Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, angkat bicara soal kasus kekerasan seksual yang dilakukan residen Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Anestesi Unpad.
Ia menyayangkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang menimpa pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Mengingat, rumah sakit merupakan ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi setiap orang, termasuk perempuan.
Baca Juga
“Kejadian ini menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman bagi kita semua. Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual,” kata Arifah dalam keterangan pers, Jumat (11/4/2025).
Advertisement
Dia pun berjanji untuk mengawal proses hukum serta pemulihan korban sembari memastikan hak korban terpenuhi.
“Kami berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan pemulihan korban, serta memastikan hak-hak korban dipenuhi secara menyeluruh. Selain itu, kami juga mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan institusi pelayanan publik lainnya,” ujar Menteri PPPA di Jakarta.
Lebih lanjut, Arifah mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung dalam penanganan kasus ini.
“Pihak UPTD PPA telah memberikan layanan konseling dan pendampingan psikologis kepada korban kekerasan seksual dan melakukan koordinasi dengan Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung sehingga saat ini pelaku sudah ditahan,” ujarnya.
Ancaman Hukuman Tersangka
Menurut Arifah, tersangka dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.
Dia mendorong agar tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar memberikan efek jera. Terlebih, kekerasan seksual yang dialami oleh korban dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya.
“Ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa, atau mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian,” tutur Arifah.
Advertisement
Masyarakat Harus Berani Lapor
Arifah pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor.
Pelaporan bisa dilayangkan ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti:
- UPTD PPA;
- UPTD di bidang sosial;
- Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat; dan
- Kepolisian.
Pelaporan jadi langkah penting untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak. Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
Menteri PPPA Dukung Korban yang Berani Lapor
Arifah pun menyampaikan dukungannya pada korban dan keluarganya yang sudah berani melaporkan tindak kekerasan seksual ini.
“Kami mendukung korban dan keluarganya yang sudah berani melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan bentuk keberanian yang akan membuka jalan bagi korban lainnya untuk turut bersuara.”
“Kita semua, sebagai bangsa, bertanggung jawab untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terulang dan korban mendapatkan keadilan serta ruang pemulihan yang layak,” pungkasnya.
Advertisement
