Liputan6.com, Jakarta Nama Abdul Muhaimin Iskandar tak akan bisa dilepaskan dari Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB. Alasannya sederhana, pria kelahiran Jombang, Jawa Timur pada 24 September 1966 itu sudah menjadi elite partai sejak PKB berdiri hingga sekarang.
Pria yang karib disapa Gus Imin atau Cak Imin ini adalah anak dari Muhammad Iskandar, keluarga Pondok Pesantren Manbaul Ma'arif, Jombang. Suami dari Rustini Murtadho dan ayah tiga anak ini juga keturunan KH Bisri Syamsuri, salah seorang ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama
Baca Juga
Pendidikan formal Cak Imin dimulai di Madrasah Tsanawiyah Negeri Jombang dan Madrasah Aliyah (MA) Negeri 1 Yogyakarta. Dia melanjutkan pendidikan sarjananya di FISIP Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia melanjutkan masternya 10 tahun kemudian di Universitas Indonesia (UI) di bidang komunikasi dan lulus pada 2001.
Advertisement
Sejak di bangku kuliah, Cak Imin aktif di tempat-tempat diskusi dan di pergerakan mahasiswa. Dia antara lain menjadi Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta pada 1994-1997. Selain itu, dia juga aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) serta Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta, rujukan pemikiran Islam progresif saat itu.
Karier politik Cak Imin dimulai bersamaan lahirnya Era Reformasi. Pada tahun 1998, ia bersama tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama termasuk Abdurrahman Wahid mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal.
Pada pemilu 1999, Cak Imin terpilih sebagai anggota DPR RI dari PKB. Di lembaga legislatif tersebut, pada usia 33 tahun, Muhaimin menjadi Wakil Ketua DPR RI 1999-2004. Dia termasuk pimpinan termuda di DPR yang pernah ada saat itu. Muhaimin juga pernah menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sejak 26 Maret 2018 hingga 30 September 2019.
Tak hanya di legislatif, ia juga prenah dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014.
Kariernya terus meroket setelah mengambil kendali PKB dari Abdurrahman Wahid dan menjadi Ketua Umum PKB. Cak Imin menjabat Ketua Umum PKB sejak 2005 hingga pada Muktamar Bali 1 September 2014, ia secara aklamasi terpilih kembali sebagai Ketua Umum PKB untuk periode 2019-2024 karena dianggap berhasil menaikkan suara pada Pemilu 2014 menjadi 9,04%.
Di parlemen saat ini Muhaimin mengemban amanah sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bidang Kesejahteraan Rakyat untuk periode 2019-2024.
Di sisi lain, sebagai Ketua Umum PKB, Cak Imin tengah menjajaki kerja sama dengan Partai Gerindra menyongsong Pilpres 2024. Namun, koalisi kedua partai dinilai masih cair lantaran petinggi kedua parpol masih bertemu dengan parpol lain di luar koalisi. Ditambah lagi, PKB dan Gerindra belum mengajukan pasangan capres-cawapres yang bakal mereka usung.
Lantas, bagaimana PKB menetapkan target suara di Pemilu 2024? Sebagai politisi kawakan, Cak Imin tentu punya strategi menghadapi tahun politik ini.
Berikut petikan wawancara Cak Imin dengan Sheila Octarina dalam Bincang Liputan6:
Â
Menanti Deklarasi Capres-Cawapres
Langkah-langkah apa yang sedang dilakukan PKB agar bisa mencapai target perolehan suara pada Pemilu 2024?
Ya tentu yang sedang kita lakukan hari ini adalah penuntasan calon-calon anggota legislatif ya. Di sana proses rekrutmen, fit and proper, penempatan daerah pemilihan, dan tentu saja persiapan strategi, pembagian tugas dan zona-zona pemenangan.
Tapi banyak langkah-langkah sebelumnya seperti konsep secara teoritik, langkah-langkah, tahapan-tahapan, dan upaya membangun opini yang harus kita ciptakan agar menuju Pileg 2024 ini benar-benar satu tahapan yang mudah dipahami oleh masyarakat.
Kalau terkait kerja sama dengan Gerindra, itu bagaimana awalnya?
Ada beberapa faktor yang menyamakan kita dengan Gerindra. Yang pertama ya tentu sama-sama butuh ya. Kita untuk bisa mengusung calon presiden membutuhkan syarat presidential threshold itu 20 persen, kita sama Gerindra sudah bisa mencukupi untuk sampai 20 persen.
Yang kedua, tidak jauh berbeda ruang, visi dan gagasan-gagasan politiknya. Misalnya soal kebangsaan, soal nasionalisme, soal Merah Putih, soal kesadaran kebhinekaan. Itu sudah satu frekuensi.
Yang ketiga, kita sama-sama punya pengalaman dan sejarah reformasi yang dimana partai ini lahir dan berkembang di era reformasi. Kemudian, kebersamaan ini punya dua segmen yang berbeda. Segmen Gerindra dan segmen PKB kebetulan punya wilayah kekuatan yang saling melengkapi.
Artinya PKB dan Gerindra sudah berkoalisi. Meski belum ketok palu, ada kabar yang mengatakan Cak Imin sudah menetapkan posisi cawapres Pak Prabowo sebagai harga mati, apakah benar?
Ya sampai detik ini sama-sama capres ya. PKB juga mengharapkan saya ini calon presiden, tapi tentu Gerindra juga punya calon presiden Pak Prabowo. Jadi sedang menyamakan persepsi, menyamakan frekuensi, saling melengkapi.
Keputusan mungkin belum diambil, tapi apa pun keputusan capres dan cawapres adalah kewenangan dua ketua umum untuk melakukan pembicaraan dan diskusi secara komprehensif. Apakah menyangkut elektabilitas dan sekaligus pembagian zona-zona pemenangan.
Misalnya PKB basis utamanya Jawa Timur, Gerindra basis utamanya Pak Prabowo adalah Jawa Barat. Di situ menjadi saling membutuhkan sehingga bisa capres dan cawapres, begitu kira-kira berkesimpulannya di sana.
Kalau memang penentuan capres-cawapres ada di tangan Cak Imin dan Pak Prabowo, kenapa sampai sekarang belum diumumkan?
Ya tentu tidak semudah yang kita bayangkan. Kalau sudah diumumkan lalu apa? Kan begitu? Tentu dua ya, yang pertama peta kekuatan partai-partai lain. Termasuk bagaimana agar rekrutmen dukungan bertambah. Bukan hanya PKB, Gerindra, tapi partai-partai tambahan juga bertambah. Sehingga kita harapkan nanti kalau partai partai bertambah terlibat di dalam memutuskan secara bersama-sama sebelum deklarasi.
Yang kedua, kita juga ingin melihat peta kompetitor ya, pasangan-pasangan yang akan muncul siapa? Sampai hari ini kan baru calon-calon presiden yang muncul, Ganjar Pranowo, apakah Anies Baswedan itu baru muncul. Nah, mungkin tidak lama kalau sudah semuanya lengkap, kita juga akan melengkapi.
Apakah ini juga berarti PKB dan Gerindra juga akan menarik parpol lain untuk ikut berkoalisi?
Betul, sekarang kita lagi intensif dengan Partai Golkar ya untuk bisa bergabung dan menjadi bagian dari koalisi. Mungkin juga akan bertambah, tapi sejauh ini yang lebih intens adalah Partai Golkar.
Selain Partai Golkar?
Sampai hari ini belum. Tapi kan di Golkar itu ada koalisi PAN dan PPP. Tapi kita belum tahu persis, kita hanya mengintensifkan pembicaraan dengan Partai Golkar.
Dengan seringnya Cak Imin dan Pak Prabowo bertemu tokoh serta parpol lain, menandakan koalisi ini masih cair ya?
Yang pertama, rekrutmen tambahan kayak Pak Prabowo datang ke Bu Khofifah. Kalau saya dengan Bu Khofifah kan ya sama-sama satu keluarga gitu ya. Tapi Pak Prabowo mendatangi untuk agar menjadi bagian dari kekuatan kita. Nanti saya juga akan terus melakukan pendekatan-pendekatan dengan berbagai tokoh dan juga partai-partai gitu.
Â
Advertisement
Soal Posisi Gubernur dan Gen Politik
Belum lama ini beredar kabar, Cak Imin katanya menyarankan agar posisi gubernur dihapus saja, apa latar belakangnya?
Jadi ide itu muncul karena selama beberapa tahun terakhir ini, 15 tahun terakhir ini, bahkan 20 tahun lebih ya, kita menyaksikan otonomi daerah diikuti dengan pemilihan kepala daerah secara langsung dan pengalaman tentang pembagian wewenang pusat dan daerah.
Dari rangkaian Pemerintah Daerah Tingkat II kota maupun kabupaten dengan pemilihan kepala daerah secara langsung dan presiden secara langsung juga melakukan pemilihan. Nah, gubernur ini juga ternyata skop pemilihan langsungnya itu luas, mencakup banyak kabupaten.
Tetapi presiden, gubernur sama bupati wali kota ini, gubernur ini hampir kehilangan fungsi karena di satu sisi dia mewakili pemerintah pusat tetapi tidak memiliki kewenangan apa pun di dalam menyangkut pemerintah kabupaten kota, tetapi juga anggarannya besar, pemilu kepala daerah untuk gubernur juga besar, sementara kewenangannya terbatas.
Bahkan "tidak memiliki" fungsi yang memadai dari apa tanggung jawab yang diemban. Mewakili pemerintah pusat tidak perlu gubernur, bupati bisa langsung menteri, wali kota bisa langsung menteri, bahkan langsung presiden. Nah dari pikiran-pikiran itu ada dua. Yang pertama pilkadanya terlampau mahal, pemilihan cakupan daerahnya luas, pemilihnya besar, tapi kewenangannya terbatas.
Oke, berarti untuk pemilihan kepala daerah secara langsung perlu kita evaluasi. Cukup presiden dan bupati, wali kota, kalau gubernur mungkin ditunjuk oleh DPRD atau ditunjuk oleh pemerintah pusat oleh presiden atas usulan DPRD. Tapi berkembang diskusinya, kalau fungsinya tidak terlalu signifikan, kenapa enggak langsung pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten kota.
Nah, di situ akan lebih efektif cara komunikasinya? Nah, ide berikutnya adalah kalau begitu dihapus saja jenjang tengah yang tidak terlalu fungsional ini. Di situlah kira-kira idenya untuk tujuan efektivitas komunikasi pemerintahan pusat dan otonomi daerah.
Kalau ide ini dilaksanakan, berarti ada satuan wilayah yang dihapus. Nggak ada pemimpin di level provinsi?
Ya memang fungsinya tidak terlalu maksimal. Pemerintah provinsi itu hampir tidak memiliki kewenangan apa pun. Kewenangannya ada di tingkat pusat dan tingkat kabupaten. Tapi ini baru ide mentah ya, yang mungkin perlu kita kaji lebih mendalam menyangkut dua aspek.
Aspek yang pertama SDM-nya sudah terlampau banyak di situ, di situ ada DPRD, disitu ada apa? Pemerintah yang memiliki ASN yang cukup besar, SDM-nya melimpah, kalau nanti ditutup atau tidak ada gubernur, lalu kemana ini level rekrutmen kepemimpinan tengah ini?
Nah yang kedua tentu kita harus hati-hati soal siapa yang mewakili pemerintah pusat di dalam pengawasan kabupaten-kota, apakah dirjen? Apakah langsung menteri? Nah ini juga perlu diskusi pematangan yang membutuhkan pikiran yang jernih, tajam dan melibatkan ahli-ahli otonomi daerah sekaligus pemerintahan.
Oh ya, Cak Imin ini kabarnya dulu juga mendalami jurnalistik, bagaimana ceritanya?
Jadi saya itu setelah lulus S1 memang bergeraknya di dunia media ya. Lebih tepatnya sebetulnya mendirikan sebuah tabloid dulu bersama Mas Eros Djarot dan beberapa tokoh-tokoh waktu itu. Di mana setelah akhir-akhir pembredelan itu kemudian tumbuh kesadaran kritislah gitu sehingga dunia media menjadi lebih luas.
Sempat hampir sekitar empat tahun lah di dunia tulis menulis, tidak hanya media juga di kajian dan penelitian yang saya tekuni. Dan dulu memang hobinya di situ, kesenangannya di situ. Tapi tiba-tiba reformasi pendirian partai. Kemudian saya diajak oleh Gus Dur untuk mengembangkan PKB ini akhirnya ya jurnalistik kita tinggalkan.
Kenapa bisa berbelok dari jurnalistik ke dunia politik?
Memang gennya di situ sih sebetulnya. Latar belakang utama kita itu sosial ya, sosial terutama keluarga saya, Bapak, Ibu, Kakek-Kakek semua memang bergerak di dunia organisasi. Organisasi sosial, organisasi keagamaan, di NU, di pesantren, di lembaga pendidikan yang memikirkan dua hal.
Yang pertama SDM dan mutu kualitas pengajaran pendidikan formal. Yang kedua, kemasyarakatan, setelah banyak menjadi bagian dari dunia pendidikan ini bukan hanya institusinya, tetapi komunitas masyarakatnya.
Lalu seperti sejarah NU, awalnya pesantren kemudian berkembang menjadi masyarakat, lalu berkembang membutuhkan organisasi yang mengayomi. Lebih luas lagi, punya kekuatan jumlah yang banyak, akhirnya butuh partai politik. Nah, sama seperti itulah gennya sehingga ini dunia baru tapi sebetulnya sejarahnya dunia lama.
Jadi memang sudah dari sononya ya, Cak?
Dari sononya, memang doktrin yang ditanamkan kan sebetulnya mendidik, bermanfaat dan memberikan perubahan nyata buat masyarakat, itu doktrinnya ya. Tapi saya waktu itu kan di Jogja sempat anti-partai ya, karena di zaman Orde Baru itu kan partai hanya 3 yang kita anggap tidak terlalu berfungsi maksimal, sehingga kritisisme itu. Nah, setelah itu diajak PBNU bersama Gus Dur mendirikan PKB, ya memang akhirnya ya memang dunia kita di sini.
Waktu itu diminta jadi Sekjen PKB yang pertama dan akhirnya menemukan jati dirinya di politik?
Ternyata di sini. Karena apa, politik itu menyangkut apa? Jalan cepat untuk lebih berkiprah. Ibaratnya banyak perubahan-perubahan mendasar yang bisa kita lakukan lebih cepat dibanding misalnya melalui organisasi kemasyarakatan, melalui dakwah, melalui lembaga pendidikan. Nah, dengan politik ini kita bisa memegang policy yang mendorong semua rangkaian-rangkaian dari perjalanan perjuangan-perjuangan lainnya.
Â
Politik Identitas, Israel, dan PSSI
Pemilu 2024 masih dibayang-bayangi oleh isu-isu politik seperti yang sudah-sudah, seperti isu politik identitas. Anehnya, Partai Ummat bahkan mengikrarkan diri sebagai partai politik identitas. Bagaimana pandangan Cak Imin?
Jadi begini, ada dua pemahaman yang harus kita sadari ya. Yang pertama bahwa politik identitas itu menyangkut identitas agama, suku, ras, golongan dan latar belakang.
Ini artinya bagaimana yang latar belakang yang sensitif ini tidak merusak apa yang disebut sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga identitas ini harus lebih digunakan, lebih produktif, tidak dimanipulasi untuk apa akibat-akibat yang negatif, sehingga misalnya agama bisa menjadi latar belakang politik, tetapi menjadi positif kalau agama itu diangkat pesan dan nilainya.
Tetapi kalau agama dijadikan legitimasi untuk adu domba, itu namanya politik identitas. Begitu juga yang kedua, kita harus melihat perbedaan suku, agama, ras dan golongan itu bukan hambatan, tetapi itu justru peluang. Karena itu saya tidak setuju kalau ada pernyataan politik identitas itu negatif.
Tidak, politik identitas itu positif manakala justru itu menjadi potensi untuk perubahan dan perbaikan. Orang atau sebuah partai menggunakan agama sebagai motivasi atau agama sebagai alat untuk promosi ya nanti rakyat yang menilai, apakah dia melanggar norma-norma pesan agama atau dia mengeksploitasi agama akan terbukti di situ dan pengalaman menunjukkan yang akan laku adalah yang benar-benar terbukti meletakkan agama sebagai spirit, bukan agama sebagai simbol.
Bagaimana pula dengan pro-kontra soal olahraga yang harus dipisahkan dari agama dan politik jika dihubungkan dengan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20?
Jadi begini. Yang paling pokok dari cara pandang kebutuhan orang banyak itu adalah jangan sampai kita tidak bisa membedakan antara kepentingan nasional dengan kepentingan politik. Kepentingan nasional itu apa ya? Menurut saya, kepentingan nasional itu adalah kebutuhan untuk mewujudkan prestasi-prestasi olahraga yang baik, menjadi bagian dari Piala Dunia, menjadi bagian dari kompetisi global, itu tujuan utama.
Nah, soal politik luar negeri, komitmen kita kepada Palestina, pembelaan kita kepada Palestina. Sikap kritis kita kepada Israel, itu nomor dua. Yang paling pokok adalah kepentingan nasional.
Karena itu saya setuju dengan pernyataan Bung Karno bahwa yang paling dikedepankan adalah semua hal harus mengutamakan kepentingan nasional. Termasuk ketika kita harus mengambil sikap politik luar negeri, diplomasi tujuannya untuk kepentingan nasional. Diplomasi bukan untuk kepentingan-kepentingan di luar kepentingan nasional.
Itu satu, yang kedua perlu dicatat bahwa olahraga sepak bola atau cabang olahraga lainnya itu menyangkut tiga, satu hobi, dua hiburan, yang ketiga kemanusiaan. Kalau sudah bicara ini mestinya lintas batas negara, lintas batas latar belakang, perbedaan cara pandang politik itu hilang, konsentrasi di prestasi.
Lantas kedepannya bagaimana?
Nah, saya melihat ke depan Indonesia harus tuntas ya, Indonesia harus tuntas tidak boleh lagi berdebat Israel atau tidak Israel menyangkut olahraga. Pokoknya menyangkut olahraga adalah ruang yang bebas dari berbagai konflik dan berbagai kepentingan yang menyangkut politik negara.
Oleh karena itu, supaya cair dan saya ingin menyatakan Indonesia harus terbuka seluas-luasnya dengan perbedaan apa pun dalam hal olahraga. Nyatanya, misalnya panjat tebing, atletik, olah raga macam-macam main di Indonesia aman-aman saja. Saya kira kita harus punya prinsip itu sehingga tidak punya cara pandang ganda yang itu merugikan Indonesia sendiri di dalam peta prestasi dunia yang terus kita kejar.
Kita kehilangan kesempatan dan kemarin gara-gara gagalnya sebagai tuan rumah, saya kira Tim Nasional Indonesia U-20 enggak punya kesempatan bermain di tingkat dunia. Padahal Timnas U-20 ini tidak akan punya kesempatan main di tingkat dunia kalau kita tidak menjadi tuan rumah. Ini kesempatan emas yang yang gagal, yang menyedihkan.
Kalau melihat komentar di media sosial, kekecewaan itu sangat terasa. Mereka menyebut asa melihat kemajuan sepakbola Indonesia dikalahkan oleh politik, menurut Cak Imin?
Betul, betul. Saya kira ini harus disadari oleh semua tokoh, semua pemimpin baik agama maupun politik, bahwa olahraga, seni, budaya, hiburan free tanpa batas. Baik itu wilayah negara, latar belakang perbedaan, bahkan kalau ada perang antarnegara, misalnya Rusia melawan Ukraina, silakan perang. Tapi dalam hal olahraga tidak ada batasan.
Jadi kalau misalnya kita nanti jadi tuan rumah olahraga apa pun, maupun Rusia maupun Ukraina datang welcome. Ngomong kasarnya dari belahan negara antah berantah manapun, kalau menyangkut hobi, seni, olahraga, budaya tidak boleh mengganggu. Semua harus mendukung meskipun kita berbeda cara pandang dan latar belakang apa pun.
Ini harus clear, karena kalau enggak kita tidak akan bisa mengejar ketertinggalan di berbagai bidang peradaban dunia.
Nggak akan maju-maju?
Nggak maju-maju kalau terus kita dihantui oleh hal-hal yang belum tentu itu kepentingan nasional kita. Toh, misalnya dengan Israel tidak boleh main di Indonesia, apakah kemudian Palestina merdeka? Belum juga, tidak juga. Enggak ada hubungannya.
Sekali lagi, Indonesia harus membuka diri seluas-luasnya. Olahraga, seni, budaya, kemudian hobi, itu adalah ruang yang bebas.
Oke, kita juga tahu Cak Imin adalah penggemar sepakbola, bahkan pernah menyatakan ingin menjadi Ketua Umum PSSI, kenapa pada KLB PSSI kemarin tidak mencoba?
Saya 2014, ketika hiruk-pikuk PSSI, konflik pecah dan seterusnya, terpanggil sebagai orang yang hobi menikmati bola dan dari kecil memang itu sebuah olahraga rakyat yang memang kita rasakan ya, kompetisi tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten itu terpanggil.
Pengalaman kepemimpinan di bidang politik rasanya cukup untuk bisa ikut. Tapi nampaknya tidak semudah itu. Karena saya dunianya memang dunia lain, kira-kira kalau dibutuhkan saja, kalau dibutuhkan.
Tapi saya tidak punya niat dan ambisi untuk menjadi Ketua Umum PSSI dalam artian kemauan pribadi. Kalau memang dibutuhkan, ya kita oke-oke saja.
Jadi tetap support ya, kalaupun memang dibutuhkan, begitu?
Support, kalau ada yang lebih ahli, saya sudahlah di politik saja.
Â
Advertisement
Koalisi Besar yang Masih Mentah
Belum lama ini Cak Imin memposting foto di Instagram tentang pertemuan dengan Presiden Jokowi, apakah itu juga membicarakan tentang posisi PKB di Pemilu 2024?
Oh pasti, kita setiap saat bahkan secara rutin sering menghadap Beliau untuk mendapatkan masukan sebagai keluarga besar koalisi pemerintah yang juga menjadi bagian dari tanggung jawab pembangunan yang memang PKB ini pengusung dua periode Pak Jokowi dari awal.
Karena itu setiap saat kita punya mau ide, gagasan kita sampaikan ke Beliau dan kita juga mendapatkan arahan masukan untuk langkah-langkah berikutnya, termasuk pilpres, pileg. Langkah-langkah politik, isu-isu kekinian, parlemen maupun isu-isu kekinian ekonomi.
Kalau pertemuan dengan Presiden Jokowi di Kantor DPP PAN bersama ketum parpol koalisi pemerintah bagaimana, apakah benar membicarakan tentang pembentukan koalisi besar?
Ada yang menginginkan seperti itu. Jadi tentu ini bagian dari proses ya, proses kristalisasi rekrutmen, kesimpulan untuk berpartner. Wajar sebagai proses, meskipun itu baru ide mentah sekali. Lebih tepatnya PKB dan Gerindra belum membahas sama sekali. Tiba-tiba ada acara yang digagas oleh teman-teman PAN, kebetulan mengundang Presiden.
Lalu kebetulan kita semua bisa hadir dan ya secara spontan kita ketemu untuk memperkuat sebetulnya, memperkuat kebersamaan di dalam mensukseskan pemerintahan ini. Karena selama ini masing-masing masih sibuk dengan kegiatannya dan momentum Ramadhan ini terjalin.
Jadi idenya masih sangat mentah, yang disebut koalisi besar itu kayak apa? Bagaimana mengambil keputusan siapa capres dan cawapres? Itu juga masih belum sampai ke sana.
Jadi hanya untuk membangun silaturahmi saja ya?
Betul, siapa tahu lebih cocok kayak apa gitu. Penjajakanlah, pedekate.
Tapi seandainya kedepannya memang ada wacana seperti itu, koalisi besar-besaran gitu ya. Posisi PKB sendiri bagaimana nantinya?
Ya prinsipnya kan dua, yang pertama kepentingan PKB dan ide gagasan PKB menjadi pertimbangan. Yang kedua, ya selagi itu memberi kontribusi demokrasi yang baik, sistem politik yang sehat, sangat positif ya, sangat penting koalisi besar itu. Di sisi yang lain, dengan koalisi besar itu lebih simpel untuk kemenangan tentu saja, semakin banyak dukungan akan memudahkan pemenangan. Tapi kita lihat nanti apakah bisa terwujud atau tidak. Sampai hari ini belum belum ada pembicaraan.
Padahal kalau kita lihat sekarang ini kan sudah mau mendekati tenggat waktunya untuk mendeklarasikan pasangan capres-cawapres ya?
Tentu semua akan melihat sampai batas kira-kira Agustus. Agustus adalah limit time untuk memutuskan pendaftaran pada bulan September. Nah, ya sangat tergantung siapa yang memulai. Ini bisa disebut sebagai kebuntuan. Saling mengintai, saling menunggu, saling membuat proses menuju kepastian. Karena kan siapa capresnya, siapa wapresnya akan diantisipasi oleh koalisi lainnya.
Kembali ke PKB, bisakah Cak Imin memberi penekanan kepada publik, kenapa kita harus memilih PKB?
PKB ini punya sejarah panjang menjadi rangkaian dari sebelum kemerdekaan oleh kakek-kakek kita melalui Partai NU yang ikut mendirikan negeri ini, mengisi kemerdekaan bersama Orde Lama Bung Karno, bersama Orde Baru Pak Harto, era Reformasi hari ini, artinya punya pengalaman.
PKB punya pengalaman yang tidak berdiri sendiri, ada rangkaian panjang sejarah. Yang kedua, PKB ini basic utamanya adalah nilai. Apa itu? Nilai-nilai yang dididik di dalam lingkungan keluarga, pesantren, keluarga yang berbasis agama, yang itu menjadi motivasi.
Maksudnya begini, di dalam membangun negara ini punya ideologi, basis teori, dan basis perencanaan yang tepat. Jadi ibaratnya mewujudkan bangsa yang maju sudah ada ajaran-ajaran yang melingkupinya. Tidak sekadar berangkat pada kepentingan-kepentingan.
Target perolehan suara PKB sendiri pada Pemilu 2024 berapa persen?
Ya kita kemarin kan hampir 10 persen. Kita ingin terjaga pada minimal 13 persen. Artinya tiga digit kita ingin raih, tiga level yang akan kita kejar. 100 kursi di DPR RI, punya presiden atau wakil presiden, kemudian perolehan 13 persen pada Pemilu 2024.
Dan kalau dilihat berarti dari tahun-tahun sebelumnya itu tetap, konsisten ya, Cak?
Iya, ada peningkatan terus-menerus.
Rangking 4 Sejumlah Survei Capres-Cawapres
Kembali ke soal capres-cawapres, dalam sejumlah survei posisi Cak Imin ini kan masih di papan tengah, bagaimana langkah-langkah untuk meningkatkan?
Ya alhamdulillah tiga tahapan sudah kita lalui. Yang pertama, memanfaatkan para pengurus dan aktivis partai di semua daerah yang terus bekerja terus dan membuktikan hasilnya dari survei-survei yang ada.
Meskipun ada catatan banyak survei yang tidak memunculkan nama saya, ada juga banyak. Harusnya saya di survei itu dimunculkan. Dari 10 nama harus ada saya, rata-rata banyak yang dari 10 nama yang disurvei saya tidak dimasukkan.
Karena itu saya berani diuji dari 5 nama yang ada, mungkin sekarang sudah bisa dilihat rankingnya. Alhamdulillah saya rangking ke-4 ya. Artinya kenaikan tinggi. Memang masih Ganjar, Prabowo, Anies baru saya. Tapi ini wajar, prosesnya nanti akan kita lihat. Di Jawa Timur malah beda lagi, saya lebih unggul dibanding yang lain.
Karena memang Cak Imin orang Jawa Timur.
Basis PKB di sana.
Cak Imin tadi kan bilang, meskipun sibuk 24 jam di partai, masih sempat menjalankan hobi seperti sunmori kadang-kadang dengan Vespa-nya, Vespa-nya namanya siapa, Cak?
Itu dari mahasiswa, jadi waktu mahasiswa saya kuliah di Jogja kan memang dibawain Vespa sama orangtua dan hobi merawat Vespa itu ya terpaksa kita lakukan karena memang punyanya motor ya Vespa itu.
Tapi ternyata unik memang, sering kita kasih nama-nama, sering kita ikut pawai-pawai dan ternyata setelah tua sekarang ini hobi Vespa ini ternyata lebih unik, lebih mahal lagi gitu kan.
Nah saya dulu sih dikasih nama Meriam Bellina, waktu itu. Memang lagi lumayan populer-populernya Meriam Bellina waktu itu, sehingga ya namanya terpengaruh lah, kira-kira begitu.
Jadi sampai sekarang Vespa-nya itu masih ada?
Itu sudah hilang gitu, enggak tahu. Tapi saya punya prototipe yang sama, yang dulu saya pake Vespa super waktu itu.
Dan sekarang masih sering ya jalan-jalan naik Vespa?
Masih, masih ikut. Kalau teman-teman mengajak di berbagai daerah, malah saya sering ke daerah sudah disediain di sana, lalu tinggal naik aja di pawai dengan rombongan yang besar.
Terakhir, bisakah Cak Imin menyampaikan kepada Sahabat Liputan6.com bagaimana kedepannya biar masyarakat tidak gampang termakan hoax, apalagi menuju Pemilu 2024.
Yes. Sahabat-sahabat Liputan6.com, hari ini kita menyaksikan bagaimana sosial media, dunia maya begitu bebas. Semua bisa berpendapat dan memasukkan berbagai informasi, termasuk informasi hoax merajalela dari berbagai sumber dalam negeri maupun dari luar negeri.
Tugas kita, mari kita berperan lebih baik bermanfaat dengan melakukan seleksi yang tepat dan akurasi yang memadai sehingga harus hati-hati di dalam men-sharing apalagi menyebarluaskan isu-isu hoax yang membahayakan perpecahan dan hoax harus kita lawan dengan kejernihan dan akurasi. Bacalah, ikuti berita-berita yang akurat dan faktual di Liputan6.com.
Â
Advertisement