Kilas Balik Kasus Munarman, Sejak Penangkapan hingga Tuntutan

Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman akan menghadapi sidang vonis atas kasus terorisme yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (6/4/2022).

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Apr 2022, 10:59 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2022, 10:59 WIB
FOTO: FPI Bantah Tudingan Penyerangan Terhadap Polisi
Sekretaris Umum FPI Munarman memberikan keterangan terkait aksi penyerangan terhadap polisi oleh Laskar FPI di Petamburan III, Jakarta, Senin (7/12/2020). Munarman menegaskan, tidak ada insiden tembak menembak antara Laskar FPI dan polisi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman akan menghadapi sidang vonis atas kasus terorisme yang menjeratnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (6/4/2022).

Kasus terorisme yang melibatkan Munarman ini terungkap ke publik pada akhir April 2021. Saat itu, melalui operasi senyapnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menggelandang Munarman. Dia ditangkap di kediamannya Perumahan Modern Hills, Kelurahan Cinangka, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan.

Penangkapan tersebut menjadi perhatian publik. Sebab, Munarman ditangkap atas dugaan terlibat dalam aksi terorisme.

Proses pemberkasannya pun berlangsung beberapa bulan. Hingga akhirnya, delapan bulan setelah penangkapan itu, tepatnya pada Rabu 1 Desember 2021, Munarman menjalani sidang perdana.

Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Munarman dengan Pasal 13, 14, 15 dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pasal 13 berbunyi, "Setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun."

Pasal 14 mengatur, "Setiap orang yang dengan sengaja menghasut orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 , Pasal 10A, Pasal 12, Pasal 12A, dan Pasal 12B, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun.”

Pasal 15 berisi, "Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme."

Usai menguraikan sejumlah fakta persidangan dan mendengarkan keterangan para saksi serta ahli, JPU pun memohonkan tuntutan delapan tahun kurungan penjara kepada majelis hakim.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Munarman. Oleh karena itu dengan pidana penjara selama delapan tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dan Terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata Jaksa Penuntut Umum, Senin (14/3/2022).

Pada hari ini, Rabu (6/4/2022), majelis hakim akan mengetuk palu atas vonis untuk Munarman.

"Sidang (vonis) hari ini, sekitar pukul 09.00 WIB," singkat Tim Kuasa Hukum Munarman, Azis Yanuar saat dihubungi.

 

Beragam Keterangan Saksi soal Kehadiran Munarman Saat Baiat

Sebelumnya, dalam dakwaan sudah dijelaskan, Munarman diduga terlibat dalam sejumlah acara baiat yang berlangsung di beberapa tempat. Sejumlah saksi pun menuturkan soal acara baiat ini.

Salah satunya mantan terduga anggota teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Ahmad Aulia atau AA yang menjadi saksi dalam sidang 2 Februari 2022.

Adapun sosok AA sempat viral usai video pengakuannya membenarkan telah berbaiat kepada kelompok teroris Negara Islam dan Suriah (ISIS) pimpinan Abu Bakr Al-Baghdadi. AA beralasan mengikuti baiat berkedok seminar di Makassar karena kehadiran Munarman.

"Motivasi saya mengikuti seminar tersebut, karena hadirnya sosok Munarman yang pada saat itu Pembesar FPI Pusat, sehingga saya tertarik menghadiri acara tersebut. Dan dihadiri juga Ustaz Fauzan Al Anshory dan Ustadz Basri pada saat itu," kata AA saat sidang di PN Jakarta Timur.

Menurut dia, usai mendengarkan ceramah dari para pemateri termasuk terdakwa Munarman, muncul semangat untuk mewujudkan Daulah Islamiah atau Syariat Islam di Indonesia.

"Setelah saya mendengarkan seminar pada saat itu, muncullah giroh yang tinggi di hati saya untuk mempersiapkan Syariat Islam di Indonesia," ucapnya.

Ada saksi lain, A yang mengaku telah memiliki paham radikal sebelum gelaran acara baiat berkedok seminar di IAIN Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang, pada 5 April 2015 silam. Dalam acara itu, hadir terdakwa Eks Sekretaris Front Pembela Islam (FPI), Munarman.

Hal itu diakui A selaku pihak peserta yang hadir saat seminar bertema, Mengukur Bahaya ISIS di Indonesia setelah dicecar Munarman saat sidang terkait perkara dugaan tindak pidana terorisme, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin 7 Februari 2022.

"Bukan konyol, ini jawaban saudara, saya kasih tahu ya saudara A, jawaban saudara di BAP ini. Ini digiring untuk mengesankan bahwa saudara itu mendapat pengaruh dari saya," kata Munarman.

"Oh enggak," ujar A.

"Nah gitu loh," timpal Munarman.

"Baik ketemu Munarman, atau tidak ketemu Munarman saya sudah radikal," tegas A.

 

Saksi Meringankan

Penasihat hukum Munarman juga menghadirkan beberapa sosok tokoh seperti halnya Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer yang menilai jika mantan sekretaris Front Pembela Islam (FPI), Munarman bukanlah tersangka pelaku tindak pidana terorisme.

Demikian disampaikan Immanuel saat bersaksi sebagai saksi yang meringankan dalam kasus terorisme dengan terdakwa Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu 23 Februari 2022.

"Karena saya tidak memiliki keyakinan teman saya sebagai teroris," kata Immanuel.

Argumentasi tersebut disampaikan Immanuel dengan mengaitkan momen saat kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Reuni ke-212 yang digelar di Monas, Jakarta pada 2 Desember 2016. Menurut Immanuel, jika tuduhan teroris terhadap Munarman benar, mantan pimpinan FPI itu sempat menyerang Jokowi saat kejadian.

Menurut dia, persoalan hukum yang menjerat Munarman saat ini lebih banyak terkait dengan persoalan politik. Dia juga berasumsi jika Jokowi tidak terpilih pada Pilpres 2019, dialah yang akan terjerat masalah hukum.

"Saya pernah ditindas seperti ini. Mungkin kalau Presiden bukan Jokowi saya bisa diadili di sini. Jangan, jangan dihukum mati atau seumur hidup karena pandangan politik (Munarman)," ujar Immanuel.

Akademisi Rocky Gerung menilai penggunaan istilah radikal telah bergeser pemaknaan ketika dijadikan headline atau pokok berita. Menurut Rocky Gerung, istilah itu bergeser makna ketika masuk ke headline pemberitaan.

Hal itu dikatakan Rocky Gerung saat dihadirkan sebagai saksi A de Charge atau saksi meringankan kasus dugaan terorisme dengan terdakwa Munarman. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (2/3/2022).

"Istilah radikal jadi istilah yang dikonsumsi untuk jadi headline, itu istilah yang berbahaya sebetulnya," kata Rocky Gerung.

"Karena saya setiap kali masuk ruang kelas, saya bilang: kalau anda tidak berpikir radikal, keluar dari kelas saya. karena saya ingin ada debat radikal. Soal apa saja. Soal tuhan, kemanuasiaan, negara, segala macam, interpretasi hukum," sambungnya.

Oleh sebab itu, Rocky berpendapat ketika kata radikal dipergunakan sebagai headline pemberitaan telah membuat pergeseran makna. Di mana dulunya dipakai untuk mengaktifkan dialektis. Kini, orang-orang menjadi takut jadi radikal.

"Karena orang takut jadi radikal. Bahaya betul negara ini karena orang takut jadi radikal. Karena radikal itu justru memprovokasi kita untuk berpikir habis-habisan. Makanya kita dilarang berpikir habis-habisan," beber Rocky.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya