Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan uang yang diberikan oleh mantan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin kepada penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju bukan pinjaman, melainkan suap terkait penanganan perkara korupsi yang ditangani lembaga antirasuah.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, tim lembaga antirasuah memiliki bukti kuat dugaan perbuatan pidana yang dilakukan Azis Syamsuddin.
Advertisement
Baca Juga
"Kami memastikan bahwa sedari awal KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan telah didasari oleh bukti permulaan yang kuat atas dugaan perbuatan terdakwa Stepanus Robin dan lainnya. Dan itu tentu bukan hanya dari alat bukti keterangan saksi Azis Syamsudin saja," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (26/10/2021).
Ali menyebut, pernyataan Azis Syamsuddin yang mengaku pemberian uang kepada Robin sebagai bentuk pinjaman merupakan hak asasi dari politikus Partai Golkar itu. Ali menyatakan tim lembaga antirasuah siap membuktikannya di persidangan dalam surat tuntutan terhadap Robin.
"Pernyataan seorang saksi dalam sebuah persidangan untuk mengakui ataupun membantah suatu perbuatan yang disangkakan kepada suatu pihak adalah hak dari saksi yang harus kita hargai," kata Ali.
Diberitakan sebelumnya, mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengakui dirinya beberapa kali memberikan uang kepada mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri, Stepanus Robin Pattuju.
Azis mengakuinya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di KPK. Azis dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (25/10/2021).
Awalnya, Azis mengaku dirinya beberapa kali bertemu dengan Robin.
"Sekitar tiga kali (bertemu Robin)," ujar Azis.
Azis mengklaim dalam pertemuan tersebut Robin meminta bantuan kepadanya. Azis menyebut Robin meminjam uang kepadanya. Alhasil, Azis pun memberikan uang yang dia klaim sebagai bentuk pinjaman.
"Iya, saya bantu dia karena dia minta. Dia minta bantuan. Bahasanya minjam," kata Azis.
Alasan Azis Transfer Uang Lewat Teman Wanita Robin
Azis mengaku pertama memberikan uang kepada Robin sebesar Rp 10 juta. Kemudian pemberian kedua sebesar Rp 200 juta.
"Melalui rekening saya Rp 10 juta. (Pemberian kedua) total 200 juta pak. (Pemberian) yang kedua ini saya sudah tidak mau ke rekening beliau (Robin), dan lalu ke rekening keluarga," kata Azis.
Azis pemberian kedua dia transfer melalui rekening pribadinya. Namun tidak langsung ke rekening Robin. Dalam dakwaan disebutkan jika Azis memberi uang ke Robin melalui rekening teman wanitanya bernama Riefka Amalia.
Jaksa lantas bertanya alasan Azis tak langsung memberikannya ke rekening Robin.
"Kenapa pemberian kedua tidak ingin langsung diberikan ke rekening Robin?," tanya Jaksa KPK.
"Karena saya sudah tahu (Robin) penyidik KPK. karena bisa bahaya di saya," kata Azis.
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.
Jaksa menyebut Robin menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK. Robin menerima suap bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain;
1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000,
2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu,
3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,
4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,
5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.
Atas perbuatannya, Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Advertisement