KemenPPPA Sesali Sikap Kampus Gunadarma Selesaikan Kasus Pelecehan Berujung Damai

Penanganan kasus pelecehan dalam lingkup kampus, seharusnya lebih mengedepankan penyelesaian secara hukum. Terlebih kasusnya merupakan pelecehan seksual, sehingga meminta Kampus Gunadarma mengambil langkah hukum.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Des 2022, 16:56 WIB
Diterbitkan 17 Des 2022, 16:56 WIB
Ady Anugrahadi/Liputan6.com
Universitas Gunadarma

 

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyangkan sikap dari Kampus Gunadarma yang membiarkan kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswinya berujung damai dengan pelaku.

"Prihatin dan sangat menyesali jika pihak kampus menyelesaikan kasus ini secara damai," kata Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan pada KemenPPPA, Margareth Robin Iche Maya Korwa saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (17/12/2022).

Pernyataan itu disampaikan Iche mengingat adanya aturan hukum UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan di lingkungan perguruan tinggi telah diatur Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Sehingga, Iche menilai penanganan kasus pelecehan dalam lingkup ruang universitas, seharusnya lebih mengedepankan penyelesaian perkara secara hukum. Terlebih kasusnya merupakan pelecehan seksual, sehingga meminta Kampus Gunadarma mengambil langkah hukum.

KemenPPPA mendorong penanganan kasus ini agar dituntaskan secara hukum demi tegaknya hukum yang adil dalam arti untuk memberikan efek jera dan mencegah adanya kasus lain," ujarnya.

Adapun jika kasus ini hendak diselesaikan dengan damai memerlukan syarat yang sangat tegas bagi pelaku dengan tetap mempertimbangkan kondisi dari korban kekerasan atau pelecehan seksual

“Tegasnya aturan hukum adalah terkait dengan bagaimana kesadaran dari pada pelaku pelecehan seksual, yang itu adalah khilaf dan hanya perbuatan sekali, lalu minta maaf dan tidak akan mengulangi lagi" jelasnya.

"Tapi pelaku harus benar-benar sadar dan mau mengikuti program rehabilitasi dan minta maaf bukan untuk membebaskan dirinya dari jeratan hukum. Tapi juga harus memperhatikan kondisi kejiwaan korban yang sudah pasti akan trauma dengan segampang itu pulih dari pengalaman buruk yang dialaminya sehingga perlu pendampingan bagi korban," tambah dia.

Sementara untuk penanganan perkara, Iche berharap bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan sepakat bahwa tidak ada toleransi sekecil apapun bagi segala bentuk kekerasan.

Oleh karena itu, pihak kampus atau institusi pendidikan harus bersikap tegas dengan memahami betul apa yang didelegasikan dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021. Karena telah sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban.

"Salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan dan tidak gagal paham dalam penerapan di lingkungan PT (Perguruan Tinggi) Gunadarma," imbau dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kasus Damai

Sebelumnya, Polisi menyebut kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, berakhir damai. Pelapor mencabut laporan yang ditujukan untuk Polres Metro Depok beberapa waktu lalu.

Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno mengatakan, pelapor mencabut laporannya pada Selasa (13/12) lalu. Dugaan pelecehan dialami tiga orang, tetapi laporan yang dilayangkan hanya satu.

"Hari Selasa siang dari pihak korban menyatakan untuk mencabut laporan, karena memaafkan pelaku. Kita fasilitasi dengan mediasi dari kedua belah pihak. Setelah kesepakatan bersama damai, pencabutan laporan akhirnya kita selesaikan dengan cara justice collaborator di Polres Depok di hari Selasa," kata Yogen kepada wartawan, Jumat (16/12).

Sementara, soal penyelidikan terkait kasus persekusi yang dialami mahasiswa pria di Kampus Gunadarma, Depok, Jawa Barat belum berlanjut. Karena belum ada laporan yang masuk terkait kasus tersebar dan viral di media sosial tersebut.

"Belum, karena belum ada laporan," ujar Yogen.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya