Â
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menegaskan jika kasus pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Universitas Gunadarma oleh pelaku sesama rekan mahasiwanya tidak bisa diselesaikan dengan jalur damai
"Penyelesaian kasus kekerasan seksual itu, pada dasarnya tidak dapat dilakukan dengan penyelesaian damai. Karena sebenarnya bisa jadi penyelesaian damai bagi pelaku, tidak damai untuk korban," kata Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (17/12).
Advertisement
Selanjutnya, Alimatul menjelaskan jika dalam kasus pelecehan seksual mengacu pada aturan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tidak ada yang mengatur damai.
"Tidak ada ya penyelesaian damai itu, seringan-ringannya sanksi kan adalah sanksi ringan ya. Kalau hanya diselesaikan di kampus secara administrasi ya (itu sanksi) ringan," kata Alimatul.
Baca Juga
"Ya berupa teguran permintaan maaf ke civitas akademika, dan bagaimana dia berjanji tidak akan mengulangi lagi dan intinya adalah bersalah dan kemudian dikasih sanksi," tambah dia.
Bahkan dia pun menyinggung sanksi ringan dalam UU TPKS perihal kekerasan seksual non fisik yang seringannya dapat dipidana dengan hukuman 9 bulan penjara atau denda Rp10 juta.
"Ya artinya ada sanksi juga. Sehingga sangat tidak disarankan kekerasan seksual diselesaikan dengan jalan damai. begitu," tegasnya.
Di sisi lain, Alimatul melihat cara damai bukanlah jalan keluar yang baik dalam menyelesaikan masalah. Karena bisa menimbulkan masalah baru, bahkan keberulangan kejadian karena tidak adanya tindak lanjut.
"Sehingga orang nanti mengira, ah ya sudahlah masa sama teman sendiri tega sih begitu. Kan ini bukan persoalan tega atau tidak tega. Karena aturan sudah jelas, nggak ada istilahnya jalan damai. Harus tetap ada sanksi ringan, sedang, dan berat itu begitu. Jadi kalau jalan damai itu khawatirnya pelaku tidak merasa itu sebuah kesalahan," jelasnya.
Sementara dari sisi korban dengan tidak adanya jalan damai, malah bisa tidak mendapatkan pendampingan perlindungan dalam rangka pemulihan akibat tindakan kekerasan seksual yang dialaminya.
"Karena dianggap damai, dan karena khawatirnya juga dengan jalan damai korban tidak dapat pemulihan. Jadi menurut saya walaupun itu teman sendiri tetap diproses, tetap diselesaikan sesuai aturan yang ada," imbuhnya.
Â
Kasus Damai
Sebelumnya, Polisi menyebut kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, berakhir damai. Pelapor mencabut laporan yang ditujukan untuk Polres Metro Depok beberapa waktu lalu.
Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno mengatakan, pelapor mencabut laporannya pada Selasa (13/12) lalu. Dugaan pelecehan dialami tiga orang, tetapi laporan yang dilayangkan hanya satu.
"Hari Selasa siang dari pihak korban menyatakan untuk mencabut laporan, karena memaafkan pelaku. Kita fasilitasi dengan mediasi dari kedua belah pihak. Setelah kesepakatan bersama damai, pencabutan laporan akhirnya kita selesaikan dengan cara justice collaborator di Polres Depok di hari Selasa," kata Yogen kepada wartawan, Jumat (16/12).
Sementara, soal penyelidikan terkait kasus persekusi yang dialami mahasiswa pria di Kampus Gunadarma, Depok, Jawa Barat belum berlanjut. Karena belum ada laporan yang masuk terkait kasus tersebar dan viral di media sosial tersebut.
"Belum, karena belum ada laporan," ujar Yogen.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Â
Advertisement