Ternyata Matahari Pengaruhi Hujan Meteor di Bumi, Ini Penjelasannya

Namun, di balik keindahannya, hujan meteor ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor kosmik, termasuk aktivitas matahari.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 25 Apr 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2025, 05:00 WIB
Ilustrasi hujan meteor
Ilustrasi hujan meteor. (Photo by Austin Schmid on Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Hujan meteor merupakan fenomena langit yang terjadi ketika bumi melintasi jalur puing-puing yang ditinggalkan oleh komet atau asteroid. Saat puing-puing tersebut memasuki atmosfer bumi, mereka terbakar akibat gesekan dengan udara, menciptakan kilatan cahaya terang yang kita kenal sebagai meteor atau “bintang jatuh”.

Namun, di balik keindahannya, hujan meteor ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor kosmik, termasuk aktivitas matahari. Radiasi dan angin matahari, misalnya, dapat memengaruhi distribusi dan kepadatan partikel debu di sepanjang jalur orbit komet.

Melansir laman Popular Science pada Kamis (24/04/2025), radiasi dapat mendorong partikel-partikel kecil menjauh dari inti komet. Sementara itu, angin matahari dapat mengubah arah pergerakan debu tersebut.

Perubahan ini pada akhirnya memengaruhi intensitas serta waktu munculnya hujan meteor di Bumi. Salah satu contoh nyata adalah hujan meteor Lyrid yang terjadi setiap tahun sekitar tanggal 16 hingga 25 April.

Fenomena ini berasal dari sisa-sisa Komet Thatcher yang terdistribusi di sepanjang lintasan orbitnya. Meskipun lintasan orbit bumi cenderung konstan dan jalur debu komet telah terbentuk, intensitas hujan meteor Lyrid dari tahun ke tahun bisa bervariasi karena pengaruh aktivitas matahari yang memodifikasi distribusi partikel debunya.

Secara teori, hujan meteor dapat diprediksi dengan cukup akurat. Namun kenyataannya, prediksi tersebut menjadi rumit karena sistem tata surya tidak hanya terdiri dari bumi, matahari, dan satu komet saja.

Ada banyak benda lain, seperti planet, bulan, dan objek kecil lainnya, yang masing-masing memiliki gaya gravitasi dan saling memengaruhi. Tarikan gravitasi dari objek-objek ini dapat mengubah lintasan komet maupun debu yang ditinggalkannya, bahkan jika perubahan itu sangat kecil.

Dalam fisika, hal ini dikenal sebagai "masalah tiga benda" (three-body problem), yang menunjukkan bahwa ketika ada lebih dari dua benda yang saling tarik-menarik, sistem menjadi sangat kompleks dan sulit dihitung secara tepat. Contohnya, kita kerap menganggap bahwa bulan mengorbit bumi, padahal sejatinya bumi dan bulan saling mengorbit titik pusat massa bersama yang disebut barycenter.

Barycenter

Tidak hanya itu, seluruh tata surya memiliki barycenter sendiri, dan menariknya. Matahari pun tidak diam di tengah sistem, ia juga bergerak mengelilingi titik ini.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Icarus pada 13 April lalu mengungkap bahwa dua faktor penting kerap diabaikan dalam prediksi lintasan komet. Pertama, orbit komet terhadap barycenter dan gerakan matahari itu sendiri.

Ketika komet berada jauh dari matahari, pengaruh gravitasi terhadap komet lebih besar berasal dari pusat massa tata surya ketimbang dari matahari. Selain itu, asumsi bahwa matahari tidak bergerak justru mengabaikan dorongan gravitasi tambahan yang timbul akibat gerakan Matahari terhadap komet yang melintas cepat.

Gabungan dari kedua faktor ini dapat menghasilkan perubahan kecil namun signifikan dalam lintasan komet. Karena hujan meteor berasal dari jalur debu yang ditinggalkan komet, kesalahan dalam memperkirakan posisi komet berpotensi menyebabkan ketidakakuratan dalam prediksi waktu dan lokasi munculnya meteor.

Untuk mengatasi hal ini, para ilmuwan kini mengembangkan model prediksi baru yang mempertimbangkan gerakan Matahari serta pengaruh barycenter. Walaupun model ini masih merupakan penyederhanaan dari sistem yang sangat kompleks, hasilnya menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan pendekatan sebelumnya.

Model ini memberikan wawasan baru yang penting dalam memahami kapan dan di mana kita bisa menyaksikan keajaiban langit berikutnya, sebaran cahaya dari debu kosmik yang melintasi atmosfer, mengingatkan kita akan betapa dinamis dan saling terhubungnya semesta ini.

(Tifani

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya