Liputan6.com, Jakarta - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah menyaksikan hasil rekaman kamera Closed Circuit Television (CCTV) terkait tragedi Kanjuruhan. Khususnya rekaman yang berada di pintu 13.
"Saya sempet lihat rekaman CCTV kejadian, khususnya di pintu 13 mengerikan sekali. Jadi ya situasinya adalah pintu terbuka, tapi sangat kecil, yang itu harusnya pintu untuk masuk tapi terpaksa untuk keluar," kata Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan Nugroho Setiawan dalam tayangan YouTube Kemenko Polhukam RI, Senin (10/10/2022).
Nugroho menyebut, saat itu situasinya adalah para suporter berebut untuk keluar stadion akibat adanya gas air mata.
Advertisement
"Situasinya adalah orang itu berebut keluar, sementara sebagian sudah jatuh, pingsan, terhimpit, terinjak, karena efek dari gas air mata," sebutnya.
Baca Juga
"Nah, jadi ya miris sekali saya melihat detik-detik beberapa penonton yang tertumpuk dan meregang nyawa terekam sekali di CCTV," sambungnya.
Setelah melihat kejadian tersebut dalam CCTV, ia menegaskan, stadion kebanggaan warga Malang itu tidak dapat menggelar pertandingan yang dinilainya beresiko tinggi.
"Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk (resiko tinggi) match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa, jadi artinya high risk match kita harus buat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat," tegasnya.
"Jadi sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai," tambahnya.
Tak Ada Pintu Darurat
Selain itu, ia mengungkapkan, untuk Stadion Kanjuruhan tidak memiliki pintu darurat. Oleh karenanya, ia ingin agar adanya perbaikan terhadap stadion tersebut terutama pada struktur pintu.
"Kemudian juga untuk mempertimbangkan aspek akses seperti anak tangga, anak tangga ini kalau secara normatif dalam safety the split, ketinggian 18 centi, lebar tapak 30 centi. Ini tadi antara lebar tapak dengan ketinggian sama, rata-rata mendekati 30 centi," ungkapnya.
"Jadi intinya gini, kalau dengan ketinggian normal tadi tinggi 18, tapak lebar 30, ini kita berlari turun, berlari naik itu tidak ada kemungkinan jatuh. Kemudian lebar, lebar dari anak tangga ini juga tidak terlalu ideal untuk kondisi krodit, karena harus ada railing untuk pegangan. Nah railing juga sangat tidak terawat dengan sempit desakan yang sangat luar biasa, akhirnya railingnya patah dan itu juga yang termasuk melukai korban. Sementara itu kalau daei sisi infrastruktur," tutupnya.
Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com
Advertisement