Menko PMK Muhadjir Desak Edukasi Kebencanaan Masuk Kurikulum Sekolah

Menko PMK Muhadjir Effendy memandang bahwa sistem edukasi kebencanaan yang telah dirintis sejak lama, kini dirasa belum optimal.

oleh Yopi Makdori diperbarui 24 Feb 2022, 16:15 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2022, 15:53 WIB
Muhadjir Effendy
Menko PMK Muhadjir Effendy ungkap masalah utama penyebab stunting di Nusa Tenggara Timur dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Percepatan Perbaikan Status Gizi di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, Kamis (15/10/2020). (Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD semakin agresif untuk melakukan lobi supaya memasukkan sistem edukasi kebencanaan pada kurikulum di sekolah-sekolah.

"Saya mohon BPBD saya rasa harus dengan lincah, dengan antisipatif, responsif, adaptif untuk melakukan lobi-lobi dengan pemangku kepentingan terutama di sektor pendidikan," ujar Menko PMK Muhadjir di dalam acara Penutupan Rakornas Penanggulangan Bencana 2022, lewat daring pada Kamis (24/2/2022).

"Baik itu pendidikan ke masyarakat maupun pendidikan formal, agar sistem edukasi kebencanaan itu menjadi bagian dari kurikulum sekolah," katanya.

Pasalnya, Muhadjir memandang bahwa sistem edukasi kebencanaan yang telah dirintis sejak lama, kini dirasa belum optimal. Kendati masuk ke dalam kurikulum sekolah, Muhadjir menyatakan, bukan melulu harus jadi mata pelajaran di sekolah.

"Kurikulum itu semua aktivitas dengan sadar dilakukan di sekolah yang menjadi tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan dalam rangka untuk mendewasakan peserta didik. Itu namanya kurikulum, baik itu di dalam bentuk pelajaran maupun yang bukan pelajaran," kata dia.

Bahkan menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, sebetulnya sebagian besar upaya untuk mengubah perilaku itu tidak melulu melalui mata pelajaran. Mata pelajaran, ucap Muhadjir, hanya sebatas transfer pengetahuan dan keterampilan.

"Tapi dalam membentuk sikap, kepribadian, karakter, termasuk sikap positif terhadap risiko bencana. Artinya mereka menjadi siaga bencana, bencana, menjadi melihat bencana bukan suatu musibah tetapi sesuatu yang harus dihadapi dengan cara-cara yang lebih profesional yang lebih teratur, terukur itu juga bagian dari kurikulum," terangnya.

Petakan Karakteristik Bencana

Erupsi Gunung Tangkuban Parahu
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat. (Liputan6.com/ Arie Nugraha)

Pada kesempatan itu, Muhadjir mengingatkan agar upaya pemetaan bencana dilakukan secara serius. Hal ini perlu dilakukan guna mengetahui karakteristik ancaman bencana di setiap wilayah Tanah Air.

"Sehingga yang dimaksud kurikulum (kebencanaan) itu tidak generik, tetapi sudah partikularistik. Kalau daerah itu langganan erupsi gunung api, ya sudah mereka diberi pemahaman keterampilan dan sebagainya berkaitan dengan masalah erupsi gunung api," katanya.

Kalau suatu daerah menjadi langganan banjir, maka menurut Muhadjir kurikulum disesuaikan dengan bencana tersebut. "Itu lebih spesifik sesuai dengan bidang masing-masing," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya