Balada Dokter Lois: Ditangkap, Ditahan, Dipindah dan Dilepas

Menurut Slamet, dokter Lois Owien telah mengakui kesalahan atas opininya terkait Covid-19 saat menjalani pemeriksaan.

oleh RinaldoMaria FloraNanda Perdana Putra diperbarui 14 Jul 2021, 14:09 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2021, 00:01 WIB
Dokter Lois Owien, dr Lois Owien, COVID-19, Virus Corona, Corona
Di akun Twitter pribadinya, dr Lois Owien menulis bahwa COVID-19 bukan Virus Corona.

Liputan6.com, Jakarta Polisi mengambil kebijakan untuk tidak menahan dokter Lois Owien alias memulangkannya usai pemeriksaan yang dilakukan di Mabes Polri, Jakarta Selatan. Hal tersebut diungkapkan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi.

"Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, hal ini juga sesuai dengan konsep Polri menuju Presisi yang berkeadilan," tutur Slamet dalam keterangannya, Selasa (13/7/2021).

Lois Owien sebelumnya sempat diamankan di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. Kemudian dia dipindahkan ke Mabes Polri untuk pemeriksaan lanjutan dan bermalam di sana.

Menurut Slamet, dokter Lois Owien telah mengakui kesalahan atas opininya terkait Covid-19 saat menjalani pemeriksaan. Dia juga memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya selaku dokter.

"Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang dia bangun, seperti kematian karena Covid disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien. Kemudian, opini terduga terkait tidak percaya Covid, sama sekali tidak memiliki landasan hukum," kata Slamet.

"Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," jelas dia.

Ketua Satgas PRESISI Polri itu mengatakan, Lois mengakui bahwa opini yang dipublikasikan ke media sosial pribadinya membutuhkan penjelasan medis lebih lanjut. Hanya saja, yang terjadi malah bias lantaran debat kusir tanpa ujung.

Lebih lanjut, Lois Owien turut mengakui bahwa perbuatannya tidak dapat dibenarkan secara kode etik profesi kedokteran.

"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kami dapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti mengingat seluruh barang bukti sudah kami miliki," kata Slamet.

Adapun konten yang dibuat Lois, Slamet melanjutkan, merupakan tindakan komunikasi yang dimaksudkan untuk memengaruhi opini publik. Meski begitu, pihaknya mengedepankan keadilan restoratif atau restorative justice agar kasus serupa tidak terulang di masyarakat.

"Kami melihat bahwa pemenjaraan bukan upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir dalam penegakan hukum, atau diistilahkan ultimum remidium. Sehingga, Polri dalam hal ini mengendepankan upaya preventif agar perbuatan seperti ini tidak diikuti oleh pihak lain," ujar Slamet.

Slamet pun berharap, para dokter dapat lebih bijaksana dalam menggunakan media sosial. Sementara dalam kasus Lois, dokter tersebut dapat diproses lebih lanjut secara otoritas profesi kedokteran.

"Indonesia sedang berupaya menekan angka penyebaran pandemi, sekali lagi pemenjaraan dokter yang beropini diharapkan agar jangan menambah persoalan bangsa. Sehingga, Polri dan tenaga kesehatan kita minta fokus tangani Covid dalam masa PPKM Darurat ini," Slamet menandaskan.

Sementara itu, meski dr Lois tak ditahan, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto memastikan jika kasus tersebut tetap akan berjalan.

"(Kasusnya) Tetap diproses," kata Agus saat dihubungi, Selasa (13/7).

Lalu, terkait dengan status terhadap dr Lois Owien sendiri, disebutnya masih menyandang sebagai tersangka atas kasus penyebaran informasi bohong atau hoaks.

"(Status tersangka) Sesuai pasal yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan," tegasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Cuitan Kontroversial dr Lois

Banner hoaks
Banner hoaks

Dr Lois Owien ditangkap polisi pada Senin, 12 Juli 2021. Sebelumnya, viral di media sosial terkait pernyataan kontroversial yang menganggap bahwa COVID-19 tidak nyata.

Tak hanya itu, dr Lois juga menyebut bahwa banyaknya kematian pasien COVID-19 bukan semata disebabkan oleh virus melainkan karena interaksi obat.

Berikut beberapa kicauan dr Lois yang kontroversial:

"Saya benar! Kematian di RS akibat interaksi antar obat! Kejadian berpuluh-puluh tahun. Cek daftar obat di RS. Hanya karena alat bilang (+) maka semua penyakit saat imun menurun disebut terpapar virus! Meyakini COVID-19 virus menular? Anda masuk jebakan setan!" tulisnya di akun Twitter @LsOwien dikutip Senin (12/7/2021).

"Cuma karena kurang vitamin dan mineral, lansia diperlakukan seperti penjahat? COVID-19 bukan virus dan tidak menular," tambahnya.

Lois juga menyebut nama dokter seperti dr Tirta dan menganggapnya dilatih sebagai alat propaganda terkait pandemi COVID-19.

"Dunia ini sudah kehilangan Welas Asih. Menyiksa dan membunuh sesama lewat pandemi rekayasa ini. Nakes-nakes seperti dr. Tirta dilatih menjadi alat propaganda ketakutan dengan memuja alat setan yang seharusnya tidak pernah dibenarkan sebagai diagnosa utama!"

Terkait vaksin, Lois memiliki pandangan bahwa vaksin COVID-19 dapat mempercepat kematian dan fungsi vaksin yang akan meningkatkan antibodi adalah bohong semata.

"Vaksin mempercepat kematian karena imunitas dibuat menurun drastis! Bohong kalau katanya antibody akan meningkat."

Imbauan protokol kesehatan juga tak luput dari kicauan kontroversial Lois. Menurutnya, memperketat protokol kesehatan akan mempercepat kematian.

"Semakin ketat Prokes akan cepat mati! Pakai masker enggak kendor-kendor risiko ketangkep alat setan akan (+). Dipaksa isoman diberi obat beracun. Pandemi TOLOL!"

Selain berkicau terkait COVID-19, Lois juga mengomentari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan kata-kata kasar.

"IDI takut institusinya terbongkar. Jadi relawan di wisma atlet? Permintaan orang dungu yang tidak punya otak karena tidak bisa menilai fakta di depan mata karena hasil cuci otak! Pemahaman COVID-19 hanya dibukakan kepada orang-orang yang berhikmat. Tidak kepada manusia-manusia serakah dan egois!"

 

Dokter Lois dan PB IDI

IDI
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Faqih. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Daeng M Faqih mengatakan, kemungkin ada dua hal yang menyebabkan dokter Lois Owien ditangkap aparat keamanan. Pertama, meresahkan masyarakat. Kedua, mengganggu program penanganan pandemi Covid-19.

"Analisa, telaah kami diamankan polisi itu mungkin karena dua unsur itu," katanya kepada merdeka.com, Senin, 12 Juli 2021.

Daeng menambahkan, IDI sudah melayangkan pemanggilan kepada dokter Louis Owien. Namun, belum sempat memenuhi panggilan IDI, dokter Lois Owien sudah ditangkap kepolisian.

Pemanggilan IDI ini bertujuan untuk meminta klarifikasi dokter Lois Owien terkait pernyataannya yang menyebutkan kematian yang terjadi belakangan ini bukan karena Covid-19, melainkan interaksi obat.

Daeng melanjutkan, setiap pernyataan dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Jika pertanyaan yang akan diungkapkan bisa menimbulkan kebingungan di lingkungan masyarakat, maka dokter tidak boleh menyampaikan.

"Nah itu yang mau kita klarifikasi. Kita masih mau klarifikasi tapi ini lebih duluan kepolisian melakukan tindakan," tandasnya.

PB IDI menyampaikan, dr Lois memiliki Nomor Pokok Anggota (NPA) IDI 70677 yang statusnya tidak aktif. Sehingga ia tidak memiliki hak untuk praktik kedokteran.

"Berdasarkan pemeriksaan badan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) diketahui dr Lois memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dengan nomor 31.2.1.100.2.12.068972 namun telah berakhir sejak 8 Januari 2017 dan sampai saat ini tidak aktif," tulis Ketua IDI Dr Daeng M Faqih dalam pernyataan resminya, Senin, 12 Juli 2021.

Menurut IDI, seorang dokter seharusnya menyampaikan sesuatu sesuai dengan pandangan ilmu kedokterannya. Dan juga disampaikan pada forum yang cocok dan pantas.

"Bukan di forum publik secara tidak bertanggung jawab yang dapat mengganggu keseimbangan pandangan umum, stabilisasi negara, kebijakan pemerintah dan kebijakan publik untuk kepentingan umum, lanjut IDI.

IDI juga menyatakan, akun media sosial dr_lois7 di instagram dan facebook dr Lois@anti aging medicine serta pernyataan-pernyataan yang disampaikan melalui berbagai media seperti whatsapp, media sosial dan bahkan media elektronik lain ditemukan banyak aktivitas yang tidak sejalan dengan sumpah dokter Indonesia.

"Kepentingan publik saat pandemi menjadi sangat utama maka disarankan kepada pihak berwenang termasuk keluarga, kawan dan kerabat untuk melakukan langkah pencegahan mengingat yang dilakukan Dr Lois merugikan kepentingan umum sehingga potensial berdimensi pelanggaran hukum," tegas IDI.

IDI pun mengimbau seluruh dokter untuk menjunjung tinggi sumpah dokter Indonesia dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Dalam aktivitas di media sosiak agar mengacu pada SK MKEK No. 029/PB/K.MKEK/04/2021 tentang fatwa Etik Dokter dalam aktivitas media sosial serta senantiasa memberikan keteladan dan edukasi yang baik kepada masyarakat," pungkasnya.

Diketahui, dr Lois Owien membuat heboh masyarakat karena mengaku tidak percaya akan COVID-19. Ia juga melontarkan pernyataan, bahwa korban yang meninggal dunia bukan karena virus Corona, melainkan interaksi obat-obatan.

Pandangan dr Lois itu mengakibatkan dirinya ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus dugaan memberi informasi bohong atau hoaks melalui tiga media sosial terkait COVID-19.

"Setelah memerhatikan masukan dari berbagai pihak, untuk kepentingan umum dan menjaga keseimbangan dalam penerapan kajian keilmuan kedokteran, mendorong agar setiap dokter Indonesia yang memiliki pandangan berbeda dengan kebijakan umum, baik yang berlaku global maupun nasional Indonesia agar menyalurkan pandangan dan idenya melalui forum keilmuan di organisasi profesi," jelas Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Senin, 12 Juli malam.

IDI menilai dr Lois Owien menyampaikan pandangan-pandangan kedokteran yang tidak berdasarkan keilmuan melalui saluran komunikasi publik yang tidak tepat dan dapat memancing keonaran pendapat di masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya