Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos) masih terus berjalan.
Dalam penyelidikan ini, KPK tengah mencari unsur kerugian keuangan negara yang dilakukan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Advertisement
Baca Juga
"Kegiatan penyelidikan masih berjalan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (1/8/2022).
Advertisement
Diketahui, Pasal 2 ayat 1 berbunyi 'Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun'.
Sementara pada pasal 2 ayat 2 disebutkan, 'Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan'.
Sementara Pasal 3 yakni 'Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan pihaknya tengah mengembangkan kasus korupsi bansos penanganan pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).
Menurut Alex, pengembangan dilakukan berdasarkan alat bukti dalam persidangan perkara yang membuat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara divonis 12 tahun penjara.
"Sejauh ini pengembangannya masih dalam proses penyelidikan. Ada penyeledikannya untuk menindaklanjati fakta-fakta di persidangan," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021).
Nilai Paket Tidak Sesuai
Alex menyebut, pihaknya banyak menerima informasi dari masyarakat soal nilai paket yang tak sesuai dengan ketentuan. Alex menyebut tim penyelidik tengah koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita juga menggandeng BPKP untuk mengaudit investagasi untuk penyaluran bansos tersebut," kata Alex.
Alex mengatakan, pihaknya sudah mengantongi nama-nama oknum yang diduga turut bermain dalam rasuah bansos Covid-19. Hanya saja, pihaknya masih mendalami dan menemukan bukti lanjutan untuk menaikkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan.
"Nanti misalnya bukti-bukti sudah cukip kuat, nanti akan di ekspose ke pimpinan dan akan di tetapkan menjadi tersangka. Ada kegiatan penyelidikan untuk menindaklanjuti penyaluran bansos tersebut tapi belum ke tahap penyidikan," kata Alex.
Advertisement
Vonis
Sebelumnya, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama 12 tahun kepada mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, terdakwa kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan 11 tahun jaksa KPK.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan ababila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 6 bulan," ujar Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/8/2021).
Hakim menyatakan Juliari bersalah melakukan tindak pidana suap pengadaan bansos Covid-19 secara bersama-sama. Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang penggati sebanyak Rp 14.597.450.000.
Cabut Hak Dipilih Jadi Pejabat Publik
"Dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dirampas dan apabila tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama 3 tahun," kata hakim.
Selain itu, majelis hakim juga mencabut hak politik Juliari Batubara untuk dipilih sebagai pejabat publik.
"Menjatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar hakim.
Advertisement