Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan testing (pemeriksaan) Covid-19 mingguan nasional menurun hingga 52 persen. Penurunan terjadi sejak pekan ketiga Februari 2022. Meski demikian, testing masih memenuhi target Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan penurunan testing Covid-19 patut diwaspadai. Sebab, bisa berdampak pada meningkatnya jumlah orang positif Covid-19 yang tidak teridentifikasi.
"Harus diwaspadai, penurunan ini berdampak pada penurunan data kasus yang semu," katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).
Advertisement
Wiku menegaskan, testing sangat penting untuk membedakan pasien negatif dan positif Covid-19. Jika penurunan testing terus dibiarkan bisa memicu peningkatan kasus.
"Angka testing harus terus dipertahankan bahkan harus terus ditingkatkan," tegasnya.
Penurunan testing terjadi di tengah relaksasi aturan perjalanan dalam negeri. Pemerintah tidak lagi mewajibkan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan antigen bagi pelaku perjalanan domestik yang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.
Wiku mengingatkan masyarakat mengenai tiga tanggung jawab utama dan kesadaran sebagai kunci pengendalian kasus Covid-19. Pertama, disiplin menjalankan protokol kesehatan 3M. Hal ini harus diperkuat, mengingat turunnya testing mempengaruhi kemampuan membedakan orang positif apalagi kasus tanpa gejala.
Ketidaktaatan menjalankan protokol kesehatan dapat menjadikan seseorang sebagai sumber penularan, apalagi terhadap kelompok rentan.
Kesadaran Masyarakat Penting
Wiku menyebut, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2022, ketidakpatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan dengan alasan jenuh (61,2%), tidak nyaman (46%), merasa situasi sudah aman (32%), yakin tidak tertular (24,2%), tidak ada sanksi (22,7%), dan lainnya.
Padahal, kata Wiku, memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, merupakan hal paling mudah, murah, dan efektif yang dapat dilakukan setiap individu. Serta dapat menjaga kasus tetap rendah dan mempertahankan produktivitas ekonomi.
"Saya percaya kita bisa menjunjung tinggi kewajiban bersama tersebut, dibanding ego pribadi kita seperti jenuh, tidak nyaman, dan merasa yakin tidak tertular," katanya.
Kedua, kesadaran tinggi untuk dites. Rendahnya angka testing saat ini akibat minimnya kesadaran masyarakat. Hasil survei BPS juga menyatakan alasan utama masyarakat melakukan tes karena program kantor (51%), persyaratan perjalanan (38,1%), dan program tracing (23,3%). Hanya 18,7% responden karena merasa tidak sehat.
Wiku mengingatkan tanpa kesadaran yang tinggi, bukan tidak mungkin orang positif berbaur dan menulari lebih banyak orang, termasuk kelompok rentan. Untuk itu, masyarakat disarankan tes Covid-19 apabila merasa bergejala atau selepas beraktivitas dengan risiko penularan tinggi. Seperti perjalanan jarak jauh dan kunjungan ke tempat keramaian dengan interaksi intens.
Ketiga, kesadaran tinggi mengisolasi diri. Dia menegaskan upaya bersama disiplin protokol kesehatan dan testing akan sempurna seiring orang positif mengisolasi diri. Sayangnya, laporan menunjukkan masih ada pasien positif Covid-19 melakukan perjalanan.
"Mari kita sadari bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan, mulai dari memakai masker, menjaga jarak atau menghindari kerumunan, mencuci tangan, serta melakukan tes dan mengisolasi diri jika positif, merupakan jaminan keberlanjutan produktivitas masyarakat. Berani jujur, sehat," pungkas Wiku.
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement