Hak Jawab Pemkot Bekasi Terkait Kematian Sapi Diduga Over Dosis Vaksin

Berikut hak jawab dari Pemerintah Kota Bekasi yang diterima, Senin (7/11/2022), terkait berita "Sapi Petani di Bekasi Kejang-Kejang dan Mati, Diduga Over Dosis Vaksin".

oleh Bam Sinulingga diperbarui 17 Okt 2023, 10:17 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2022, 10:36 WIB
Sapi Mati Diduga Over Dosis Vaksin di Bekasi
Medik Veteriner (koordinator lab) Laboratorium Kesmavet, drh Rinto Sukoco dari B-Vet Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyambangi lokasi sapi yang diduga mati akibat over dosis vaksin di Kampung Cikunir, Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi (Foto: Liputan6.com / Bam Sinulingga)

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak dua ekor sapi Kupang milik Tami, petani sapi di Kampung Cikunir, RT 06 RW 03, Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, mati usai sepekan divaksin. Sang pemilik menduga kejadian ini akibat dosis vaksin yang berlebihan.

Tami mengatakan, ada empat sapi Kupang miliknya yang mendapat vaksin pada 17 Oktober 2022. Sepekan kemudian, tepatnya pada 24 Oktober 2022, sapi mulai menunjukkan gejala tak wajar. Sapi pertama lalu mati pada 26 Oktober 2022, dan menyusul sapi kedua pada 2 November 2022.

Menurut dia, kedua sapi yang mati sebelumnya mengalami gejala kejang-kejang dengan suhu tinggi dan mata memerah, hingga akhirnya ambruk. Sedangkan dua ekor lainnya sedang menunjukkan fase kritis.

Pada 4 November 2022, sapi Kupang ketiga milik Tami kembali mati dengan gejala serupa, sehingga menyisakan satu sapi yang masih kritis.

Tami curiga kondisi yang dialami sapi-sapinya disebabkan over dosis vaksin. Pasalnya, dosis vaksin yang diberikan kepada sapi Kupang yang hanya berbobot 100-150 kilogram, disamakan dengan dosis sapi limosin yang berbobot 300-500 kilogram.

Berita tersebut dimuat dengan judul Sapi Petani di Bekasi Kejang-Kejang dan Mati, Diduga Over Dosis Vaksin dan tayang pada 3 November 2022.

Berikut hak jawab dari Pemerintah Kota Bekasi yang diterima, Senin (7/11/2022):

Berdasarkan Siaran Pers dan Berita Acara Tindak Lanjut Laporan Peternak Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kota Bekasi Nomor: 524.3/500/PKH, Bagian Humas Setda Kota Bekasi dengan ini menyampaikan Hak Jawab sebagai berikut:

1. Pada tanggal 17 Oktober 2022, Tim Keswan DKPPP melaksanakan vaksinasi PMK terhadap 14 ekor dari 16 ekor sapi milik sdri. Nutami Tri Suliani yang berada di Kelurahan Mustika Sari, Kecamatan Mustika Jaya. 2 ekor tidak dapat divaksinasi karena diliarkan / tidak terpasang keluh sehingga tidak bisa dihandling;

2. Jenis Vaksin yang diberikan adalah dosis pertama vaksin PMK Inaktif merk Aftosa dengan dosis sebanyak 2 mil;

3. Berdasarkan keterangan pemilik, seluruh sapi dipindahkan menggunakan truk dari Kelurahan Mustikasari, Kecamatan Mustikajaya, ke Kelurahan Jaka Mulya, Kecamatan Bekasi Selatan, pada hari Senin siang tanggal 17 Oktober 2022 setelah divaksin yang kemungkinan dapat menyebabkan stres akibat proses penanganan selama pemuatan sapi ke atas truk, selama perjalanan dan stres pada saat penurunan sapi dari truk;

4. Proses pemindahan sapi yang dilakukan ini tidak dikomunikasikan dengan tim DKPPP, informasi mengenai pemindahan sapi, informasi mengenai pemindahan sapi baru diketahui oleh Tim DKPPP pada tanggal 25 Oktober 2022;

5. Di kandang Jatimulya terdapat sapi PO simmetal dan limosin, sapi dari Mustika Jaya, hal ini kemungkinan besar juga menyebabkan stres karena perubahan lingkungan kandang;

6. Pada hari Selasa 25 Oktober 2022 malam sebanyak 1 (satu) ekor sapi yang telah divaksinasi dilaporkan mengalami ambruk dan dilakukan pemotongan di kandang Jaka Mulya pada hari Rabu 26 Oktober 2022 pagi. Organ dan karkas sapi yang dipotong tidak diperiksa oleh dokter hewan;

7. Pada hari Rabu 26 oktober 2022 pukul 10.00 WIB Tim Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Bekasi mendatangi kandang Jaka Mulya untuk melakukan pengecekan pada populasi sapi. Dilakukan pemeriksaan suhu secara sampling dan didapatkan informasi bahwa suhu tubuh sapi normal (36,9°C) dan tidak ditemukan sapi yang menunjukkan gejala sakit. Tim hanya melaksanakan pemberian vitamin pada 1 ekor sapi;

8. Pada hari Rabu 2 November 2022 pemilik melaporkan bahwa satu ekor sapi di kandang menunjukkan gejala yang mirip dengan sapi yang sebelumnya ambruk. Pemilik kemudian melakukan penyuntikan antibiotik dan vitamin atas pertimbangannya sendiri tanpa pengawasan dokter hewan. Sore hari, sapi mengalami ambruk dan kejang kemudian dipotong di kandang tanpa pemeriksaan organ dan karkas oleh dokter hewan;

9. Pada hari Kamis 3 November 2022 Tim Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Bekasi mendatangi kembali kandang di jakamulya untuk melakukan pemeriksaan populasi dan didapatkan hasil temuan sebagai berikut:

a. Sebanyak 2 (dua) ekor sapi dipindahkan dari dalam kandang oleh pemilik karena dinilai mengalami penurunan kondisi;b. Kedua sapi tersebut mengalami demam (suhu >39°C) dan kebengkakan kelenjar getah bening yang terletak di belakang rahang bawah dan depan bahu;c. Salah satu dari sapi Bali yang dipisahkan mengeluarkan kotoran/feses cair dan berdarah. Pada bibir dan hidung tidak ditemukan lesio berupa luka atau lepuh;d. Dari 7 ekor sapi Bali/Kupang, 4 ekor menunjukkan gejala sakit;e. Sapi selain sapi Bali tidak menunjukkan adanya gejala penyakit;

 

Selanjutnya

10. Dari kronologis tersebut, DKPPP telah melaksanakan koordinasi dengan Balai Veteriner Subang untuk melaksanakan investigasi atas dugaan penyebab sakitnya sapi karena over dosis vaksin PMK. Pada tanggal 5 November 2022 timkeswan dkpp dan tim dari Balai Veteriner Subang mendatangi lokasi dan menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Dugaan sapi sakit karena over dosis vaksin tidak dapat dibenarkan karena dosis yang diberikan sudah sesuai ketentuan yaitu sebanyak 2 ml untuk sapi (etiket vaksin terlampir);b. Jenis vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif yaitu vaksin yang mengandung virus PMK yang sudah dimatikan. Virus PMK pada vaksin sudah tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang biak sehingga vaksin tidak menyebabkan penyakit dalam tubuh hewan yang divaksinasi namun masih bersifat imunogenik/mampu menggertak/merangsang pembentukan antibodi;c. Vaksin inaktif yang dipergunakan memiliki keuntungan yaitu tingkat protektivitas (perlindungan) yang baik. Setelah diaplikasikan ke tubuh hewan maka vaksin akan dilepas perlahan-lahan sehingga titer antibodi akan bertahan lebih lama dibandingkan vaksin aktif, aman karena tidak memiliki resiko menjadi patogen atau menyebabkan hewan terinfeksi oleh virus vaksin;d. Bahwa dosis vaksin tidak terkait berat badan tetapi terkait konsentrasi kandungan virus yang mampu menggertak kekebalan tubuh atau antibodi secara optimal;e. Pabrik vaksin secara otomatis sudah melakukan penelitian volume optimal (analog dengan jumlah virus yang diinjeksikan) dan uji-uji standar persyaratan vaksin yang lain sehingga produk vaksinnya dapat lolos uji sertifikasi sehingga layak dan memperoleh izin edar;f. Cara aplikasi vaksin yang dilakukan sudah sesuai ketentuan yaitu diberikan melalui injeksi Intra muskular (IM);g. Bahwa penyakit yang menjadi masalah utama dalam budidaya sapi Bali tidak hanya PMK, banyak penyakit yang memiliki gejala menyerupai PMK antara lain:

MCF atau ingus jahat

Penyakit jembrana

Bovine Ephemeral Fever (BEF)

Diare ganas menular

Berak darah

Parasit darah

Penyakit bali/bali ziekte

Cacingan

11. Sehingga untuk menentukan penyebab penyakit sapi tersebut memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Namun karena pemilik beranggapan bahwa sapi yang sakit sudah mati, maka pengambilan sampel pada sapi yang sehat dianggap tidak mewakili, maka pengambilan sampel tidak jadi dilaksanakan;

12. Di kandang Mustikasari terdapat domba yang dipelihara bersama dengan sapi. Hal ini sebenarnya tidak boleh dilakukan karena domba adalah sebagai carrier atau pembawa penyakit pada sapi;

13. Sampai saat ini tidak ada obat yang efektif untuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Cara utama untuk mengendalikan penyakit virus adalah melalui pencegahan dengan vaksinasi dan penerapan biosecurity yang baik di lingkungan peternakan;

14. Pemotongan ternak sakit seharusnya dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang atau petugas kesehatan hewan. Seluruh Jaringan yang mengalami perubahan/menyimpang dari normal diafkir. Sisa hasil pemotongan harus dimusnahkan dengan dibakar dan dikubur;

15. Pemberian kompensasi atau bantuan ternak sesuai keputusan Menteri Pertanian Nomor 518 Tahun 2002 tentang Pemberian Kompensasi dan Bantuan Dalam Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:a. Penerima bantuan adalah orang perseorangan atau peternak yang memenuhi persyaratan administratif dan kriteria hewan;b. Persyaratan administrasi:

 

Kematian ternak dilaporkan ke ISIKHNAS

Kematian ternak dilaporkan ke ISIKHNAS

Disertai visum at repertum/ surat keterangan kematian yang ditandatangani oleh dokter hewan berwenang (untuk ternak mati) atau tes dan slaughter ( surat keterangan pemotongan bersyarat)

c. Kriteria hewan:

Ternak yang diberikan bantuan adalah ternak yang mati tertular PMK atau ternak tertular PMK yang dikenai tindakan pemotongan bersyarat dan dilaporkan ke ISIKHNAS

Ternak yang tidak dilaporkan ke ISIKHNAS tidak dapat diberikan bantuan

Ternak yang mati atau dipotong bersyarat setelah dilaporkan sembuh ke ISIKHNAS tidak dapat diberikan bantuan

Ternak yang mati pasca vaksinasi PMK tidak dapat diberikan bantuan kecuali telah dilaporkan kasus sakit dan matinya akibat PMK ke ISIKHNAS

Ternak milik pedagang yang dilaporkan sakit dan sembuh setelah dilakukan pengobatan kemudian dijual dan dipotong tidak dapat diberikan bantuan

Ternak milik pedagang hewan kurban yang ternaknya dijual pada saat Hari Raya Idul Adha tidak dapat diberikan bantuan

Untuk mendukung hak jawab kami ini, terlampir hasil investigasi dari Tim Balai Veteriner Subang.

Demikian hak jawab dibuat untuk ditindaklanjuti, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Plt Kepala Bagian Humas Setda Kota Bekasi selaku Koordinator PLID, Indah Setiyawati, S Sos, M.A

Laporan Investigasi Kematian Sapi Bali di Kota Bekasi Tanggal 5 November 2022 Balai Veteriner Subang

1. Pendahuluan

Informasi terkait kematian sapi bali di Kota Bekasi disampaikan ke Balai Veteriner Subang pada tanggal 5 November 2022. Terkait hal ini Balai Veteriner menurunkan tim untuk melakukan pemeriksaan di lapangan, antara lain:

drh. Rinto Sukoco, M.Sc

drh. Dwi Nanang Wicaksana

Eka Mahfudin, S.st

Dodi Kondiana

2. Materi Peralatan dan bahan yang disiapkan dalam investigasi ini adalah box pendingin, box peralatan, satu set alat nekropsi, vakutainer, tabung serum, tabung EDTA, gunting, pinset, Viral Transport Medium, alkohol, plastik dan kapas.

3. Hasil dan PengamatanA. Koordinasi BVet Subang dilakukan dengan drh Sari, drh Yudi dan drh Asri dari DKPPP. Tim Bvet dan dinas langsung bertemu dengan sang pemilik di kandang. Tim menunggu kedatangan Bu Tami kurang lebih 45 menit. Tidak lama setelah tim bertemu dengan Bu Tami, Saudara Bang Sinulingga wartawan dari Liputan 6 datang bersama rekannya. Diskusi dan konfirmasi terkait berita yang beredar dilakukan bersama pemilik ternak.

Berdasarkan keterangan pemilik, kondisi kandang dan ternak di kandang ternak Kelurahan Mustikasari Kecamatan Mustika Jaya sebelum sapi dipindahkan ke kelurahan jakamulya Kecamatan Bekasi Selatan:

Jenis hewan lain yang dipelihara adalah domba. Informasi dari Bu Tami, domba sudah dipisahkan dan hanya bersifat trading sehingga domba tidak akan lama berada di lokasi.

Pemindahan dilakukan karena masa sewa kandang sudah selesai.

Berdasarkan informasi Bu Tami sapi yang dipindahkan ada 16 ekor yang terdiri dari 9 ekor sapi silangan dan 7 ekor sapi Bali.

Pada saat tim ke lapangan masih ada 3 ekor sapi Bali dari 7 ekor sebelumnya (sisa dari 4 ekor yang disembelih)

B. Beberapa pandangan Bu Tami terkait kasus ini antara lain:• Sapi yang sakit sudah mati dan yang tersisa adalah sapi sehat sehingga pengambilan sampel kemungkinan tidak mewakili• Kematian disebabkan karena vaksin PMK yang over dosis karena sapi yang berukuran besar dan berukuran kecil mendapatkandosis yang sama.• Tiga ekor sapi yang mati, pemberian vaksinnya dilakukan di otot leher (musculus cervicalis) sedangkan yang masih hidup dilakukan di pantat. Menurut Bu Tami, pemberian di otot bagian pantat (musculus gluteal) lebih bagus. Pada bagian otot leher terlalu berisiko terkena syaraf dan urat lain• Vaksin yang diberikan tanggal 17 oktober 2022 masih ada sisa, Bu Tami berpikir bahwa vaksin tidak terserap, beliaumenganalogikan dengan obat/ vitamin injeksi yang biasa diberikan• Kasus demikian juga ditemukan pada peternak lain, sehingga menurut beliau, perlu ada koreksi terkait dosis obat dan aplikasi lokasi injeksi yang lebih baik.

C. Pembahasan Kematian sapi milik Bu Tami bisa disebabkan oleh kasus/ penyakit lain. Informasi keberadaan domba di kandang pertama sebelum dipindahkan, juga bisa memicu timbulnya penyakit yang sensitif pada sapi bali. Dugaan pemilik yang menyampaikan bahwa sapi mati karena pemberian vaksin PMK dan over dosis, mungkin kurang tepat. Hal ini mengingat pelaksanaan vaksin dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2022 dan gejaja klinis yang muncul pada tanggal 24 Oktober 2022 tidak seperti PMK. Tim sudah menjelaskan bahwa reaksi vaksin umumnya akan muncul setelah vaksin kurang lebih 24 jam dan akan kembali pulih dalam waktu dua hari dengan penanganan dan pemberian pakan yang baik (Zhang et al., 2018). Setelahitu, tubuh akan menyesuaikan dengan keberadaan vaksin dan respon kekebalan akan mulai bekerja. Selain itu, rentang waktu yang cukup jauh antara tanggal 17 sampai dengan 24 Oktober 2022.Pemberian vaksin dan dosis vaksin oleh petugas sesuai dengan saran pemberian pada leaflet vaksin. Pemberian bisa diberikan secara intramuscular/subcutan dengan dosis 2 ml untuk sapi dan 1 ml untuk domba seperti pada Gambar 5. Penelitian terkait dosis optimum vaksin PMK sebanyak 2 ml pada ternak sapi tidak menimbulkan efek/reaksi post vaksin yang nyata pada hewan ternak (Peta et al.,2021). Keberadaan vaksin PMK yang masih ada ditempat injeksi karena vaksin PMK adalah killed vaccine/vaksin inaktif. Vaksin live biasanya dibuat dari virus yang dilemahkan sedangkan killed vaccine terbuat dari bagian virus yang dibutuhkan untuk merangsang kekebalan. Vaksin killed vaccine ditambah dengan oil adjuvant sehingga penyerapan akan lebih lama. Setelah diaplikasikan ke tubuh hewan maka vaksin akan dilepas perlahan-lahan sehingga titer antibodi akan bertahan lebih lama dibandingkan vaksin aktif. Vaksin killed vaccine juga aman karena tidak memiliki resiko menjadi patogen atau menyebabkan hewan terinfeksi oleh virus vaksin.

Dosis vaksin tidak terkait berat badan tetapi terkait konsentrasi kandungan virus yang mampu menggertak kekebalan tubuh (antibodi) secara optimal. Pabrik vaksin sudah melakukan penelitian volume optimal (analog dengan jumlah virus yang diinjeksikan) dan juga telah melakukan uji uji standar persyaratan vaksin lain sehingga produk vaksinnya dapat lolos uji sertifikasi sehingga layak dan memperoleh izin edar. Sebagai contoh pada vaksin covid-19, selama merek vaksin yang sama, dosis anak remaja dan dewasa juga sama. Perbedaan dosis vaksin pada sapi kambing domba dan babi berbeda disebabkan oleh nilai normal jumlah sel darah putih (sel penghasil zat kebal/antibodi) masing-masing spesies di atas berbeda-beda. Pabrik vaksin sudah meneliti kecukupan volume vaksin (analog dengan kecukupan jumlah virus) yang dapat menggertak antibodi kambing atau domba babi dan sapi monitoring pasca vaksinasi tetap terus dilakukan oleh petugas dan pemilik ternak (WHO, 2018).

Penyakit yang menjadi masalah utama dalam budidaya sapi Bali tidak hanya PMK, banyak penyakit yang memiliki gejala menyerupai PMK antara lain: MCF atau ingus jahat, penyakit jembrana, Bovine Ephemeral Fever (BEF), diare ganas menular berak darah parasit darah penyakit Bali dan cacingan. Penyakit Jembrana merupakan penyakit viral yang bersifat menular pada sapi Bali yang ditandai dengan demam peradangan selaput lendir mulut (stomatitis), pembesaran kelenjar limfa preskapularis, prefemoralis dan parotit, terkadang disertai keringat darah (blood sweating) (Direktorat Kesehatan Hewan, 2015).

Apabila terjadi kematian dengan gejala sakit perlu dilakukan lebih lanjut secara laboratoris. Pengambilan sampel pada saat ke lapangan tidak dilakukan karena sapi yang sakit sudah mati dan tersisa sapi yang sehat menurut pemilik. Balai veteriner Subang telah berkoordinasi dengan dinas dan pemilik ternak Apabila terjadi kematian dengan kasus yang sama agar dilakukan pengambilan sampel organ yang mengalami perubahan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

Kesimpulan dan Saran

4. Kesimpulan

Penyebab kematian belum dapat dipastikan. Pengambilan sampel akan dilakukan oleh dinas/Bvet Subang Apabila ada sapi mati untuk mengetahui penyebabnya.

Kematian sampai saat ini hanya terjadi pada sapi ras Bali sebanyak 4 ekor dari 7 ekor sapi Bali yang ada sebelumnya. 3 ekor yang tersisa adalah sapi Bali yang vaksin di pantat dan 2 ekor yang lari waktu akan divaksin. Sedangkan 9 sapi lainnya yang juga diberi vaksin PMK terdiri atas silangan dan PO tidak menunjukkan gejala sakit. Hal ini menunjukkan Ada kemungkinan bahwa penyebab kematian bukan karena vaksin PMK.

5. Saran

Peternak tidak memelihara atau menggembalakan secara bersamaan antara sapi atau kerbau dengan domba pada satu lokasi karena domba adalah sebagai carrier atau pembawa penyakit. Meningkatkan sanitasi lingkungan dan tata laksana pemeliharaan ternak.

Pemotongan ternak sakit seharusnya dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang atau petugas kesehatan hewan. Seluruh Jaringan yang mengalami perubahan atau menyimpang dari normal diafkir. Sisa hasil pemotongan harus dimusnahkan dengan dibakar dan dikubur.

Penerapan sanitasi dan biosekuriti di kandang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya