Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa kembali mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna. Agus bakal dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland atau Heli AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.
Agus diminta menghadap ke penyidik lembaga antirasuah pada hari ini, Kamis (15/9/2022).
"Informasi yang kami terima, tim penyidik sudah berkirim surat panggilan kedua kepada saksi Agus Supriatna, Purnawirawan TNI untuk hadir pada hari Kamis (15/9/2022) di Gedung Merah Putih KPK," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa, 13 September 2022 lalu.
Advertisement
Ali berharap mantan KSAU Agus Supriatna kooperatif memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Ali menyebut, panggilan pemeriksaan bisa dijadikan momen bagi Agus memberikan penjelasan kepada KPK.
"Kami meyakini, saksi dimaksud selaku warga negara yang baik akan taat memenuhi panggilan sebagai saksi oleh penegak hukum. Silakan hadir dan jelaskan di hadapan tim penyidik KPK jika memang merasa panggilan tidak sesuai dengan ketentuan UU," kata Ali.
Sebelumnya, KPK mengimbau agar dua saksi yang dipanggil pihaknya dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland atau Heli AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017 agar kooperatif memenuhi panggilan.
Adapun dua saksi yang dimaksud adalah mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna dan purnawirawan TNI Supriyanto Basuki.
"Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat 9 September 2022.
Ali mengatakan, lembaga antirasuah tersebut menjadwalkan pemeriksaan terhadap keduanya di Gedung KPK Jakarta pada Kamis, 8 September 2022.
Adapun yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).
"Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka," ucap Ali.
Â
Dugaan Korupsi Heli AW, KPK Menahan Jhon Irfan Kenway
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Irfan Kurnia Saleh (IKS) atau yang memiliki nama lain Jhon Irfan Kenway (JIK).
Diketahui Irfan merupakan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) yang sudah berstatus tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland (Heli AW-101) untuk TNI AU tahun 2016-2017.
"Berdasarkan hasil saksi dan bukti yang kita kumpulkan maka hari ini perkara dengan tersangka IKS atau JIK, tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap berupa penahanan 20 hari terhitung 24 Mei sampai 12 Juni 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 24 Mei 2022).
Dia menjelaskan, penahanan dilakukan usai bukti-bukti sudah cukup dikumpulkan. Selain itu, penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap 30 orang saksi.
"Akibat perbuatannya, tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 miliar dari niai kontrak Rp738,9 miliar," tegas Firli.
Dia memastikan, tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Diketahui, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menetapkan Irfan Kurnia Saleh (IKS) sebagai tersangka.
Terkait konstruksi perkara, KPK mengatakan PT DJM diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar.
Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT DJM menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar. Alhasil, terjadi kerugian negara yang diakibatkan oleh selisih dari angka tersebut.
Dalam kasus ini Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinisial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI juga menyita sejumlah uang sebesar Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Â
Advertisement
KPK Blokir Rekening Senilai Rp 139,4 Miliar Terkait Korupsi Heli AW-101
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir rekening bank PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) senilai Rp 139,4 miliar. Pemblokiran berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland (Heli AW 101) untuk TNI AU tahun 2016-2017.
"Dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017, tim penyidik KPK telah memblokir rekening bank PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) senilai Rp 139,4 miliar," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat 27 Mei 2022.
Ali memastikan pemblokiran rekening dilakukan tim penyidik sebagai langkah awal KPK menyita simpanan uang Irfan Kurnia Saleh, Direktur PT DJM yang dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Pemblokiran sebagai langkah sigap KPK untuk menyita simpanan uang tersangka, yang selanjutnya dapat dirampas untuk pemulihan kerugian keuangan negara, sesuai putusan pengadilan nantinya," kata Ali.
Ali mengatakan, dari pengadaan helikopter ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738, 9 miliar. Akibat pengadaan yang tidak sesuai spek kontrak tersebut, Helikopter menjadi tidak layak dipergunakan sebagaimana fungsi atau kebutuhan awalnya.
"Hal ini menunjukkan betapa korupsi sangat merugikan negara. KPK berharap pemblokiran rekening ini menjadi langkah awal, untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul dari dugaan tindak pidana ini," kata Ali.