Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang advokat bernama Laurenzius C S Sembiring (LCSS) sebagai tersangka. Laurenzius ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus suap eks Bupati Buru Selatan (Bursel) Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) oleh KPK.
"Saat proses penyidikan perkara tersangka TSS, tim penyidik menemukan adanya perbuatan merintangi dan menghalangi baik secara langsung mau pun tidak langsung terkait proses penyidikan perkara dimaksud, diperkuat dengan fakta persidangan dan fakta hukum saat proses persidangan terkait adanya pemberian keterangan palsu di depan persidangan," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Senin (20/3/2023).
Baca Juga
Adapun dalam kasus suapnya, KPK telah menjerat tiga tersangka. Yaitu Tagop Sudarsono Soulisa, Johny Rynhard Kasman (JRK) selaku pihak swasta, dan Direktur PT Vidi Citra Kencana Ivana Kwelju (IK).
Advertisement
Ghufron mengatakan, Laurenzius Sembiring yang berprofesi selaku advokat di wilayah Kota Surabaya memperoleh surat kuasa khusus dari Ivana Kwelju. Ivana saat itu sudah menjadi tersangka KPK terkait pemberian suap keada Tagop Sudarsono.
Menurut Ghufron, sekira Juni 2019, Ivana melakukan pertemuan dengan Laurenzius Sembiring di Jakarta dalam rangka konsultasi hukum karena adanya surat undangan permintaan keterangan dari tim penyelidik KPK terkait dugaan suap proyek infrastruktur di Pemkab Buru Selatan, Provinsi Maluku.
"Ivana Kwelju kemudian menandatangani surat kuasa khusus pada LCSS dan selanjutnya LCSS diduga menyusun skenario untuk menghalang-halangi proses penyidikan," kata Ghufron soal kasus suap eks Bupati Buru Selatan.
KPK Temukan Bukti Laurenzius Susun Skenario
Beberapa skenario yang diduga disusun Laurenzius antara lain yakni transfer uang dari Ivana Kwelju pada Tagop Sudarsono melalui rekening Johny Rynhard Kasman dibuat seolah-olah hanya transaksi antara Ivana dan Johny.
Kemudian perjanjian utang piutang antara Ivana dan Johny terkait pembelian aset yang kepemilikan sebenarnya adalah milik Tagop, serta memanipulasi beberapa dokumen transaksi keuangan dan pembelian asetTagop.
"Atas skenario tersebut, IK, JRK, dan TSS sepakat untuk mengikuti arahan LCSS sehingga apa yang disampaikan di hadapan tim penyidik tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya sehingga menghambat kerja dari tim penyidik," kata Ghufron.
Meski demikian, Ghufron menyebut seiring berjalannya peoses penyidikan, tim penyidik akhirnya menemukan fakta-fakta hukum, dari alat bukti lain yang akhirnya Ivana dan Johny mengakui keterangan yang diberikan di hadapan tim penyidik adalah skenario yang sebelumnya telah disusun Laurenzius.
"Saat persidangan TSS di PN Tipikor Ambon, LCSS yang menjadi saksi juga masih menjalankan skenario yang direncanakannya yaitu dengan memberikan keterangan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya," ujar Ghufron.
Advertisement
Pasal Sangkaan untuk Laurenzius Sembiring
Atas perbuatannya, Laurenzius Sembiring disangkakan melanggar Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik menahan LCSS untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 20 Maret 2023 hingga 8 April 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Ghufron.
Diketahui, Eks Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa divonis 6 tahun penjara denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Tagop dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi oleh Majelis Hakim PN Ambon.
Hal yang memberatkan yakni Tagop dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sedangkan yang meringankan adalah Tagop dianggap bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Majelis hakim menyatakan unsur ASN atau penyelenggara negara, menerima hadiah atau janji serta berkaitan dengan jabatan sesuai dakwaan JPU KPK dalam pasal 12 huruf A sebagai dakwaan alternatif pertama ke-1 sudah terbukti.
Namun, ada gratifikasi yang didakwakan bukan termasuk perbuatan pidana seperti terdakwa menerima uang dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Selatan, dimana terdakwa diundang pada acara dinas dan mendapatkan uang Rp 5 juta.
Majelis hakim juga menyatakan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau pembenaran atas perbuatan terdakwa.
Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan tim JPU KPK selama 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan dan uang pengganti Rp 27,5 miliar dikurangi sejumlah aset berupa bangunan, tanah, dan mobil yang telah disita KPK.
Tagop sendiri didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 23,279 miliar. Tagop menerima uang itu terkait proyek infrastruktur sejak tahun 2011 sampai 2021dari puluhan organisasi perangkat daerah (OPD), rekanan, maupun kontraktor.
Dakwaan Eks Bupati Buru Selatan
Menurut surat dakwaan, penerimaan langsung oleh terdakwa Tagop sebesar Rp 9,180 miliar juga berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Selatan dari tahun 2012 hingga 2019 bertempat di kantor bupati dan rumah terdakwa.
Tagop telah menerima uang dari Dinkes melalui Plt Kadis Ibrahim Banda, yang mana setiap tahunnya terdakwa menerima Rp 350 juta. Kemudian menerima uang dari OPD terkait yang dikumpulkan melalui BPKAD kabupaten dari tahun 2011-2021, terdakwa menerima uang tiap tahunnya sebesar Rp 380 juta yang berasal dari 37 OPD.
Masing-masing OPD menyetor sekitar Rp 5 juta hingga Rp 10 juta ditambah setoran dari enam orang camat sekira Rp 2,5 juta.
Uang tersebut oleh bendahara masing-masing OPD atau kecamatan disetorkan kepada Kabid Pemberhandaraan BPKAD Buru Selatan sehingga total uang yang diterima oleh terdakwa dari tahun 2011 hingga 2021 sebesar Rp 3,800 miliar.
Tagop juga menerima uang dari pengusaha lain sebesar Rp 1,980 miliar, Andrias Intan alias Kim Pui, selaku Direktur Utama PT Beringin Dua tahun 2012-2015 sebesar Rp 400 juta.
Kemudian ada pengusaha lain bernama Venska Yawalata alias Venska Intan selaku Direktur PT Beringin Dua dan sebagai salah satu pemegang saham atau komisaris PT Tunas Harapan Maluku pada tanggal 29 Januari 2014 sebesar Rp 50 juta.
Terdakwa juga menerima uang dari Abdullah Alkatiri selaku Direktur PT Warisan Timur tanggal 20 Januari 2014 Rp 25 juta, kemudian dari Rudi Tandean selaku Direktur PT Dinamika Maluku tanggal 3 Juni 2015 sebesar Rp 360 juta melalui terdakwa Johni R. Kasman.
"Penerimaan uang yang seluruhnya berjumlah Rp 23,279 miliar selanjutnya digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa dan seluruh penerimaan uang ini merupakan gratifikasi yang diterima terdakwa," bunyi surat dakwaan.
Advertisement