Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 10 hewan ternak di Kabupaten Tangerang terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD). LSD sendiri adalah penyakit yang ditunjukan terdapat benjolan pada kulit.
"Dari hasil monitoring pertama terhadap hewan ternak ini dengan pemeriksaan sembilan sampel, ditemukan ada dua ekor hewan positif (LSD)," ungkap Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner pada DPKP Kabupaten Tangerang, Joko Ismadi, Rabu (8/2/2023).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, kasus LSD itu diketahui pada akhir Desember 2022 lalu. Hewan potong yang terjangkit tersebut datang dari luar wilayah Kabupaten Tangerang. Saat ini, lanjut Joko, sudah dilakukan isolasi terhadap ternak tersebut serta diberi obat.
"Hewan ternak sapi ini berasal dari Boyolali ada 11 ekor, dan diturunkan di wilayah Cileles, Tigaraksa sebanyak lima ekor, sisanya di wilayah lain. Dan itu jadi penyebab adanya penyakit hewan di Tangerang," ujarnya.
Setelah adanya dua hewan pertama yang dinyatakan positif LSD, pihaknya pun langsung melakukan penelusuran secara menyeluruh pada Sabtu, 4 Februari lalu. Pihaknya kemudian menemukan lagi delapan ekor hewan ternak yang bergejala dengan terdapat benjolan di kulitnya.
"Sekarang terdapat lagi di dua lokasi ternak, dan sekarang sudah ditangani. Namun, kita masih menunggu hasil cek laboratorium, apakah positif atau tidak," kata Joko.
Dia juga mengungkapkan, hingga saat ini belum ada laporan resmi dari tim di lapangan terkait hewan sapi yang mati akibat terjangkit virus tersebut. Selain itu, jika kasus penyakit hewan yang sudah ditemukan, akan menjadi kasus LSD pertama dari berbagai daerah yang ada di Provinsi Banten.
"Jadi ini kasus LSD pertama di Provinsi Banten dan kasus kedua di wilayah DPP Subang setelah di DKI, Jawa Barat," ungkapnya.
Jurus Pemerintah dan Polda Jateng Tekan Penyebaran Penyakit LSD pada Sapi
Kasus serupa, juga ditemukan di Kabupaten Sukoharjo. Sebanyak belasan sapi terindikasi terjangkit LSD dan tiga di antaranya telah disembelih sebagai upaya menekan penyebaran wabah lebih meluas.
Dinas-dinas terkait telah melakukan upaya pencegahan dan penyelamatan pada hewan ternak sapi dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat terkait penyakit LSD dengan menyemprotkan pada vektor penyebab penyakit tersebut.
Vektor penyakit ini adalah lalat dan nyamuk yang menyerang kulit sapi milik warga. Penyemprotan antivirus adalah upaya pertama yang dilakukan.
Faktor kebersihan yang kurang juga menjadi salah satu penyebab vektor berkembang biak di area kandang, sehingga mengundang kedatangan nyamuk dan lalat lebih banyak ke kandang sapi milik warga dan peternak. Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo juga melakukan sosialisasi agar warga rutin membersihkan kandang sapinya agar tidak mengundang vektor datang.
Sapi yang terindikasi menderita LSD akan mengalami penurunan nafsu makan, dan dalam waktu 14 hari pada kulitnya akan muncul bentol-bentol. Jika sudah terdapat gejala itu dinas terkait menyarankan untuk segera melakukan pengobatan agar penyakit tidak semakin parah. Meski penyakit ini menular, rupanya LSD tidak mematikan seperti wabah PMK yang penularannya melalui udara.
Advertisement
LSD Bisa Disembuhkan
LSD bisa disembuhkan tapi meninggalkan bekas bentol pada permukaan kulit. Sehingga hal itu yang dikhawatirkan akan menjadi hambatan dalam proses jual beli atau menurunkan nilai jual sapi tersebut. Padahal, daging pada sapi yang terjangkit LSD masih bisa dikonsumsi dengan syarat kulit pada sapi tersebut dimusnahkan dan proses memasak dagingnya dengan cara yang benar.
Di Kabupaten yang dikenal dengan sebutan Kota Jamu itu telah ditemukan 13 ekor sapi terindikasi LSD, tiga di antaranya telah dipotong dan kulitnya dimusnahkan, sementara dagingnya masih bisa dikonsumsi.
"Sosialisasi menyemprot kandang atau penyebab virus. Pengawasan lalu lintas hewan di rumah potong, dan di pasar hewan. LSD bisa sembuh dan tidak menyebabkan kematian, dagingnya masih bisa dikonsumsi dengan proses memasak yang benar," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan, Bagas Indarto di Sukoharjo, Senin (23/1/2023).