Pengembangan Ekonomi Biru untuk Peningkatan Kesejahteraan dan Penguatan Diplomasi Maritim di Aras Global

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kawasan perairan yang luas serta populasi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, memiliki kepentingan langsung untuk menerapkan ekonomi biru dalam pengembangan ekonomi kelautan dan pemerataan.

oleh Reza pada 07 Des 2021, 00:00 WIB
Diperbarui 06 Des 2021, 18:47 WIB
AIS Forum
AIS Forum

Liputan6.com, Jakarta Peningkatan temperatur global terutama di lautan, dan bencana ekologis yang mendera masyarakat pesisir semakin mendorong komitmen global untuk mendayagunakan laut secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, melalui penerapan prinsip ekonomi biru. Hal ini adalah titik balik yang penting karena melalui penerapan prinsip ekonomi biru diharapkan terbangun keseimbangan antara usaha meningkatkan kesejahteraan dengan perlindungan lingkungan dan peningkatan kesehatan ekosistem laut. 

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kawasan perairan yang luas serta populasi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, memiliki kepentingan langsung untuk menerapkan ekonomi biru dalam pengembangan ekonomi kelautan dan pemerataan kesejahteraan. Dalam 20 tahun ke depan, Indonesia memproyeksikan kontribusi ekonomi maritim/kelautan terhadap ekonomi nasional tumbuh dua kali lipat hingga 12.45%.

Indonesia juga berkomitmen mengurangi kontribusi produksi emisi karbon perkapita yang saat ini tumbuh sekitar 5.97 % per tahun. Penerapan ekonomi biru yang diperkuat dengan pengarusutamaan pembangunan rendah karbon, dan ekonomi berbasis karbon dengan demikian adalah jalan keluar yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan. 

Komitmen Indonesia untuk membangun ekonomi kelautan yang berbasis ekonomi biru tidak hanya diejawantahkan dalam rencana dan implementasi pembangunan nasional namun juga dalam berbagai diplomasi maritim. Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang beragam serta penting bagi ekosistem kelautan global, Indonesia secara konsisten mendorong penguatan penerapan ekonomi biru dalam berbagai forum kelautan internasional dan regional. Salah satu avenue diplomasi maritim yang sangat penting di mana Indonesia mendorong penerapan ekonomi biru adalah di dalam forum kerjasama pembangunan antar negara pulau dan kepulauan. 

Sejak tahun 2016, sebagai bentuk diplomasi maritim, Indonesia berkolaborasi dengan United Nations Development Program (UNDP) mendorong inisiatif yang memperkuat kerjasama konkrit pembangunan antar 47 negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia. Pertemuan tingkat Menteri antar 21 negara pulau dan kepulauan di Manado tahun 2018 sepakat membentuk Archipelagic and Island States Forum (AIS Forum) dan secara lugas menempatkan ekonomi biru sebagai salah satu area kerjasama yang penting untuk menyelesaikan tantangan bersama pembangunan kelautan dan kesejahteraan. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan dalam kesempatan pembentukan AIS Forum di Manado tahun 2018 menegaskan bahwa peran Indonesia dalam AIS Forum sangat penting dan strategis. Peran Indonesia di AIS Forum tidak hanya penting untuk membangun ekonomi kelautan berbasis ekonomi biru dan mengatasi tantangan perubahan iklim namun juga strategis dalam menempatkan negara-negara pulau dan kepulauan, terlepas dari luas wilayah geografis maupun perkembangan ekonominya, pada driving seat dalam pelaksanaan diskusi global tentang kesehatan laut dan pengembangan ekonomi laut berbasis karbon.

Negara-negara pulau dan kepulauan yang merupakan negara dengan cadangan karbon yang tinggi dan terdampak secara langsung oleh akibat perubahan iklim harus lebih didengarkan pertimbangan dan kepentingannya dalam diskusi tata kelautan global.

“Tidak boleh ada orang merasa negara kepulauan di-ignore (diabaikan) dalam isu kelautan dan perubahan iklim,”  Menko Luhut B. Pandjaitan

Sejak pembentukan AIS Forum di 2018, dan diskusi pada level pejabat tinggi, dan Menteri di tahun 2019 dan 2020, komitmen kolaborasi dan kerjasama antar negara pulau dan kepulauan semakin ditingkatkan dengan mendorong pengembangan ekonomi biru secara utuh. Indonesia menyadari bahwa pengembangan ekonomi biru membutuhkan komitmen negara-negara pulau dan kepulauan serta incentive, investasi publik, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang kompleks dan tidak murah. 

Dalam pandangan tersebut, Indonesia berkomitmen untuk membentuk dua dokumen acuan utama pengembangan ekonomi biru bagi negara pulau dan kepulauan yakni dokumen strategis pembiayaan ekonomi biru dan indeks pembangunan ekonomi biru. Dokumen strategis pembiayaan ekonomi biru yang dikembangkan Indonesia ditujukan menyingkap potensi ekonomi kelautan dan mengidentifikasi potensi pasar modal dan pasar keuangan yang dapat digunakan untuk investasi ekonomi biru.

Secara spesifik, dokumen yang dikembangkan Indonesia tersebut bertujuan mengidentifikasi kriteria ideal proyek-proyek berbasis ekonomi biru yang dapat dibiayai melalui investasi dan mengidentifikasi model investasi maupun skema pembiayaan yang sesuai bagi pengembangan ekonomi biru secara berkelanjutan dan berkeadilan. 

Pada tahap pelaksanaan dokumen Blue Financing Strategy juga diharapkan membuka capital market dan mendorong pemanfaatan ekonomi digital berbasis sumber data karbon. Posisi anak muda di negara pulau dan kepulauan ditempatkan sebagai agen yang penting untuk mendorong ekonomi digital dalam kerangka smart and innovative solution.

Sebagai negara dengan populasi anak muda yang besar dan perkembangan ekonomi digital yang pesat, Indonesia berkomitmen turut membantu pengembangan konsep digital ekonomi biru di kalangan anak muda melalui BFSD dan AIS Forum. 

dokumen lain yang dipersiapkan sebagai bagian kontribusi Indonesia untuk  pembangunan ekonomi kelautan global melalui ekonomi biru adalah Blue Economy Development Index (BEDI). BEDI yang disusun Indonesia bertujuan membangun sebuah kriteria penilaian yang inklusif bagi pengembangan ekonomi biru diantara negara pulau dan kepulauan dengan mempertimbangkan derajat urgensi dan derajat dampak baik dari sisi ekonomi, sosial, perlindungan lingkungan, maupun keberlanjutan (sustainable growth).

Secara spesifik BEDI didesain sebagai perangkat ukur atau evaluasi yang menghitung secara komprehensif hubungan timbal balik antara penggunaan sumber daya dengan keberlanjutan sembari menunjukan tantangan serta alternatif solusi. 

Menko Luhut berulang kali menegaskan bahwa AIS forum dapat menjadi wadah untuk membuka kerja sama dalam membangun strategi pembiayaan biru, sehingga dapat memajukan iklim usaha rintisan baik di Indonesia maupun negara-negara AIS Forum.

“Sekaranglah waktunya untuk mentransformasikan komitmen menjadi aksi untuk menciptakan masa depan yang terbaik bagi generasi yang akan datang. Tugas kita bukan hanya ini, karena sebagian besar masyarakat kita masih hidup dibawah garis kemiskinan, tidak ada pilihan lain selain membuat inovasi dan solusi cerdas dalam mitigasi dan adaptasi. Inovasi ini saya harap dapat direplikasi sesuai dengan konteks masing-masing negara,” tambahnya. 

Indonesia terus berkomitmen membangun ekonomi kelautan dengan ekonomi biru. inisiatif-inisiatif Indonesia di AIS Forum diharapkan tidak hanya menjadi wadah memperkuat komitmen pengembangan ekonomi biru guna mencapai SDGs namun juga menggambarkan komitmen diplomasi maritim Indonesia di aras regional dan global melalui inovasi dan kemitraan. 

 

(*)

 

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya