Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar pada Kamis 12 Januari dan Jumat 13 Januari 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Dalam sidang tersebut, tiga mantan bawahan Ferdy Sambo dimintai keterangannya yaitu mantan Karo Paminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan, mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri Chuck Putranto dan mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri Arif Rachman Arifin.
Saat sidang, terdakwa Chuck Putranto mengakui seharusnya Ferdy Sambo tidak memiliki staf pribadi (spri), meskipun berpangkat Jenderal Bintang Dua (Irjen) yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam) Polri saat itu.
Advertisement
Pengakuan itu diawali saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Chuck atas perintah ke Irfan Widyanto untuk menyerahkan DVR CCTV sekitar TKP rumah dinas, Duren Tiga. JPU mencecar alasan Chuck meminta DVR kepada Irfan.
"Setelah saksi bilang seperti itu, apa tindak lanjut dari Irfan Widyanto?" tanya JPU.
"Setelah itu, Irfan menjawab, 'siap bang', karena saat itu saya minta nanti kalau memang selesai bisa ditutup ke saya," kata Chuck tirukan percakapan saat itu.
"Dititipkan ke saudara saksi?" tanya Jaksa kembali.
"Betul," jawab Chuck.
Lantas, JPU bertanya maksud pengambilan CCTV dari tangan Irfan. Dijawab Chuck, bahwa itu adalah inisiatifnya sebagai Spri dari Kadiv Propam Polri yang kala itu masih dijabat Ferdy Sambo.
"Yang menyuruh tidak ada saat itu, karena saat itu, saya kan sebagai spri, jadi saya sulit menjelaskan di persidangan sebelumnya sebagai spri itu seperti apa," akui Chuck.
Senada, terdakwa Hendra Kurniawan mengungkap ada CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga yang diambil tim khusus (timsus) Polri, tanpa seizin mantan Kadiv Propam Polri itu.
Berawal dari proses olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan timsus pada 13 Juli 2022 dini hari. Mantan Wakaden B Paminal, Arif Rachman Arifin melaporkan adanya CCTV dalam rumah yang diambil Inafis.
"Yang dilaporkan apa?" tanya hakim.
"Yang dilaporkan ada CCTV di dalam rumah Duren Tiga itu diamankan Pusinafis. Terus pemilik rumahnya belum tahu. Saya bilang kenapa kok jadi Pusinafis. Terus udah lapor belum ke Pak Sambo? Dia bilang sudah chat, dan sudah telepon tapi tidak dibalas," kata Hendra Kurniawan sambil tirukan laporan Arif.
Berikut sederet pengakuan terdakwa mantan Karo Paminal Div Propam Polri Hendra Kurniawan, mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri Chuck Putranto, dan mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri Arif Rachman Arifin saat sidang lanjutan kasus obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dihimpun Liputan6.com:
1. Chuck Putranto Sebut Ferdy Sambo Seharusnya Tidak Punya Staf Pribadi
Terdakwa Chuck Putranto mengakui seharusnya Ferdy Sambo tidak memiliki staf pribadi (spri), meskipun berpangkat Jenderal Bintang Dua (Irjen) yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam) Polri saat itu.
Hal itu dikatakan Chuck saat hadir sebagai saksi untuk terdakwa Arif Rachman Arifin, dalam sidang lanjutan kasus obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis 12 Januari 2023.
Pengakuan itu diawali saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Chuck atas perintah ke Irfan Widyanto untuk menyerahkan DVR CCTV sekitar TKP rumah dinas, Duren Tiga. JPU mencecar alasan Chuck meminta DVR kepada Irfan.
"Setelah saksi bilang seperti itu, apa tindak lanjut dari Irfan Widyanto?" tanya JPU.
"Setelah itu, Irfan menjawab, 'siap bang', karena saat itu saya minta nanti kalau memang selesai bisa ditutup ke saya," kata Chuck tirukan percakapan saat itu.
"Dititipkan ke saudara saksi?" tanya Jaksa kembali.
"Betul," jawab Chuck.
Lantas, JPU bertanya maksud pengambilan CCTV dari tangan Irfan. Dijawab Chuck, bahwa itu adalah inisiatifnya sebagai Spri dari Kadiv Propam Polri yang kala itu masih dijabat Ferdy Sambo.
"Yang menyuruh tidak ada saat itu, karena saat itu, saya kan sebagai spri, jadi saya sulit menjelaskan di persidangan sebelumnya sebagai spri itu seperti apa," akui Chuck.
Barulah Chuck mengakui dirinya yang menjabat kala itu sebagai Mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. Nyatanya, ditugaskan Ferdy Sambo sebagai spri yang dalam tugasnya tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Saat saya menjadi spri Kadiv Propam, jujur saja bahwa Spri itu tidak ada jabatan strukturalnya sehingga SOP-nya juga tidak ada," ujar Chuck.
Sebab, Chuck mengakui, kalau kepemilikan Spri dalam struktural Polri hanya dimiliki untuk Jabatan Kapolri, Wakapolri, dan Kapolda. Sementara jabatan lainnya seharusnya secara aturan tidak memiliki spri, termasuk Sambo.
"Jadi yang memiliki jabatan struktural terkait spri itu adalah bapak Kapolri, bapak Wakapolri dan Kapolda," kata Chuck menambahkan.
Lebih lanjut, Chuck menjelaskan, kalau arahan dari Ferdy Sambo saat ditunjuk sebagai spri. Pertama, harus tanggap dalam situasi apapun. Kedua, yang ia bicarakan sama kedudukannya dengan yang dikatakan Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam.
"Kedua yang diminta beliau apa yang saya bicarakan secara kedinasan sama seperti Pak Kadiv Propam yang berbicara. Sehingga dikaitkan dengan saat itu saya berfikiran ini masih di luar TKP, biar tidak disalahgunakan maka saya amankan untuk diserahkan ke polres," ujar Chuck.
"Itu pendapat menurut saudara saksi? Inisiatif tanpa diperintah Ferdy Sambo?" tanya Jaksa. Jawab Chuck "Betul."
Advertisement
2. Arif Rahman Arifin Sebut Ferdy Sambo Marah Timsus Olah TKP di Rumahnya
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, meluapkan kemarahannya terhadap tim khusus (timsus) bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinasnya, Duren Tiga. Dia marah lantaran olah TKP kasus pembunuhan Brigadir J itu dilakukan tanpa izinnya.
Kemarahan itu diungkap terdakwa Arif Rachman Arifin selaku Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri dalam sidang pemeriksaan terdakwa perkara obstruction of justice di PN Jakarta Selatan. Dia menuturkan, awalnya, dia diperintah mengikuti proses olah TKP oleh mantan Karopaminal, Hendra Kurniawan.
"Bersama dengan Pak Karoprovos Pak Benny Ali memerintahkan kami untuk berangkat ke TKP Maghrib jam 18.00 WIB, karena di jam 17.00 WIB-nya Kapolri membentuk timsus yang anggotanya Karopaminal dan Karoprovos," kata Arif, Jumat 13 Januari 2023.
Proses olah TKP pada 12 Juli 2022 dihadiri sejumlah pejabat Polri yang tergabung dalam timsus. Salah satunya Kabareskrim Komjen Pol, Agus Andrianto. Polri juga mendatangkan tim dari Labfor hingga Inafis melakukan proses olah TKP.
Memasuki pukul 20.00 WIB, rombongan Kabareskrim keluar dari TKP. Arif mengikutinya.
Tak lama, dia ditelepon Hendra Kurniawan yang masih berada di Jambi dalam rangka mengantarkan jenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Pak Hendra nelepon kami dengan marah, 'Kamu lihat siapa yang mimpin?' 'Siap tidak tahu.' 'Loh bukannya kamu di TKP?' 'Siap saya di luar.' 'Masak kamu enggak bisa lihat siapa yang pimpin olah TKP?' 'Siap tidak lihat.' Akhirnya saya berusaha ke dalam. Saya lihat sepertinya yang sedang melakukan olah TKP dari orang Puslabfor karena sedang memasang benang," ucap Arif.
Arif yang kena marah Hendra karena tidak memperhatikan proses olah TKP itu lantas kembali ke dalam. Ternyata tak selang berapa lama, Ferdy Sambo menelepon, karena tidak mengetahui olah TKP yang digelar oleh Kabareskrim.
"Baik, sebelum saudara menceritakan lagi itu di tanggal 12, apakah itu diketahui Ferdy Sambo?" tanya hakim.
"Nah ini berikutnya Pak Ferdy sambo menelepon kami. Setelah Pak Hendra nelepon Pak Ferdy Sambo nelepon," jelas Arif.
"Jam berapa?" tanya kembali hakim.
"Selang beberapa menit kemudian. menelepon menanyakan hal yang sama tapi sudah dengan nada marah. 'Mereka tidak tahu itu rumah saya di situ, apa mereka tidak punya tata krama izin ke saya?' Ya, saya siap-siap saja," ujar Arif.
"Ini agak menggelitik ya, kalau Ferdy Sambo menelepon saudara setelah Hendra menelepon, sekitar berapa menit?" tanya hakim.
"Sekitar 15 menit," jelas Arif.
"Oh tidak menutup kemungkinan Ferdy Sambo menerima telepon dari Hendra, begitukan? Makanya kenapa Ferdy Sambo menelepon saudara, tidak tertutup kemungkinan. Lanjut," kata Hakim.
"Kemudian saya tidak menjelaskan apa-apa jawab siap-siap aja karena sudah dimarahi," akui Arif.
"Tidak punya tata krama gitu ya?" ujar Hakim mempertegas.
"Iya siap, enggak tahu itu rumah saya? Kemudian telepon kaya dimatikan begitu. Saya lalu menunggu di garasi cartpot karena bisa melihat ke dalam jendela," terang Arif.
3. Takut ke Ferdy Sambo dan Ingat Pesan Istri, Arif Rachman Menangis
Kemudian, Arif Rachman Arifin tak kuasa menahan tangis kala mengingat pesan dari istrinya untuk hati-hati dalam memberikan keterangan. Pesan itu diberikan saat Arif mulai berani memberikan keterangan berbeda dengan Ferdy Sambo di sidang.
Pengakuan itu berawal dari Arif yang hadir sebagai terdakwa dalam perkara obstruction of justice pembunuhan Brigadir J. Pada saat ditanya soal alasan ia awalnya tak menceritakan soal CCTV di mana Brigadir J masih hidup ketika Ferdy Sambo datang.
"Saya disini melihat TKW bilang ada antara ancaman dan takut. 70 persen takut, ini kan dari jarak nonton itu kan agak lama ya. Ini apa yang membuat saudara enggak mengatakan?" tanya tim penasihat hukum Arif.
"Takut. Saya kemarin saja pak hakim Yang Mulia," kata Arif yang langsung menangis dengan tangan menyeka matanya.
"Gini, saya mau beritahu saudara, kenapa saudara kami minta pertama karena saya melihat kejujuran di saudara. Saya bisa memahami bagaimana perasaan saudara. Itu sebabnya ya, itu lah sebabnya biar perkara ini menjadi terbuka harapan kami begitu sebenarnya," jelas Hakim Ketua Ahmad Suhel menenangkan.
"Itu sebabnya pada awal pertanyaan apa bantahan saudara terhadap FS. Itu kami minta kepada saudara untuk yang pertama kita periksa, silakan dibuka apa yang harus saudara buka di sini," lanjut Hakim.
Sambil menangis, Arif mengaku sangat takut dengan Ferdy Sambo jika bercerita jujur tentang kasus kematian Brigadir J. Ditambah, istrinya khawatir dan meminta agar Arif lebih berhati-hati dalam memberikan keterangan.
"Rasa takut itu besar Yang Mulia. Kemarin ketika saya ceritakan beda dengan Pak Ferdy Sambo aja terus terang saya takut, istri saya sempat bilang ingat pak anak-anak, bayangkan ajudan aja bisa dibunuh. Gimana saya gak kepikiran," ungkapnya.
"Berarti lebih besar takut ya?" timpak Hakim.
"Betul," singkat Arif dengan nada terisak.
Setelah itu, Arif mulai berbicara jujur di hadapan timsus ketika dilakukan penempatan khusus (patsus) karena mendengar Bharada E sudah berkata jujur.
Saat timsus memanggilnya, dia paham akan dimintai keterangan soal kematian Brigadir J.
"Jadi di Patsus dini hari jam 1 dipanggil jam 10 malam saya langsung datang. Karena sudah tahu kaitannya waktu itu Pak FS sudah di Patsus, saya sudah dengar Richard (Bharada E) katanya ngaku itu semua yang lakukan Pak FS," tutur Arif.
"Kemudian saya ditanya masalah nonton CCTV dalam rumah. Saya bilang saya enggak pernah nonton CCTV dalam rumah. Laptop, saya akui, saya cerita semuanya saya akui," tambah dia.
Video CCTV yang dimaksud adalah rekaman yang ditonton Arif bersama Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Ridwan Soplanit yang melihat Ferdy Sambo datang ke rumah dinas ketika Brigadir J masih hidup. Sontak, hal itu membuat Arif merasa shock dan lantas melapor ke atasannya Hendra Kurniawan.
Advertisement
4. Hendra Kurniawan Ungkap Ada CCTV Diambil Timsus Tanpa Izin Ferdy Sambo
Terdakwa Hendra Kurniawan mengungkap ada CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Perumahan Polri, Duren Tiga yang diambil tim khusus (timsus) Polri, tanpa seizin mantan Kadiv Propam Polri itu.
Keterangan tersebut diungkap mantan Karo Paminal Div Propam Polri itu dalam sidang pemeriksaan terdakwa perkara obstruction of justice pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Berawal dari proses olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan timsus pada 13 Juli 2022 dini hari. Mantan Wakaden B Paminal, Arif Rachman Arifin melaporkan adanya CCTV dalam rumah yang diambil Inafis.
"Yang dilaporkan apa?" tanya hakim.
"Yang dilaporkan ada CCTV di dalam rumah Duren Tiga itu diamankan Pusinafis. Terus pemilik rumahnya belum tahu. Saya bilang kenapa kok jadi Pusinafis. Terus udah lapor belum ke Pak Sambo? Dia bilang sudah chat, dan sudah telepon tapi tidak dibalas," kata Hendra Kurniawan sambil tirukan laporan Arif.
Ketika mendapat laporan dari Arif, Hendra pun menyampaikan jika dirinya juga turut menghubungi mantan Sesropaminal Divpropam Polri, Kombes Denny Setia Nugraha Nasution dan Ferdy Sambo. Namun tak ada jawaban.
"Kemudian pada saat itu saya hubungi Deni Nasution tapi tidak dijawab-jawab juga. Akhirnya saya chat," ujar Hendra.
"Sudah dihubungi Sambo?" tanya Hakim.
"Betul," ujar Hendra.
"Pada olah TKP, FS belum ketahui ada olah TKP tanggal 12?" ujar Hakim.
"Saya tidak tahu, kan saya di Jambi. Kan yang dilaporkannya bahwa ada CCTV di dalam rumah diamankan oleh Pusinafis. Kemudian saya tanyakan kenapa kok bisa oleh Pusinafis? Saya tidak tahu katanya. Terus dibilang kalau belum izin yang punya rumah," ujar Hendra.