Liputan6.com, Jakarta Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming memberikan klarifikasi soal tuduhan terlibat dalam kasus gratifikasi peralihan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang pernah menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu ini membantah terlibat dalam perkara tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Melalui kuasa hukumnya, Irfan Idham menyatakan kabar soal Mardani terlibat dalam kasus yang terjadi 10 tahun yang lalu itu tidak benar dan tidak berdasar pada fakta hukum yang sedang berjalan.
"Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono selaku terdakwa adalah hubungan struktural Bupati dan Kepala Dinas sehingga bahasa 'memerintahkan' yang dikutip media dari Kuasa Hukum Bapak Dwidjono haruslah dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat termasuk pula permohonan atas IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)," ujar Irfan Idham, dalam keterangannya, Senin (11/4/2022).
Sebelumnya, Mardani disebut sebagai pihak yang memerintahkan eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo untuk pengalihan IUP tersebut. Dwijono menyebut demikian lewat surat yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kuasa hukumnya.
Dwidjono merupakan terdakwa dalam perkara yang masih bergulir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Menurut Irfan, kewajiban melaksanakan permohonan peralihan IUP PT PCN merupakan perintah undang-undang.
Berasumsi
Sehingga Irfan menegaskan sudah menjadi kewajiban bagi bupati dan kepala dinas saat itu untuk menindaklanjuti setiap permohonan serta surat yang masuk.
"Kalau pun dinilai ada kesalahan pada proses administrasi pelimpahan IUP, hal tersebut adalah tindakan Pejabat Administrasi Negara yang batu ujinya ada pada Peradilan Administrasi Negara dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Irfan.
Irfan menuturkan apa yang disampaikan kuasa hukum Dwidjono merupakan asumsi yang tidak memiliki basis fakta dan tidak berdasar hukum. Terlebih, perkara Dwidjono masih dalam status pemeriksaan dan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Sehingga, menurut Irfan, hal yang disampaikan oleh kuasa hukum Dwidjono adalah pernyataan yang telah mendahului proses hukum dan sangatlah tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Banjarmasin.
"Bahwa perlu kami sampaikan kasus yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin adalah kasus yang bersumber dari laporan PPATK terkait gratifikasi dan TPPU yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Bapak Mardani Haji Maming karena pertanggungjawabannya adalah murni pertanggungjawaban bapak Dwijono yang saat ini adalah merupakan terdakwa di Pengadilan Tipikor Banjarmasin,” kata Ifran.
Diketahui, Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, sempat memanggil Mardani H. Maming untuk diperiksa sebagai saksi kasus gratifikasi izin tambang. Namun Mardani tak hadir dalam persidangan Senin, 28 Maret 2022.
Kasus ini terkait korporasi batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) 2010. Pemanggilan Mardani sebagai saksi kali ini dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu.
Advertisement
Tak Hadir
Sebelumnya, Bendahara Umum PBNU, Mardani Maming, kembali tidak hadir dalam sidang kasus dugaan suap izin lahan tambang di Tanah Bumbu, Kalimatan Selatan (Kalsel) yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalsel, Senin, (4/4/2022). Mardani dikabarkan sedang sakit.
Menurut jadwal persidangan, Eks Bupati Tanah Bumbu ini sedianya hadir sebagai saksi untuk terdakwa eks Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Dengan ketidakhadirannya, hari ini, artinya Ketua Umum BPP HIPMI (2019-2022) tercatat sudah dua kali mangkir, setelah sebelumnya yang bersangkutan juga sudah dijadwalkan hadir pada 28 Maret 2022.
Sebagai informasi, dipanggilnya Mardani Maming sebagai saksi lantaran yang bersangkutan menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Menyoal ketidakhadiran saksi dalam sebuah persidangan, Dosen Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengatakan, seseorang bisa terancam sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 KUHP. Hal ini lantaran seseorang yang diminta bersaksi dalam persidangan tidak menunaikan kewajiban yang diminta pengadilan.
"Saksi bisa dikenakan ancamanan sanksi pidana sebagaimana pasal 224 KUHP," kata Azmi saat dikonfirmasi terpisah melalui keterangan diterima.