Bisnis Kirim TKI Ilegal ke Timur Tengah, Pasutri di Tangerang Dibui

Kapolres Kota Tangerang Kombes Wahyu Sri Bintoro mengatakan, kasus pengiriman TKI ilegal itu terungkap saat pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat setempat.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 15 Des 2021, 20:53 WIB
Diterbitkan 15 Des 2021, 20:52 WIB
Konferensi pers soal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dijalankan pasutri di Kabupaten Tangerang
Konferensi pers soal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dijalankan pasutri di Kabupaten Tangerang. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta Pasangan suami istri (pasutri) asal Lavon, Desa Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, inisal AM dan UA, ditangkap Polres Kota Tangerang lantaran melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka mengirim sejumlah orang untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke wilayah Timur Tengah secara ilegal.

Kapolres Kota Tangerang Kombes Wahyu Sri Bintoro mengatakan, kasus itu terungkap saat pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat setempat, soal aktivitas mencurigakan di salah satu rumah.

Lalu, petugas pun melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mendapati adanya bisnis pengiriman TKI ilegal dari rumah tersebut.

"Saat kami gerebek, ada 6 orang terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan di dalam rumah. Di mana, mereka calon TKI dan kita amankan juga dua tersangka, yang merupakan sepasangan suami istri," kata Wahyu, di Mapolresta Tangerang, Rabu (15/12/2021).

Bisnis ilegal ini sudah berjalan selama satu tahun, dengan total 50 orang yang dikirim sebagai TKI.

"Sasaran negaranya ada ke Turki, Dubai, Qatar hingga Arab Saudi. Dari bisnis yang sudah dijalani selama 1 tahun ini, mereka dapat keuntungan sekitar Rp 30 juta per bulan, dengan pengiriman sekitar 3 sampai 4 orang per bulannya," ujar Wahyu.

Untuk melancarkan aksinya, para pelaku menggunakan modus menjanjikan upah yang besar dengan kisaran Rp 16 juta per bulannya.

"Mereka diimingi gaji yang besar, mau itu pekerjaan buruh atau asisten rumah tangga, dengan gaji yang didapat Rp 16 juta per bulan," kata Wahyu.

 

Minta Uang Rp 30 Juta ke Korban

Setelah tergiur, para pelaku akan meminta uang Rp 30 juta kepada setiap korban. Uang itu disebut akan digunakan untuk mengurus visa, paspor, pemberian suntik vaksin, hingga tiket pesawat.

Pada proses pengiriman calon TKI, tersangka pun akan berkoordinasi dengan agen lainnya di luar negeri. Di sana, agen tersebut akan menyalurkan para korban ke tempat bekerja.

"Mereka ada koordinasi dengan pihak luar negeri. Untuk urusan ini akan dilakukan oleh tersangka dengan inisial UA. Sementara, AM bertugas mengurus para TKI, baik dari surat adminitrasi hingga, mengantar mereka ke bandara," ungkap Wahyu.

Pengalaman kerja AM sebagai Avsec (Aviation Security) di Bandara Soetta membuat bisnisnya berjalan lancar, karena ia mengetahui sistem pengiriman orang sebagai TKI.

"Suaminya (AM) ini pernah kerja jadi avsec, dan istrinya UA, pernah jadi TKI. Dan dalam kasus ini, kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Wahyu.

Kasus ini pun membuat para tersangka dijerat dengan Pasal 81 juncto 69 UU No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman penjara 10 Tahun atau denda Rp15 miliar. Dan atau Pasal 4 dan Pasal 10 UU 21 Tahun 2007 Tentang TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dengan ancaman 15 Tahun dan atau denda Rp 600 juta. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya