Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melanjutkan persidangan perkara kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dalam agenda hari ini, pihak kuasa hukum Sambo menghadirkan saksi ahli pidana yang dapat meringankan hukuman mereka.
"Hari ini, kami menghadirkan Ahli Pidana Prof Dr Elwi Danil, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas," ujar kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanish saat dikonfirmasi, Selasa (27/12/2022).
Arman menjelaskan, dihadirkan saksi a de charge atau saksi yang meringankan agar dapat menjelaskan kasus pembunuhan yang dilakukan kliennya dalam bidang pidana. Sekaligus menjelaskan bukti yang telah didapat.
Advertisement
"Ahli akan menjelaskan secara objektif sesuai keilmuan bidang hukum pidana untuk mendukung pembuktian dan pencarian kebenaran dalam perkara ini," kata Arman.
Dalam kesaksiannya, Elwi Danil mengungkapkan terdapat tiga unsur soal 'berencana' terhadap perkara pembunuhan Brigadir J. Ferdy Sambo didakwa melakukan perencanaan untuk membunuh Brigadir J.
Awalnya kuasa hukum Sambo minta dijelaskan apa maksud dari makna 'berencana' ini dan apa ukuran-ukuran kriteria bahwa ini bagian pembunuhan berencana.
Elwi mengatakan, frasa mengenai 'berencana' memang tidak dijelaskan sama sekali dalam Undang-Undang dalam pembentukannya. Kendati itu frasa mengenai 'berencana' dapat dijelaskan oleh sejumlah ahli.
"Kemudian bisa juga melihat putusan-putusan pengadilan Yurisprudensi konstan yang diikuti hakim-hakim ketika mengadili perkara yang sama," ujar Elwi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam penelusuran berbagai literatur, kata dia untuk unsur 'berencana' harus memenuhi tiga unsur. Pada unsur pertama yaitu akan kehendak untuk melakukan perbuatan itu harus diputuskan dalam suasana tenang.
Dalam hal ini apakah Sambo yang dikatakan cerdas dan namun tak percaya diri mengambil keputusan untuk membunuh Yosua secara tenang? Soal kepribadian Sambo ini pernah diungkap saksi sidang yakni ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikologi Forensik (APFISOR) Reni Kusuma Wardhani yang melakukan asesmen psikologis terhadap Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Ricky Rizal Wibowo, Richard Eliezer Pudihang Lumui, dan Ku'at Maruf.
"Kedua antara timbul kehendak dengan pelaksanaan perbuatan sebagai manifestasi dari kehendak itu harus ada waktu yang cukup yang bisa digunakan pelaku," papar Guru Besar Hukum Pidana di Universitas Andalas.
Sedangkan yang ketiga yakni dalam pelaksanaan perencanaan atas kehendak untuk membunuh Brigadir J, Sambo tentu harus dalam kondisi tenang.
Perbedaan Signifikan Antara Pasal 338 dan 340
Ahli hukum pidana Elwi Danil beranggapan terdapat perbedaan yang cukup signifikan mengenai Pasal 338 mengenai tindak pidana yang menyebabkan seseorang meninggal dunia dan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Adapun kedua pasal itu menjerat mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo
Penjelasan Elwi ini mengenai perbedaan Pasal 338 dan Pasal 340 sebelumnya ditanyakan penasihat hukum Sambo, Rasamala Aritonang sekaligus minta dijelaskan bagaimana bentuk ukuran dari pasal kedua pasal itu.
Dia mengatakan, isi dari kedua pasal itu sama-sama mengatur tentang tindak pidana yang dapat menghilangkan nyawa seseorang dengan sebutan tindak pidana pembunuhan dengan aspek adanya kesengajaan dalam tindak pidana tersebut.
"Kalau kita perhatikan rumusan Pasal 338 KUHP dan 340 KUHP, kedua pasal ini justru merumuskan aspek kesalahan itu dalam bentuk dengan sengaja, baik (Pasal) 338 maupun 340," jelas Elwi.
"Nah kesengajaan yang dirumuskan dalam, baik (Pasal) 338 maupun 340 KUHP, itu dapat digolongkan sebagai kesengajaan dengan maksud karena tujuan dari si pelaku melakukan tindak pidana itu adalah untuk mewujudkan akibat dari delik yang dirumuskan dalam kedua pasal itu, yakni hilangnya nyawa orang lain," sambung dia.
Meskipun keduanya pasal sama-sama menyebut kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain. Kendati itu ada perbedaan signifikan terkait dengan unsur kesengajaan tersebut, yakni kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu.
"Sebab dalam (Pasal) 340, kesengajaan itu tidak hanya berhenti sampai di kesengajaan itu, tapi dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu," ucap Elwi.
"Jadi unsur direncanakan terlebih dahulu ini adalah merupakan unsur pembeda yang sangat elementer antara (Pasal) 340 dan 338," pungkas dia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement