Liputan6.com, Jakarta - Lima hari setelah kasus kematian Brigadir J yang disebut akibat adu tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, 8 Juli 2022, anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendatangi kantor mantan Kadiv Propam di Mabes Polri, Jakarta. Kehadiran LPSK tersebut untuk berkoordinasi terkait tewasnya sang ajudan.
Dalam kunjungan itu, anggota LPSK tersebut disodorkan dua amplop tebal yang diduga berisi uang. Kabar ini telah dibenarkan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo.
"Itu bukan diduga, tapi memang terjadi," ujar Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi, Jumat 12 Agustus 2022.
Advertisement
Dia menuturkan, kejadian itu berlangsung pada 13 Juli 2022 lalu. Kala itu, setelah pertemuan selesai dilakukan, staf LPSK tiba-tiba menerima dua amplop tebal yang diduga dari orang suruhan Ferdy Sambo.
"Saya kurang tahu persis apakah ajudannya apakah stafnya, karena masih di kantor Pak Sambo di Propam," ungkap Hasto.
Baca Juga
Dia menduga bahwa isi amplop tebal tersebut adalah uang, namun pihaknya tidak membuka amplop tersebut dan langsung segera mengembalikannya. Sehingga dia mengaku tidak tahu nominal uang dalam amplop pemberian Ferdy Sambo tersebut.
"Langsung dikembalikan," tegas Hasto.
Dia menuturkan, pihaknya memang kerap dirayu dengan amplop yang serupa, kala menunaikan tugas di berbagai daerah. Terlebih bila yang tersangkut kasus berasal dari kalangan borjuis.
"LPSK sering melakukan investigasi di berbagai daerah, apalagi orangnya adalah orang mampu. Biasanya ada amplop-amplop kayak gitu (isinya berupa uang-red) tapi kita tolak untuk itu," tegasnya.
"Biasanya ada amplop-amplop kayak gitu tapi kita tolak untuk itu," imbuhnya.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tanggapan Pengacara Ferdy Sambo
Semantara Irwan Irawan selaku penasihat hukum Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawati menepis tudinganan pemberian amplop kepada perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Adapun LPSK menyebut orang suruhan Ferdy Sambo memberikan dua amplop coklat yang diduga berisi uang. Hal itu saat LPSK mengelar koordinasi dengan Ferdy Sambo terkait kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
"Sama sekali tidak ada peristiwa itu yang sebagaimana diceritakan," kata Irwan saat dihubungi, Jumat (12/8/2022).
Irwan menerangkan, penasihat hukum meragukan pernyataan dari pihak LPSK maupun Menko Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. Menurut dia, kalau pun ada seharusnya disebutkan juga siapa yang memberikan dan apa isinya.
"Diragukan karena dia kan harus menyebutkan tujuannya pemberian apa dan siapa yang memberikan gitu, siapa yang berikan, orangnya siapa dan kita tidak paham amplop itu isinya apa kemudian tujuan diberikan untuk apa," ujar dia.
Irwan mengatakan, rekannya Arman Hanis turut mendampingi Putri Candrawathi saat proses asesmen oleh tim LPSK berlangsung. Saat itu, disampaikan peristiwa itu tidak ada sama sekali."Kita tidak mengerti isu-isu amplop tersebut aku ditanya ini aku ini tidak paham apa isinya amplop itu dan siapa yg memberikan. Dan saat itu ada pengacara juga mendampingi menyatakan tidak ada gitu," ujar dia.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Ajukan Permohonan ke LPSK
Diketahui sehari setelah pertemuan tersebut, pada hari Kamis, 14 Juli 2022 istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Adapun Bareskrim Polri telah menetapkan empat tersangka kasus penembakan dan pembunuhan terhadap Brigadir J. Mereka adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Richard Eliezer alias Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus sopir Kuwat Ma'ruf alias KM, dan Brigadir RR alias Ricky Rizal.
Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Dari hasil pemeriksaan tim khusus, kata Kapolri, telah ditemukan bahwa tidak ada peristiwa tembak-menembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, tapi hanya penembakan terhadap Brigadir Yoshua yang mengakibatkan meninggal dunia.
Kapolri mengungkap bahwa penembakan dilakukan oleh Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu atas perintah atasannya, yakni Ferdy Sambo.
Listyo mengatakan, penembakan terhadap Brigadir Yoshua dengan menggunakan senjata milik Bharada Eliezer. Ferdy Sambo kemudian membuat skenario dengan menembakkan senjata milik Brigadir Yoshua ke dinding berkali-kali. Hal itu dilakukan untuk membuat kesan bahwa seolah-olah terjadi tembak-menembak antara Brigadir Yoshua dan Bharada Eliezer.
Pada kasus ini, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP. Sedangkan, Ferdy Sambo dan Brigadir RR dipersangkakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Adapun Bharada E adalah tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Kasus itu berawal dari adu tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Karena diduga Brigadir J melakukan pelecehan seksual ke Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.Â
Â