Â
Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan para pegawai rutan KPK yang terlibat skandal pungli mendapatkan uang bulanan dari para tahanan untuk mendapatkan fasilitas handphone. Uang tersebut terlebih dahulu disetor 'Lurah' yang merupakan pegawai KPK.
Hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan yang digelar oleh Dewas KPK agenda sidang putusan terhadap 90 pegawai rutan KPK.
Advertisement
"Berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan di persidangan para terperiksa mengetahui para tahanan KPK menggunakan handphone di dalam rutan namun dibiarkan karena para terperiksa telah menerima 'uang tutup' mata setiap bulan dari para tahanan KPK melalui 'lurah'," ungkap anggota Dewas KPK, Albertina Ho sata membacakan pertimbangan putusan di gedung Dewas KPK, Kamis (15/2/2024).
Adapun selain dengan mendapatkan fasilitas handphone, pegawai rutan juga memfasilitasi jasa mengisi daya power bank hingga menyelundupkan barang atau makanan lainnya.
Diketahui, untuk jasa mengisi daya power bank, pegawai rutan KPK mematok harga mulai dari Rp100-200 ribu.
Albertina menegaskan perihal ketentuan barang yang boleh dibawa oleh para tahanan KPK telah diatur dan hanya barang sehari-hari dan terbatas saja.
"Sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat 3 peraturan komisi KPK Nomor 1 Tahun 2012 tentang perawatan tahanan pada rumah tahanan KPK menyatakan tahanan tidak diperkenankan membawa barang-barang selain perlengkapan mandi, cuci pakaian sehari-hari, perlengkapan ibadah, dan buku bacaan," pungkasnya.
Albertina melanjutkan, 'Lurah' tersebut kemudian membagikan uang kepada para bawahannya baik secara tunai maupun nontunai dengan nominal yang bervariasi sesuai dengan jabatan.
Pungli KPK Terjadi Sejak 2018
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan skandal pungli di rutan KPK yang dilakukan oleh 90 pegawai telah terjadi sejak 2018 silam lalu. Tepatnya pada saat Dewas KPK dibentuk.
Setelahnya, pungli tersebut kembali terjadi pada tahun 2020. Hal tersebut terungkap pada saat sidang putusan untuk 11 pegawai KPK kluster pertama yang digelar hari ini, Kamis (15/2)
"Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas meskipun para terperiksa menerima uang bulanan dan/atau penerimaan lainnya pada tahun 2018 dan 2019 sebelum Dewas KPK dibentuk namun penerimaan tersebut berlanjut pada tahun 2020, 2021, 2022, 2023," ujar anggota Dewas KPK, Albertina Ho saat membacakan fakta persidangan di gedung Dewas KPK.
Albertina menyebut kesebelas pegawai itu dianggap telah melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2001 Penegakan Kode Etik dan Kode Perlaku KPK.
Â
Tidak Terapkan Nilai-Nilai Pedoman KPK
Selain itu, Albertina juga menyebut ke-11 pegawai lembaga anti rasuah itu dianggap tidak mengimplementasikan nilai-nilai pedoman KPK.
Para pegawai KPK itu pun dianggap telah memanfaatkan jabatan dan kewenangan termasuk penyalahgunaan pengaruh yang dilakukan.
"Bahwa Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode perilaku KPK menyatakan 'dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas setiap insan Komisi dilarang menyalahgunakan jabatan dan atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahkangunakan pengaruh sebagai insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan," pungkas dia.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang putusan ini, Dewas KPK bakal memvonis 90 pegawai KPK yang dibagi menjadi enam kluster.
Modus yang dilakukan dengan cara pegawai KPK mematok harga untuk penyelundupan handphone untuk para tahanan yang ditaksir Rp10-20 juta yang disetor tiap bulannya.
Modus lainnya yakni dengan menyediakan jasa mengisi daya handphone untuk para tahanan. Untuk mendapatkan hal tersebut, para tahanan merogoh kocek Rp200-300 ribu.
Â
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com
Â
Advertisement