Jokowi Beri Grasi ke Merry Utami, ICJR: Langkah Penting Perubahan Kebijakan Hukuman Mati

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi pemberian grasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo alias Jokowi kepada Merri Utami, terpidana mati kasus narkoba.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Apr 2023, 20:48 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2023, 20:48 WIB
Penjara Seumur Hidup
Ilustrasi: Penjara Seumur Hidup (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi pemberian grasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo alias Jokowi kepada Merry Utami, terpidana mati kasus narkoba. ICJR berpandangan grasi ini menjadi langkah penting dalam mengubah kebijakan hukuman mati di Indonesia.

"Bagi ICJR ini adalah langkah penting yang diambil oleh Presiden Jokowi dalam perubahan kebijakan hukuman mati selama ini. ICJR berharap hal yang sama akan diterapkan bagi terpidana mati lain, khususnya yang sudah lebih dari 10 tahun dalam masa tunggu terpidana mati," ujar Peneliti ICJR Adhigama Budiman dalam keterangannya, Jumat (14/4/2023).

Adhi mengatakan, berdasarkan keterangan kuasa hukum Merry Utami, kliennya menerima grasi dari Jokowi pada Kamis, 24 Maret 2023. Jokowi menelurkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 1/G/2023. Dengan Kepres tersebut, maka hukuman Merry menjadi pidana seumur hidup.

Merry Utami adalah seorang korban perdagangan orang yang telah duduk dalam deret tunggu terpidana mati lebih dari 20 tahun sejak dijatuhi pidana mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Grasi Merry ini telah diajukan sejak 2016.

"ICJR juga mengapresiasi LBH Masyarakat serta berbagai pihak yang menaruh kepedulian atas kasus ini sebagai pendamping Merry Utami," kata dia.

Adhi mengatakan kasus-kasus narkotika sering didapatkan dalam penerapannya justru menjerat orang-orang yang rentan, termasuk korban perdagangan orang. Kasus sejenis Merry Utami juga terjadi di kasus lainnya, dengan adanya dimensi eksploitasi dan kekerasan berbasis gender.

101 Orang dalam Masa Tunggu Pidana Mati

Ilustrasi Penjara
Ilustrasi Penjara (Liputan6.com/Abdillah)

Untuk kembali menekankan tentang kebijakan mati di Indonesia, saat ini per Maret 2023 berdasarkan database ICJR, terdapat 101 orang yang ada dalam masa deret tunggu terpidana mati di Indonesia.

Di satu sisi saat ini, Indonesia telah mengesahkan UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP baru yang memperkenalkan mekanisme masa percobaan bagi terpidana mati selama 10 tahun.

"Mekanisme ini akan berlaku secara otomatis untuk setiap terpidana mati sehingga semua terpidana mati berhak untuk mendapatkan pengubahan hukuman atau komutasi," kata dia.

Seluruh terpidana mati yang telah dalam masa tunggu akan menjadi subjek dari penilaian untuk pengubahan hukuman. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Universal Periodic Review (UPR) untuk memperkenalkan mekanisme pengubahan hukuman ini.

"Di dalam UPR Ke-4 Indonesia di tahun 2022, Indonesia mengambil komitmen dalam kemajuan Hak Asasi Manusia, salah satunya adalah dengan mendukung rekomendasi 140.89 dari negara Spanyol untuk memberikan perubahan hukuman/komutasi bagi seluruh terpidana mati, selain mekanisme grasi dari Presiden," kata Adhi.

Langkah Pembaruan Politik Hukum Pidana Mati

[Bintang] Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukuman (Sumber Foto: Pexels)

Grasi presiden sendiri menandakan ada langkah untuk memperbarui politik hukum pidana mati di Indonesia, yang juga selaras dengan KUHP Baru serta komitmen UPR ini.

"Penyegeraan peniliaian terpidana mati yang sudah dalam deret tunggu paling tidak untuk 101 terpidana mati yang sudah lebih dari 10 tahun menunggu eksekusi harus dilakukan, untuk menjadi subjek pengubahan hukuman sebagai persiapan implementasi KUHP baru," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya