Menteri ATR Angkat Bicara soal Kisruh Pulau Rempang, Sebut Masyarakat Tidak Memiliki Sertifikat

Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan HPL dari BP Batam.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 13 Sep 2023, 12:06 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2023, 12:04 WIB
Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto (Istimewa)
Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto mengungkapkan, lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Hal ini disampaikan Hadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta pada Selasa 12 September 2023.

"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi dilansir dari Antara, Rabu (13/9/2023).

Hadi menjelaskan, lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Hadi mengatakan, sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Menurutnya, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan yang telah disampaikan.

Pemerintah telah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan.

Lebih lanjut, Hadi menyampaikan bahwa pemerintah juga menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.

"Dari 500 ha itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kita bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," kata Hadi.

Kementerian ATR/BPN juga menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun dermaga untuk para nelayan. Selama proses pembangunan, pemerintah akan memberikan biaya hidup per keluarga dan dicarikan tempat tinggal.

Hadi mengatakan, ke depannya pemerintah memberikan beasiswa pendidikan ke Tiongkok bagi putra-putri yang tinggal di 15 titik di Pulau Rempang. Para putra daerah itu akan dilatih agar bisa bekerja di pabrik kaca yang rencananya berdiri di pulau tersebut.

Menurut Hadi, sebagian besar masyarakat Pulau Rempang senang mendengar penjelasan pemerintah. Pada Jumat 8 September 2023 lalu, telah dilakukan pematokan dan berjalan dengan baik. Namun, kemudian terjadi masalah di lapangan.

"Kami akan datang lagi ke sana untuk menemui masyarakat, untuk saya sampaikan apakah yang kita tawarkan semuanya bisa terima," ujar Hadi.

Pulau Rempang akan dibangun Rempang Eco City, salah satu proyek yang terdaftar dalam Program Strategis Nasional 2023. Pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus. Proyek ini merupakan kawasan industri, perdagangan hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia.

Konflik di Pulau Rempang, Mahfud Md Sebut Ada Kesalahan yang Dilakukan KLHK

Mahfud MD
Mahfud MD (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyampaikan, peristiwa kerusuhan yang melihatkan aparat keamanan dan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada Kamis 7 September 2023 bukanlah upaya penggusuran melainkan proses pengosongan lahan oleh pemegang hak.

"Harapannya agar kasus ini dipahami sebagai pengosongan lahan dan bukan penggusuran, karena lahan tersebut memang akan digunakan oleh pemegang haknya," ujar Mahfud Md kepada wartawan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat 8 September 2023.

Menurut dia, pada 2001-2002 lalu pemerintah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan dengan bentuk hak guna usaha. Sebelum investasi dimulai, tanah tersebut tidak digarap dan belum pernah dikunjungi.

Kemudian, lanjut Mahfud, pada 2004 dan seterusnya keputusan diambil untuk memberikan hak baru kepada pihak lain untuk menghuni lahan tersebut. Sementara, Surat Keterangan (SK) hak yang sah itu dikeluarkan pada 2001-2002.

Mahfud lantas menanggapi dugaan kesalahan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Pada tahun 2022, ketika investor hendak memulai proyeknya, pemegang hak datang ke lokasi dan menemukan bahwa tanahnya telah dihuni. Isu yang saat ini menjadi penyebab konflik adalah proses pengosongan lahan, bukan hak atas tanah atau hak guna usaha," papar Mahfud.

Mahfud menyebut, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.

"Ketika kemarin pada 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak itu datang ke sana, ternyata tanahnya sudah ditempati. Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK," terang dia.

"Jika saya tidak salah, ada sekitar lima atau enam keputusan yang dinyatakan batal karena terbukti melanggar dasar hukum," sambung Mahfud.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya