Pemimpin Pengganti Jokowi Harus Bisa Melanjutkan Kebijakan Hilirisasi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi melarang ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit, di mana yang didahulukan dengan pelarangan nikel yang kemudian direspon membuat negara lain gerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jan 2023, 21:08 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2023, 21:08 WIB
Presiden Jokowi meresmikan SPAM Regional Dumai-Rokan Hilir-Bengkalis atau SPAM Durolis di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. (Foto: Youtube Sekretariat Presiden)
Presiden Jokowi meresmikan SPAM Regional Dumai-Rokan Hilir-Bengkalis atau SPAM Durolis di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. (Foto: Youtube Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi melarang ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit, di mana yang didahulukan dengan pelarangan nikel yang kemudian direspon membuat negara lain gerah.

Hal ini semata-mata dilakukan dengan keinginan pemerintah melakukan hilirisasi.

Disebut, kebijakan ini akan membawa nilai positif. Misalnya membuka lapangan pekerjaan sampai mengamankan sumber daya alam Indonesia dari ekspolitasi pihak asing.

"Positif terhadap tenaga kerja, positif terhadap daya saing Indonesia, positif dalam hal pengamanan Sumber Daya Alam Indonesia yang jauh lebih baik dalam arti tidak dieksploitasi besar-besaran," kata pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah," Sabtu (7/1/2023).

Menurut dia, dengan hilirisasi kita tak melulu mengimpor bahan mentah, yang membuat Indonesia tak kompetitif di bidang ekonomi.

"Menurut saya dengan secara berpikir ini (hilirisasi) memang ada kemajuan," jelas Trubus.

Karena itu, perlu konsistensi terhadap hilirisasi ini. Terlebih bagi sosok pemimpin berikutnya, pengganti Presiden Jokowi.

Nah masalahnya nanti kebijakan ini apakah konsisten diteruskan oleh pemimpin berikutnya yang jadi masalah begitu. Kalau ini nanti tidak bisa diteruskan oleh pemimpin berikutnya apa yang dilakukan Pak Jokowi ini akan menjadi kontra produktif menjadi bumerang kita sendiri nanti," pungkasnya.

 

Permintaan Jokowi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir para menteri yang selalu menghadap ketika ada masalah. Sebaliknya, ketika para menteri senang tidak mengajak dirinya.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam Seminar Outlook Perekonomian Indonesia 2023 dengan tema "Resiliensi Ekonomi Melalui Transformasi Struktural" di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

"Kalau yang masalah, yang problem, menteri-menteri itu mesti menghadap saya. Tapi yang enak-enak, kayak kemarin nyanyi-nyanyi, makan-makan, tidak pernah mengajak saya," ujar Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menegaskan pentingnya hilirisasi dan energi hijau dalam mendorong perekonomian.

Ke depan, pihaknya sudah meminta kepada jajarannya agar strategi hilirisasi ini harus dibuat dalam sebuah ekosistem besar yang didukung oleh energi hijau yang murah.

"Energi hijaunya harus murah. kuncinya di situ kalau muncul energi hijau kemudian harganya masih USD 12 sen 8 sen ya untuk apa? Karena yang namanya hydropower mestinya, misal di Sungai Kayan, Sungai Mambramo misalnya, hitung-hitungan yang saya pakai, kalkulator yang saya pakai, nggak tahu mungkin berbeda dengan kalkulator yang bapak dan ibu pakai, bisa mencapai harga USD 2-4 sen, yang jauh di bawah batu bara. Kalau sungai-sungai yang lain kita lakukan hal sama, inilah sebetulnya kekuatan besar kita," jelas Jokowi.

Jokowi menegaskan hilirisasi dan energi hijau merupakan dua kekuatan Indonesia yang harus terus didukung oleh pelaksanaan yang baik.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya