Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang memberhentikan tetap keanggotaan Terawan Agus Putranto dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memantik polemik publik. Seteru mantan menteri kesehatan dengan majelis etik ini telah berlangsung lama.
Proses penyelidikan oleh MKEK terhadap dr Terawan berlangsung sejak tahun 2013 silam yang berujung rekomendasi MKEK yang kala itu diketuai oleh dr Prijo Sidipratomo untuk mencabut keanggotaan sementara dr Terawan pada Muktamar tahun 2018 lalu.
Dr Prijo kala itu pernah memanggil Terawan untuk disidang dan memberi klarifikasi tentang metode 'cuci otak', namun Terawan tak pernah datang.
Advertisement
Barulah tanggal 25 Maret 2022 kemarin, Mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu melalui sidang pleno Muktamar IDI Ke-31 di Aceh ditetapkan pemberhentian tetap atas rekomendasi dari sidang khusus MKEK.
"Apa yang dilakukan dalam Muktamar kemarin itu tidak serta merta, tapi juga merupakan proses panjang. Dalam Muktamar Samarinda 2018 ada satu putusan bahwa untuk kasus sejawat dr Terawan ini kalau tidak ada indikasi itikad baik, mungkin bisa diberikan pemberatan untuk sanksinya," begitu kata Ketua MKEK, dr Djoko Widyarto dalam konferensi pers di Kantor IDI, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2022).
MKEK memang punya kewenangan penuh untuk melakukan pemeriksaan, memproses, dan memberikan rekomendasi atau usul pemberhentian tetap anggota IDI yang dinilai melanggar etik kedokteran. Keberadaan MKEK independen dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.
Tak Ada Nuansa Politis
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI, dr Adib Khumaidi menegaskan, pemberhentian tetap keanggotaan dr Terawan dari IDI adalah rekomendasi dari sidang khusus MKEK yang kemudian disahkan dalam pleno Muktamar IDI di Aceh lalu.
"Itu keputusan MKEK yang kemudian diberikan amanah kepada muktamar yang termuat dalam sebuah surat ketetapan. Kemudian surat itu diserahkan kepada pengurus IDI yang baru.
Dr Adib pun membantah adanya pendapat bahwa pencabutan keanggotan dr Terawan ini bernuansa politis dengan dalih menunggu selesainya jabatan dr Terawan dari kursi menteri. Ia menegaskan bahwa jabatan menteri adalah hak prerogatif presiden. I
a pula membantah keputusan Muktamar ini karena inisiatif pembuatan Vaksin Nusantara yang digagas dr Terawan. Menurutnya, IDI tidak punya kewenangan menentukan layak tidaknya vaksin yang digunakan. Justru kewewenang itu ada pada lembaga-lembaga lain seperti BPOM.
Terakhir, dr Adib pun merespon positif soal inaisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menuntaskan persoalan yang berlarut ini. Ia pun memastikan bahwa IDI mendukung Menkes untuk membuka ruang mediasi dan menjembatani komunikasi antara MKEK dengan dr Terawan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement