Liputan6.com, Jakarta - Infrastruktur digital seperti jaringan telekomunikasi 5G, Fixed Wireless Access (FWA), dan sistem komunikasi satelit memegang peranan krusial dalam mendorong pemerataan ekonomi digital di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Kebijakan tarif impor Donald Trump, menurut Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI), secara langsung berdampak pada ketersediaan perangkat keras dan komponen teknologi, yang sebagian besar masih bergantung pada rantai pasok global, termasuk dari Amerika Serikat dan mitra-mitra yang terdampak.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini dinilai berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur digital nasional, termasuk jaringan telekomunikasi, dan memperlambat laju transformasi digital di seluruh Indonesia.
Advertisement
Terkait hal ini Telkom Indonesia masih mencermati kebijakan tarif Trump dan masih menunggu arahan dari pemerintah.
"Kami sedang mencermati karena isu ini kan masih baru. Telkom yang merupakan perusahaan BUMN yang juga bagian dari pemerintah, kami akan mengikuti kira kira arahan pemerintah seperti apa," ujar VP Corporate Communication Telkom, Andri Herawan Sasoko, di sela acara media gathering, Kamis (10/4/2025) di Jakarta.
Mengenai strategi yang akan diambil Telkom jika tarif Trump berlaku, Andri menambahkan bahwa perusahaan saat ini masih menjalankan bisnis seperti biasa secara berkelanjutan.
"Telkom masih menjalankan business as usual, dan sampai saat ini kami belum memiliki strategi yang spesifik. Kami akan ikut arahan pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN atau sekarang sudah ada Danantara," ia memungkaskan.
ASIOTI: Tarif Impor Donald Trump Bisa Hambat Pekembangan IoT hinga 5G
Ketua Umum ASIOTI, Teguh Prasetya, menyebut kebijakan tarif Trump tidak hanya memengaruhi pelaku industri, tetapi juga memperlambat pengembangan teknologi seperti IoT, Cloud Computing, Big Data, AI, hingga jaringan 5G yang menjadi tulang punggung transformasi digital Indonesia.
"Jika tidak diantisipasi, kita berisiko mengalami penurunan posisi dalam indeks broadband global yang saat ini sudah berada di bawah rata-rata negara-negara ASEAN," ujar Teguh melalui keterangan resminya, Sabtu (5/4/2025).
Data terbaru dari Speedtest Global Index menunjukkan bahwa posisi Indonesia dalam Global Broadband Index untuk kecepatan internet seluler masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
Indonesia berada di peringkat 103 dengan kecepatan rata-rata 20,17 Mbps, jauh di bawah Brunei (peringkat 16), Singapura (peringkat 22), Malaysia (peringkat 46), Vietnam (peringkat 52), Thailand (peringkat 54), Laos (peringkat 68), Myanmar (peringkat 75), serta Filipina dan Kamboja (masing-masing peringkat 80 dan 96).
Tanpa penguatan infrastruktur digital, Indonesia akan semakin kesulitan mengejar ketertinggalan dan mewujudkan visi sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Advertisement
Infografis Tarif Impor Ala Donald Trump. (Liputan6.com/Abdillah)
