Donald Trump Patok Tarif Impor 145 Persen, China: Tindakan Intimidatif Tak Akan Berhasil

Menurut Lin Jian, jika Presiden AS, Donald Trump bersikeras melanjutkan perang tarif dan perdagangan, maka China pun akan terus memberikan respons dan balasan sampai akhir.

oleh Winda Nelfira Diperbarui 12 Apr 2025, 03:17 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2025, 03:17 WIB
Banner Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir
Banner Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir. (Sumber Foto: AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - China merespons kebijakan Gedung Putih yang mengonfirmasi bahwa produk impor dari China ke Amerika Serikat (AS) sebenarnya dikenakan tarif kumulatif hingga 145 persen. 

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian mengatakan, dalam perang dagang tidak akan ada yang bakal menjadi pemenang. Meski begitu, dia menegaskan China tak gentar menghadapi perang dagang AS.

“China tidak menginginkan perang seperti ini, tetapi juga tidak takut menghadapinya,” kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Jumat (11/4/2025)  

Lin Jian menekankan, jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini melalui dialog dan negosiasi, maka Negeri Paman Sam harus menghentikan tekanan serta tindakan yang semena-mena dan merusak. Pendekatan seperti ini, kata dia, tidak akan berhasil terhadap China. 

“Setiap dialog harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan,” ucapnya. 

Menurut Lin Jian, jika Presiden AS, Donald Trump bersikeras melanjutkan perang tarif dan perdagangan, maka China pun akan terus memberikan respons dan balasan sampai akhir.

Lin Jian menjelaskan, langkah balasan yang terus diambil terhadap tindakan intimidatif AS, bukan hanya untuk melindungi hak dan kepentingan sah China. Tetapi juga guna menjaga tatanan dan aturan internasional, kepentingan bersama negara-negara di dunia, serta keadilan dan kejujuran global. 

“Dalam menghadapi hegemoni dan aksi membuli dari AS, ingatlah ini jika Anda memberi sedikit ruang kepada pembuli, dia akan mengambil lebih banyak,” kata Lin Jian.

 

Perang Dagang AS-China Memanas, Ekonomi Global Jadi Korban

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas dengan tarif impor balasan yang saling diterapkan kedua negara. Sayangnya, ekonomi global akan menjadi korban dari perseteruan keduanya.

Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan, perang dagang antara keduanya sebetulnya telah terjadi sejak lama. Namun, skalanya masih dalam perang dingin yang memuncak usai Presiden AS menerapkan tsrif resiprokal secara drastis.

"Cold trade war gitu lah istilahnya. Itu aja sudah membuat pertumbuhan ekonomi global terganggu sekitar 1 persen. Kalau ini dilebarkan sampai ke seluruh dunia itu bisa sampai lebih dari 3 persen, pertumbuhan ekonomi global akan terdisrupsi," kata Ronny dihubungi Liputan6.com, Jumat (11/4/2025).

Dia mengatakan, ekonomi global tetap akan terdampak meski tarif resiprokal itu ditunda selama 90 hari kedepan. Pasalnya, AS dan China sama-sama sebagai negara kunci perdagangan internasional.

Alhasil, negara lain yang bergantung pada ekspor juga akan ikut menanggung dampaknya, termasuk Indonesia.

"Sehingga sekalipun ditunda ke negara-negara lain selain Cina, tetap pertumbuhan ekonomi global akan terdisrupsi, yang akan berpengaruh kepada negara-negara yang memang sangat bergantung kepada international trade, perdagangan internasional. Negara-negara terutama negara-negara yang punya orientasi ekspor atau export oriented countries, termasuk Indonesia," tuturnya.

 

Bikin Ketidakpastian Ekonomi Global

Senada, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menyampaikan maju-mundur kebijakan tarif resiprokal Donald Trump menimbulkan ketidakpastian ekonomi global. Hal ini terlihat pada skema perdagangan internasional berbagai negara.

"Jadi saya kira belum ada perubahan dari yang kemarin dengan sekarang, walaupun Trump mengatakan mereka akan mengubah atau menunda penerapan tarif selama 3 bulan ke depan, tapi landscape dari perdagangan global itu akan, saya kira ini tetap akan terjadi perubahan dan ketidakpastian itu masih sangat tinggi," jelas Piter kepada Liputan6.com.

Piter menyampaikan perang tarif itu akan berdampak pada perdagangan negara-negara lain dengan China maupun AS. Menurutnya, sudah menjadi tujuan utama Donald Trump agar negara-negara mitra mengubah neraca dagangnya.

"Demikian juga dengan negara-negara lain yang selama ini menjadi supplier bagi China. Karena tingkat produksi dari China pasti akan turun, demikian juga dengan Amerika," ungkapnya.

Beberapa negara diketahui sudah mulai negosiasi untuk merubah neraca dagang dengan AS. Seperti Indonesia, negara lain juga akan meningkatkan impor dari Amerika Serikat sebagai upaya menyeimbangkan neraca dagang.

"Nah ini kan berarti surplus atau meraca perdagangan Amerika dengan banyak negara itu akan berubah. Impor dari Amerika itu akan meningkat, demikian juga dengan Indonesia," urainya.

"Indonesia bahkan Pak Prabowo mengatakan sudah tidak ada lagi batasan kuota impor dan sebagainya. Itu kan artinya kita sudah siap mengarah kepada perdagangan yang lebih defisit nantinya. Ini tentunya akan sangat menekan neraca perdagangan maupun current market," jelas Piter.

Infografis Perang Panas Tarif Trump vs China
Infografis Perang Panas Tarif Trump vs China. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya