Liputan6.com, Jakarta Tim penasihat hukum mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyebut eks pejabat pembuat komitmen Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) tak pantas menerima label justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum.
Matheus Joko dan Juliari sama-sama terdakwa perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kementerian Sosial (Kemensos).
"Menurut hemat saya, MJS tidak pantas untuk mendapat status sebagai JC. Karena dia adalah kewenangan pelaku utama terjadinya perkara bansos. MJS tidak bisa disebut sebagai saksi mahkota," ujar Maqdir dalam keterangannya, Selasa (22/6/2021).
Advertisement
Menurut Maqdir, Matheus Joko ingin menjadi JC lantaran ingin melempar tanggung jawab kepada Juliari terkait perkara ini. Mathues diketahui kerap berdalih hanya menjalankan perintah dari Juliari sehingga meyakini bisa menjadi JC.
Menurut Maqdir, baik jaksa penuntut umum pada KPK maupun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menolak permohonan JC Matheus
"MJS seharusnya dihukum dengan hukuman tinggi dan permohonannya (JC) dikesampingkan. Dengan cara seperti ini orang tidak akan dengan mudah dan gampang seolah-olah mencari perlindungan, seolah-olah adalah korban. Kalau tidak ada OTT, dia (Mathues) sudah memegang uang cukup banyak hampir Rp 14 miliar. Sedangkan yang lain tidak ada yang pegang uang," kata Maqdir.
Maqdir menyampaikan demikian lantaran dalam persidangan, para vendor bansos kerap menyebut dimintai uang oleh Matheus Joko.
Maqdir mengatakan, umumnya saksi mahkota digunakan untuk membongkar perkara atau kejahatan terorganisir yang tidak mudah pembuktiannya. Sedangkan perkara dugaan suap bansos Covid-19 adalah perkara yang mudah dan buktinya cukup jelas.
"Matheus Joko tertangkap tangan dengan bukti uang yang nyata serta hasil penyadapan," jelasnya.
Menurutnya, Matheus Joko merupakan aktor sebenarnya dari perkara ini. Apalagi, Matheus merupakan pihak yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Maqdir juga menyebut bahwa dari berita acara pemeriksaan (BAP) dan keterangan saksi, Mathues Joko dan Daning Saraswati juga terlibat hubungan asmara dengan cara hidup dan kesusilaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Matheus dan Daning Miliki Kedekatan Personal
Keterangan Maqdir tersebut diperkuat oleh kesaksian terpidana Harry Van Sidabukke (HVS), pada saat persidangan Matheus yang mengungkap fakta bahwa Mathues dan Daning Saraswati memiliki kedekatan personal.
"Matheus pernah memperkenalkan Daning sebagai istri muda kepada Harry Sidabukke," tutur Maqdir.
Dalam persidangan Matheus dan Harry Sidabukke sendiri juga pernah disebutkan bahwa Matheus memberikan modal sebesar Rp 3 miliar untuk pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), salah satu vendor dalam proyek bansos yang dimiliki oleh Daning.
Selain memperoleh modal usaha untuk mendirikan PT RPI, Daning juga diberikan sebuah rumah di daerah Cakung, Jakarta Timur, mobil Toyota Vios dan Toyota Cross, dan safe deposit box (SDB) BRI senilai Rp 1,8 miliar.
Di persidangan juga terungkap fakta bahwa Harry Sidabukke tidak pernah memberikan komitmen fee kepada Juliari. Harry Sidabukke mengakui, permintaan fee hanya datang dari Matheus. Oleh karena itu, Maqdir menegaskan Matheus jelas-jelas terus berupaya menyembunyikan kejahatannya dengan melempar tanggung jawab kepada Juliari.
"Saksi seperti MJS ini adalah saksi yang tidak bertanggung jawab. Dia adalah orang mau cari kekayaan dan hidup bersenang-senang, kemudian melemparkan tanggung jawab ke atasan. Makanya saya katakan ini adalah saksi durhaka," kata Maqdir.
Advertisement
Alasan Matheus Ajukan Diri sebagai JC
Diberitakan, Matheus Joko Santoso mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum. Matheus merupakan terdakwa kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di Kemensos.
"Izin yang mulia ingin mengajukan permohonan JC yang mulia. dari terdakwa matheus joko," ujar tim penasihat hukum Matheus Joko, Tangguh Setiawan Sirat di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Juni 2021.
Terkait permintaan pengajuan JC oleh Mathues Joko ini, tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) akan menanggapinya dalam sidang dengan agenda tuntutan.
Tangguh Setiawan menyebut, alasan kliennya mengajukan JC lantaran merasa dimanfaatkan oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Juliari juga merupakan salah satu terdakwa dalam perkara ini.
"Artinya dari sini saja kita bisa lihat bahwa Pak Matheus Joko ini hanya dimanfaatkan oleh Pak Menteri (Juliari) untuk mengurusi kegiatan-kegiatan yang sifatnya meminta uang kepada vendor," kata Tangguh.
Tangguh berharap tim penuntut umum pada KPK dan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor bisa menerima pengajuan JC kliennya. Tangguh menyatakan Matheus Joko siap komitmen dengan status JC, yakni membongkar pihak yang diduga terlibat dalam perkara ini.
"Sebenarnya alasan simplenya karena kita ingin dapat keadilan. Biar bagaimanapun dari awal persidangan saya sampaikan Pak Matheus Joko ini hanya menjalankan, pemberi perintah, perintah dari Pak Menteri," kata dia.
Tangguh menyebut, kliennya sudah mengajukan diri sebagai JC sejak 1 April 2021. Pengajuan JC disampaikan kepada KPK.
"Sebenarnya 1 April sudah kami ajukan ke KPK, hanya di Pengadilan kami melihat dulu, kami ingin yakinkan hakim dan jaksa bahwa memang kami konsisten membuka satu persatu fakta di persidangan ini," kata dia.
Dalam perkara ini, dua mantan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono didakwa turut bersama-sama dengan mantan Mensos Juliari Peter Batubara menerima suap sebesar Rp 32 miliar. Keduanya diduga menjadi perantara suap terkait pengadaan bansos Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Diantaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama.