LPSK Siap Lindungi Korban dan Saksi Dugaan Perbudakan oleh Bupati Langkat

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi para korban dan saksi dalam kasus dugaan kejahatan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terkait dugaan perbudakan di rumahnya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Jan 2022, 08:33 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2022, 08:33 WIB
Ilustrasi Perbudakan Modern (Pixabay)
Ilustrasi Perbudakan Modern (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi para korban dan saksi dalam kasus dugaan kejahatan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin terkait dugaan perbudakan di rumahnya.

"LPSK siap melindungi korban atau saksi dalam kasus ini jika ada laporan ke LPSK sesuai peraturan perundangan yang berlaku," ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution dalam keterangannya, Selasa (25/1/2022).

Maneger mengatakan, jika benar dugaan adanya kerangkeng manusia dalam rumah Terbit Rencana, maka jelas merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan. Menurut Manager, hal tersebut merupakan praktik perbudakan modern.

Maka dari itu, LPSK mendorong penegak hukum mengusut tuntas dugaan tersebut.

"LPSK mendukung kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Kita dukung Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut," kata Maneger.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Perbudakan

Sebelumnya diberitakan, Migrant Care mengungkap dugaan kejahatan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin selain terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK yakni perbudakan terhadap puluhan pekerja sawit yang dilakukan di rumahnya.

Ketua pusat studi migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah menjelaskan, puluhan orang dipekerjakan tidak manusiawi di kebun kelapa sawit milik Terbit selama 10 jam, mulai jam 8 pagi sampai jam 6 sore.

"Setelah mereka bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses apa pun termasuk komunikas," jelas Anis.

Anis meyakini, hal tersebut adalah kejahatan manusia dan melanggar UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

"Migrant CARE meminta kepada Komnas HAM untuk melakukan langkah-langkah kongkrit sesuai kewenangannya guna mengusut tuntas praktek pelanggaran HAM tersebut," Anis memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya