Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Univeristas Al-azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad mengatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memberhentikan 75 pegawainya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Hal itu diutarakan oleh Suparji berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) berdasarkan hasil asesmen TWK bagi pegawai KPK menjadi kewenangan pemerintah.
Baca Juga
"Tidak boleh, harus diperhatikan putusan MA tersebut hendaknya ditindaklanjuti dengan memperhatikan kelangsungan nasib pegawai tersebut," ujar Suparji melalui keterangan tertulis, Selasa (14/9/2021).
Advertisement
Dia menjelaskan, selama pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak melakukan keputusan apapun, sebaiknya pimpinan KPK juga melakukan hal yang sama.
Ia menyarankan kepada pimpinan KPK untuk menunggu sikap tegas dari pemerintah soal nasib 75 pegawai KPK tersebut.
"Belum ada putusan, ditunggu dahulu sikap pemerintah," jelas Suparji.
Â
MA Tolak Gugatan Uji Materi Pegawai KPK soal Alih Status ASN
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan uji materiil yang dilayangkan pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua pegawai KPK, Yudi Purnomo dan Farid Andhika mengajukan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Menolak permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon I Yudi Purnomo dan Pemohon II Farid Andhika," demikian dikutip dari putusan perkara nomor 26 P/HUM/2021, Kamis 9 September 2021.
Putusan ini diketuk Ketua Majelis Hakim Supandi dan anggota Majelis Hakim Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono.
Dalam pertimbangannya, MA menyebut secara substansial desain peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) telah mengikuti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Menurut MA, berdasarkan aturan itu TWK menjadi alat ukur yang obyektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan. MA berpendapat aturan TWK dalam Perkom 1/2021 merupakan sarana berupa norma umum yang berlaku bagi pegawai KPK.
Sebagai persyaratan formal yang dituangkan dalam regulasi kelembagaan guna memperoleh output materiil, yaitu pegawai KPK yang setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah yang sah.
"Para pemohon tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom 1/2021 yang dimohonkan pengujian, namun karena hasil asesmen TWK. Pemohon sendiri yang TMS (tidak memenuhi syarat) sedangkan tindak lanjut dari hasil TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah," bunyi putusan perkara.
MA menilai pengajuan gugatan yang dilayangkan Yudi Purnomo dan Farid Andhika tak berlandaskan hukum. Oleh karena itu, permohonan keduanya harus ditolak dan dibebani biaya perkara.
"Menghukum pemohon I dan II untuk membayar biaya perkara Rp 1 juta," bunyi putusan.
Advertisement