Liputan6.com, Jakarta Dirjen Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro mengatakan, penanganan buruknya pencemaran udara Jakarta harus melibatkan semua daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Bodebek).
Menurut Sigit, berdasarkan kajian yang dilakukan KLHK dengan berbagai pihak didapati rekomendasi penanganan udara di Ibu Kota. Selain itu, koordinasi dengan wilayah penyangga tarkait buruknya kualitas udara pun telah dilakukan pada 16 Juli 2023.
"Kita juga sepakat, pendekatannya pengendalian kualitas udara di Jakarta itu keseluruhan Jabodetabek, tidak sendiri-sendiri di DKI," kata Sigit di Kantor Dirjen PPKL, Jakarta Timur, Jumat (11/8/2023).
Advertisement
Sigit menyampaikan, rekomendasi utama pendekatan pengendalian udara di DKI Jakarta, salah satunya melakukan uji emisi kendaraan bermotor untuk seluruh wilayah se-Jabodetabek. sigit menyebut, komponen-komponen uji emisi pun dipastikan telah lengkap.
"Karena tadi rekomendasi utamanya adalah uji emisi, maka kita juga sudah melakukan upaya-upaya serentak untuk menguji emisi. Bengkel penguji sudah disiapkan, kemudian orang yang melakukan uji emisi juga sudah disiapkan," jelas Sigit.
Sigit menyampaikan, koordinasi soal uji emisi juga telah dilakukan dengan pihak kepolisan. Nantinya, kata Sigit bakal ada sosialisasi terlebih dahulu ihwal diadakannya uji emisi se-Jabodetak.
"Sudah ada kesepakatan yang akan kita tindak lanjuti dan tentu akan ada sosialisasi untuk pelaksanaan uji emisinya," ujar dia.
Pengaruh Musim Kemarau
Adapun selama periode Juni-Agustus 2023 terjadi peningkatan pencemaran udara di DKI Jakarta. Berdasarkan data KLHK, peningkatan pencemaran udara di Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh musim kemarau yang membuat udara menjadi kering.
Selain itu, kegiatan industri yang serta penggunaan kendaraan bermotor juga menjadi faktor pemicu utama buruknya kualitas udara Jakarta.
Dari segi bahan bakar, sumber emisinya berasal dari batubara sebanyak 0,42 persen, bahan bakar minyak 49 persen, dan bahan bakar gas 51 persen.
"Kalau dilihat dari sektor-sektornya maka transportasi itu 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen perumahan 14 persen, dan komersial 1 persen," ucap Sigit.
Selain uji emisi, upaya lain memperbaiki kualitas udara adalah memperbaiki sektor transportasi, pengendalian peternakan, mencegah pembakaran sampah langsung, mengganti kayu dan minyak dengan gas atau kompor listrik, hingga menggunakan kendaraan listrik.
Advertisement