik eksekutif maupun legislatif.
"Semuanya sampai hari ini kita tetap ingin bahwa semua proses periodisasi di pemerintahan maupun di legislatif itu normal saja seperti hari ini," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jangan Diperpanjang
Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menyebut, Golkar sepakat tidak perlu masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode.
Golkar mendukung sikap Presiden Joko Widodo yang sudah tegas menolak wacana itu. Idris mengatakan masa jabatan presiden maksimal dua periode harus dipertahankan. Sebab sudah sesuai dengan semangat reformasi.
"Karena itu, kita patut mengapresiasi sikap tegas Presiden Jokowi menolak tiga periode," kata Idris.
Dia menyayangkan isu wacana Jokowi tiga periode terus muncul. Apalagi reputasi Jokowi terbukti mampu bekerja dengan baik, meski dihantam pandemi Covid-19.
Selain itu Idris juga mengutip hasil survei SMRC bahwa mayoritas rakyat ingin Presiden bekerja sesuai dengan janji kepada rakyat bukan sesuai GBHN. Menurutnya, masih perlu kajian lebih lanjut perlu atau tidaknya GBHN.
Meski MPR periode sebelumnya telah merekomendasikan perlu sistem pembangunan model GBHN yang dirumuskan menjadi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Namun, bila rekomendasi itu diteruskan, menurut Idris tidak perlu sampai mengamandemen UUD 1945. Cukup melalui undang-undang saja.
"Karena juga mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia dan dengan demikian maka presiden terpilih dapat mengimplementasikan janji-janjinya dengan dibuat aturan hukum turunannya seperti, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden," kata dia.
Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com
Advertisement