Dewan Pers Harap MK Tolak Uji Materi UU Pers

Dewan Pers berhadap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Okt 2021, 11:47 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2021, 11:47 WIB
Dewan Pers Bentuk Timsus Penyelamat Nasib Media di Indonesia
, Dewan Pers akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan DPR tentang bagaimana mereka harus bersikap untuk menjadikan nasib media lebih baik ke depannya. (Foto:Liputan6/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers berhadap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers.

Uji materi tersebut diajukan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai anggota Dewan Pers Indonesia.

"Permohonan pengujian judicial review UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia harus ditolak," ujar Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh dalam keterangannya, Sabtu (16/10/2021).

Adapun pasal-pasal dalam UU Pers yang menjadi pokok uji materi yakni Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (3).

Pasal 15 ayat (2) huruf f berbunyi 'Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut. Dalam huruf f menyebut Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Sementara Pasal 15 ayat (3) berbunyi Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Permohonan para pemohon dalam petitumnya meminta MK memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Muhammad Nuh menyebut, dalam persidangan 11 Oktober 2021, pemerintah selaku salah satu termohon melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyampaikan bahwa pemerintah mengakui keberadaan Dewan Pers.

"Pemerintah menyebut para pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers," kata dia.

Selain itu, menurut Muhammad Nuh, pemerintah juga menyebut para pemohon tidak dirugikan hak konstitusionalnya berdasarkan UUD 1945. Dalil para pemohon tidak jelas.

Pemerintah juga menyebut dalam Pasal 15 ayat (1) UU PERS 40/1999 jelas memberikan nomenklatur 'Dewan Pers' dan tidak ada nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers. Sehingga apabila para pemohon mendalilkan organisasinya bernama 'Dewan Pers Indonesia' maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

"Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan Anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif," kata dia.

Tak Penuhi Kualifikasi

Muhammad Nuh menyebut, pemerintah juga berpendapat bahwa para pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi.

"Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers, termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini," kata Nuh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya