Ketua IDAI Sebut Hoaks Masih Jadi Tantangan Sukseskan Program Imunisasi di Indonesia

Maraknya hoaks dan misinformasi seputar imunisasi, masih menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan untuk mengkomunikasikan secara empatik agar upaya imunisasi lebih efektif.

oleh Hanz Jimenez Salim Diperbarui 09 Apr 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 21:00 WIB
Puluhan Siswa Sekolah Dasar Jalani Imunisasi Difteri Tetanus
Kegiatan ini diselenggarakan pada bulan Agustus serta November pada setiap tahunnya. (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus menggencarkan program imunisasi bagi anak-anak. Hal ini dilakukan agar mencegah anak-anak tertular penyakit berbahaya seperti polio hingga influenza.

Namun, ada sebagian masyarakat yang masih menolak vaksin bagi anak-anak mereka. Bahkan, sebagian dari mereka percaya terhadap hoaks terkait imunisasi dan vaksin daripada tenaga medis. Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia  (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso. 

Menurutnya, imunisasi bukan hanya persoalan medis, namun juga tentang keimanan, nilai, serta kemaslahatan, sehingga ilmu dan iman perlu disinergikan dalam upaya imunisasi guna menjaga anak yang merupakan amanah Tuhan.

"Nakes, penegak kesehatan yang pro-imunisasi, sering dianggap agen dari farmasi, agen dari asing. (Orang) lebih percaya terhadap hoaks daripada tenaga ahli. Tidak ada atau kurangnya jembatan antara ilmu medis dengan ilmu agama atau ilmu fikih, ilmu syariah, sehingga perlu pendekatan yang lebih mengedepankan adab dan keadilan," kata Piprim dalam webinar berjudul "Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat", sebagaimana dilansir dari Antara, Rabu (9/4/2025).

Dia menambahkan, maraknya hoaks dan misinformasi seputar imunisasi, seperti yang kerap disebarkan lewat berbagai grup WhatsApp semakin memperparah keadaan tersebut. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan untuk mengkomunikasikan secara empatik agar upaya imunisasi lebih efektif.

Menurutnya, publik yang tidak melakukan imunisasi seperti itu tidak seharusnya dimusuhi atau dijauhi, melainkan diedukasi tentang pentingnya vaksin dengan penuh kasih sayang dan empati.

"Islam itu mendukung ikhtiar kesehatan. Menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama syariah atau maqasid al-syariah. Imunisasi itu bentuk perlindungan terhadap nyawa, terutama anak-anak," ucap dia.

Piprim melanjutkan, Islam bukan agama yang menolak ilmu, tapi mendukung upaya menjaga kehidupan. Bahkan, katanya, berobat adalah sebuah perintah, karena Tuhan tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.

Dia menambahkan, Islam juga memperhatikan konteks, misalnya alternatif solusi terhadap situasi gawat darurat. Menurutnya, Islam fleksibel dan realistis, serta memprioritaskan kemaslahatan umat, seperti yang tertuang dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang vaksin.

"Kalau darurat tidak ada vaksin yang dapat label halal, itu boleh digunakan vaksin dengan unsur haram," katanya.

Dengan imunisasi, katanya, anak menjadi tidak rentan terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah yang berisiko menyebabkan kecacatan permanen, kematian, bahkan menjadi karier.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya