Kejagung Tak Langsung Tahan 3 Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemhan

Kejagung berdalih sikap ketiga tersangka yang kooperatif dalam proses penyelesaian kasus membuat penyidik tidak khawatir mereka berupaya melarikan diri.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Jun 2022, 14:28 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2022, 14:24 WIB
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Gedung Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

 

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012 sampai dengan 2021. Meski begitu, penyidik tidak langsung menahan ketiganya.

Mereka adalah Laksamana Muda Purnawirawan Agus Purwoto (AP) selaku Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemhan periode Desember 2013-Agustus 2016, Soerya Cipta Witoelar (SCW) selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kesuma (DNK) dan Arifin Wiguna (AW) selaku Komisaris Utama PT Dini Nusa Kesuma.

"Untuk penahanan tadi belum karena yang bersangkutan masih kooperatif dan suatu saat bisa saja, kalau misalnya dalam pemanggilan-pemanggilan berikutnya misalnya tidak kooperatif, itu bisa saja dilakukan (penahanan). Bergantung pada kebutuhan penyidik," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (15/6/2022).

Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung Edy Imran menambahkan, sikap ketiga tersangka yang kooperatif dalam proses penyelesaian kasus membuat penyidik tidak khawatir mereka berupaya melarikan diri.

"Kami sudah cekal juga AP dan lain sebagainya," ujar Edy.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012 sampai dengan 2021. Mereka pun memiliki peran masing-masing dalam perkara tersebut.

"Tersangka Laksamana Muda (Purn) AP bersama-sama dengan tersangka SCW dan tersangka AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan," tutur Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung Edy Imran di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (15/6/2022).

Menurut Edy, ketiganya melaksanakan proyek satelit tanpa adanya Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan (Menhan), dalam hal penunjukan langsung kegiatan sewa satelit. Kegiatan ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menteri Pertahanan.

"Tidak dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan (TEP), tidak ada penetapan pemenang oleh Menteri Pertahanan selaku Pengguna Anggaran setelah melalui evaluasi dari TEP," jelas dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Spesifikasi Satelit Tidak Sama

Kemudian tidak ketinggalan soal kontrak yang ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan dimaksud, kontrak tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli, kontrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan, dan kontrak tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat atau menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis.

"Tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan, spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya yakni satelit Garuda, sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat," kata Edy.

Dalam proses penetapan tiga tersangka, lanjut Edy, Tim Penyidik Koneksitas telah melakukan penggeledahan terhadap dua perusahaan swasta, dalam hal ini Kantor PT DNK di kawasan Prapanca Jakarta Selatan, Panin Tower Lantai 18A kawasan Senayan City Jakarta Pusat, dan satu unit apartemen yang merupakan tempat tinggal dari SCW selaku Direktur Utama PT DNK.

"Serta mengumpulkan barang bukti termasuk barang bukti surat dan barang bukti elektronik, di mana dengan bukti tersebut telah diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka tersebut," kata Edy.

Edy merinci, perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara, antara lain pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp480.324.374.442, pembayaran konsultan sebesar Rp20.255.408.347, sehingga total keseluruhan berjumlah Rp500.579.782.789.

"Yang telah dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP," jelas dia.

 

Intens Koordinasi dengan BPKB

Lebih lanjut, kata Edy, Tim Penyidik Koneksitas juga secara intens melakukan koordinasi dengan BPKP untuk menentukan unsur-unsur yang memenuhi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kemhan tahun 2012 sampai dengan 2021.

"Hasil audit BPKP telah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu audit internal, audit atas tujuan tertentu, dan audit investigasi di mana dari hasil pemeriksaan keterangan para saksi secara maraton serta alat bukti lainnya, baik berupa dokumen, surat, rekaman video, rekaman suara serta alat bukti lainnya, terdapat unsur-unsur yang kuat dan meyakinkan patut diduga bahwa telah terjadi kerugian negara dalam proses pengadaan dan sewa Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur tersebut," Edy menandaskan.

Sebelumnya, Kejagung menyatakan negara mengalami kerugian Rp 500 miliar lebih terkait dugaan perkara proyek pembuat dan penandatangan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemhan pada 2015-2016.

"Jadi indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor, ini kita perkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah saat konpers, Jumat 14 Januari 2022.

Ia menjelaskan, jumlah Rp 500 miliar dari proyek satelit Kemhan tersebut diperuntukkan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp18,5 miliar. Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar.

"Nah ini yang masih kita sebut potensi ya, karena ini masih berlangsung dan kita melihat bahwa timbulnya kerugian atau pun potensi sebagaimana tadi yang disampaikan di persidangan Arbitrase ini," jelasnya.

"Karena memang ada kejahatan yang kualifikasinya ketika ekspose dilakukan, ini masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," sambungnya.

 

Peneken Kontrak Diminta Bertanggung Jawab

Menko Polhukam Mahfud Md meminta agar pembuat dan penandatangan kontrak proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016 bertanggung jawab. Hal itu karena belum ada kewenangan negara di dalam APBN dalam pengadaan satelit.

"Yang bertanggung jawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu," katanya dalam konferensi pers, Kamis (13/1/2022).

Mahfud juga mengakui telah memberitahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan pelanggaran hukum tersebut. Jokowi pun meminta kepada Mahfud untuk menuntaskan kasus tersebut.

"Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," kata Mahfud.

Tidak hanya itu, dia juga sudah sempat membahas terkait hal itu bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kemudian Mahfud pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab terkait hal itu.

"Karena kalau ada sesuatu pelanggaran hukum dari sebuah kontrak kalau kita harus membayar itu kita harus lawan," ungkapnya.

Mahfud meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti masalah tersebut secara serius. Sebab, bukan tidak mungkin empat perusahaan lain, Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat juga mengajukan gugatan yang sama.

"Karena itu pemerintah akan meminta Kejaksaan Agung menerus apa yang telah dilakukan. Kami mohon Kejaksaan Agung mempercepat. Daripada tagihan-tagihan kita tidak punya alat. Maka kita segera konfirmasi maka yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung Sudah benar di dalam seluruh proses pemeriksaan," bebernya.

Sebab kata dia tidak menutup kemungkinan negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat. Mahfud pun berharap agar segera diselesaikan sehingga negara tidak perlu membayar kontrak yang belum jelas asalnya.

"Sehingga banyak sekali ini beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," pungkasnya.

INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya