PVMBG: Musim Penghujan, Waspada Gerakan Tanah

PVMBG menyebut hujan dengan intensitas tinggi memicu terjadinya gerakan tanah seperti tanah longsor, ambles, banjir bandang, dan amblas.

oleh Arie Nugraha diperbarui 18 Des 2022, 09:27 WIB
Diterbitkan 18 Des 2022, 09:27 WIB
Potensi Cuaca Ekstrem di Akhir Tahun, Pemprov DKI Kaji Penerapan WFH
Warga menerjang hujan deras di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Jumat (9/12/2022). Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut pihaknya akan mengkaji penerapan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), hal ini berkaitan dengan arahan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang potensi cuaca ekstrem pada penghujung 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebut Desember 2022 hingga Januari 2023 dikategorikan sebagai musim basah di wilayah Barat Indonesia. Kondisi cuaca ini harus diwaspadai karena kerap kali hujan turun dengan intensitas tinggi.

Hujan dengan intensitas tinggi ini memicu terjadinya gerakan tanah seperti tanah longsor, ambles, banjir bandang, dan amblas.

Oleh karena itu, Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sumaryono, masyarakat harus mewaspadai potensi gerakan tanah dalam kurun dua bulan terakhir ini.

"80 persen kejadian gerakan tanah di Indonesia itu akibat curah hujan yang tinggi. Sedangkan pemicu lainnya dikarenakan oleh gempa, tapi itu kita belum tahu kapan waktunya," ujar Sumaryono saat dihubungi Liputan6.com, Bandung, Kamis, 8 Desember 2022.

Menurut dia, gerakan tanah juga sering terjadi di wilayah lereng, perbukitan dan aliran sungai. Selain itu, likuifaksi atau pencairan tanah juga berpengaruh mendukung terjadinya gerakan tanah.

Sementara, dia mengatakan potensi wilayah gerakan tanah yang terjadi di perkotaan yang minim lereng dan bukit serta aliran sungai, kecil. Misal di Jakarta. Kalau pun terjadi, hanya di kawasan perbatasan dengan wilayah lainnya yang memiliki struktur tanah curam dengan kemiringan.

Seperti yang diketahui, beberapa waktu lalu BPBD DKI Jakarta merilis data wilayah rawan pergerakan tanah.

"Untuk Jakarta sih dalam peta rawan kawasan rawan bencana (KRB) gerakan tanah PVMBG tidak terlalu berisiko. Aman-aman saja, paling berpotensi di kawasan Jakarta Selatan atau kawasan di bantaran sungai. Itu juga kalau curah hujannya tinggi," kata Sumaryono.

Berdasarkan penelitian dari otoritasnya, tidak banyak kejadian gerakan tanah di Jakarta. Jika dirata-ratakan, hanya dua kali dalam setahun kejadian gerakan tanah yang terjadi di Jakarta. Dengan catatan, lanjut dia, curah hujan berlangsung tinggi.

"Yang kemarin viral di Jakarta itu hanya terjadi di kiri kanan sungai. Namun banyak yang fokus ke nama kecamatannya, tapi bukan sekecamatan terjadinya gerakan tanah. Mohon untuk gerakan tanah diutamakan dilihat peta rawan bencananya, bukan nama kecamatannya," sebut Sumaryono.

 

Imbauan

Sumaryono mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di Jakarta, saat memasuki musim hujan. Pada musim penghujan ini, volume air dalam tanah meninggi.

Akibat tinggi volume air dalam tanah, apabila tanahnya rapuh dalam kata lain tidak kompak maka akan terjadi pelapukan.

Hal ini akan berakibat terjadi gerakan tanah berupa longsor atau banjir bandang. Sumaryono mengingatkan kepada masyarakat agar jeli melihat tanda-tanda akan terjadinya gerakan tanah.

"Jika kusen sudah miring, pintu susah ditutup itu tandanya ada gerakan tanah tipe lambat. Adanya retakan tanah yang setengah lingkaran atau tapal kuda, itu harus segera mengungsi karena akan longsor," sebut Sumaryono.

Jika menemukan retakan, masyarakat harus segera menambalnya secepat mungkin. Alasannya, agar kekompakan tanah dapat dikembalikan dan tidak melebar akibat masuknya air.

 

Juga Terkait Alih Fungsi Lahan

Sumaryono menambahkan pemicu lainnya terjadinya gerakan tanah akibat alih fungsi lahan yang tidak mengikuti aturan yang ada.

Semisal aktivitas penambangan dengan menggunakan alat peledak, pembangunan pemukiman di kawasan rawan bencana gerakan tanah, pemotongan lereng yang tidak semestinya.

"Sebenarnya sekarang sudah cukup bagus soal penataan ruang. Kini revisi - revisi penataan ruang itu mereka memanfaatkan peta - peta bahaya. Baik itu bahaya longsor, banjir sehingga nanti dicari lokasi yang aman untuk dikembangkan," jelas Sumaryono.

Penataan ruang ini merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan. Sehingga nantinya tidak membahayakan.

Seperti lahan lindung dialihfungsikan menjadi pemukiman dapat memicu bencana alam. Dapat berupa banjir, kekeringan dan gerakan tanah. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya