Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam pernyataan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi terkait kartel kremasi.
Prasetyo Edi sebelumnya meminta Kapolda Metro Jaya untuk menembak mati kartel kremasi jenazah Covid-19, karena lebih jahat daripada kejahatan korupsi dan narkoba.
"LBH Jakarta mengecam pernyataan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang meminta kepada Kapolda Metro Jaya untuk menembak mati para pelaku kartel kremasi," ujar Kepala Advokasi dan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum atau LBK DKI Jakarta Nelson Nikodemus Simamora dalam keterangannya, Selasa (20/7/2021).
Advertisement
Menurut Nelson, pernyataan Prasetyo itu bertentangan dengan prinsip penegakan hukum dan hak asasi manusia yang menjamin hak hidup seseorang. Permintaan tembak mati terhadap kartel kremasi seperti dukungan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Tindakan tersebut mencerminkan ketidaktahuan seorang Ketua DPRD tentang prinsip-prinsip penegakan hukum dan hak asasi manusia dan membahayakan nyawa warga negara karena mendukung tindakan berlebihan (eksesif) dari kepolisian yang selama ini sering terjadi berupa penembakan, penyiksaan, pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) dan penganiayaan terhadap tersangka tindak pidana," kata dia.
Menurut Nelson, penggunaan senjata api oleh penegak hukum juga tidak bisa dikakukan secara sembarangan.
Nelson mengatakan, dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.
Masih dalam Peraturan Kapolri, senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan dalam hal menghadapi keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang, menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa, dan menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
"Mengenai penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian juga tidak bisa dilakukan sembarangan. Menembak mati pelaku kartel bukanlah solusi yang tepat bagi penegakan hukum di masa pandemi," kata dia.
Nelson meminta Prasetyo mencabut pernyataannya tersebut.
"Seharusnya Prasetyo dapat menggunakan kewenangan pengawasan dari DPRD terhadap Gubenur dan jajarannya tentang kremasi jenazah, termasuk mendesak agar segera dibuat krematorium darurat agar prosesi pemakaman warga yang membutuhkan dapat berjalan dengan baik," kata Nelson.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dugaan Kartel Kremasi Jenazah Covid-19
Dugaan praktik kartel kremasi sempat viral melalui pesan berantai tentang curahan hati seorang warga Jakarta Barat. Warga itu mengaku ditawari bantuan mencarikan krematorium untuk ibunya yang meninggal akibat Covid-19 oleh seorang yang mengaku sebagai petugas Dinas Pemakaman.
Petugas Dinas Pemakaman tersebut mengatakan kremasi bisa dilakukan dengan tarif Rp 45 juta hingga Rp 65 juta di luar Jakarta. Warga tersebut mengeluh karena sebelumnya sang kakak yang meninggal akibat Covid-19 dikremasi dengan biaya tak sampai Rp 10 juta.
Advertisement