Alumni Universitas Pancasila Siap Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Seksual hingga Tuntas

Alumni Universitas Pancasila menekankan bahwa perlindungan dan pemulihan korban dugaan pelecehan seksual oknum rektor harus lebih diutamakan di tengah proses hukum yang saat ini berjalan.

oleh Dicky Agung Prihanto diperbarui 29 Feb 2024, 06:04 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2024, 05:55 WIB
Demo Kasus Pelecehan Seksual di Universitas Pancasila
Mahasiswa Universitas Pancasila menggelar aksi demo terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan rektor inisial ETH. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Pancasila (UP) mendapatkan sejumlah respons dari alumni. Keluarga Alumni Universitas Pancasila Komisariat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila (KAUP Komisariat FIKOM UP) memberikan sejumlah pernyataan terkait kasus tersebut.

Perwakilan KAUP Komisariat FIKOM UP, Nur Ruli Febriyanti mengatakan, pihaknya bersimpati terhadap korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan Rektor Universitas Pancasila. Pihaknya menekankan perlindungan dan pemulihan korban lebih diutamakan di tengah proses hukum yang saat ini berjalan.

“KAUP Komisariat FIKOM UP akan mengawal kasus ini sampai tuntas, dengan harapan keadilan dan pemulihan korban sebagai asas tertinggi yang dihasilkan penegak hukum,” ujar Nur Ruli Febriyanti melalui surat yang diterima Liputan6.com, Rabu (28/2/2024).

KAUP Komisariat FIKOM UP percaya institusi penegak hukum bekerja dengan baik memproses kasus dugaan pelecehan seksual ini. Selain itu, mereka juga menekankan perlindungan dan pemulihan korban pelecehan seksual diatur Pasal 12 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“KAUP FIKOM UP menyerukan agar identitas dan keselamatan korban, termasuk keluarganya, diperhatikan Universitas Pancasila, sebagai bentuk tanggung jawab dalam mewujudkan ruang aman bagi korban,” ucap Nur Ruli Febriyanti.

Para alumni FIKOM UP juga meminta Universitas Pancasila segera membuat permintaan maaf di media massa, termasuk di media sosial. Hal itu diatur dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“KAUP FIKOM UP menilai, Universitas Pancasila punya tanggung jawab moral untuk menyatakan kegagalannya menjadi lembaga yang bersih dari kasus pelecehan seksual di lingkungannya, dalam hal mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” terang Nur Ruli Febriyanti.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kembalikan Nama Baik UP

Universitas Pancasila harus mengembalikan nama baik institusi yang sudah jelas tercoreng akibat kasus pelecehan seksual. Hal itu diatur dalam Pasal 19 ayat b Permendikbud 20 Tahun 2021 Tentang PPKS, tentunya akan merugikan mahasiswa dan Sivitas Akademika.

“Membiarkan proses hukum yang berjalan sebagaimana mestinya, dan berharap tidak ada intervensi dari pihak manapun. Kami percaya penegak hukum bisa bekerja dengan asas keadilan kepada korban,” tulis Nur Ruli Febriyanti pada suratnya.

KAUP Komisariat FIKOM UP menilai, transparansi adalah hak publik untuk bisa ikut tetap mengawal kasus tersebut. KAUP Komisariat FIKOM UP berharap jangan ada pihak yang mengintervensi pers, oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun, yang memberitakan kasus pelecehan seksual di Universitas Pancasila.

“Patut diingat, kerja pers diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” terangnya.

Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Pancasila (SATGAS PPKS UP), ke depannya diharapkan berperan aktif dalam penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual, demi terciptanya suasana akademik yang kondusif di lingkungan Universitas Pancasila.

SATGAS PPKS harus terdiri dari pendidik, tenaga Pendidikan, dan mahasiswa, dan bekerja sesuai mekanisme yang diatur dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

KAUP FIKOM UP berharap Universitas Pancasila bisa menjadi lembaga pendidikan yang bersih dari kasus kekerasan seksual. KAUP FIKOM UP juga berharap agar kasus ini bisa diproses seadil-adilnya, terutama bagi korban.

“Semoga kasus ini bisa menjadi pembelajaran di masa mendatang,” pungkasnya.

 


Kubu Rektor Sebut Laporan Korban Janggal

Sebelumnya, Pengacara Rektor Universitas Pancasila (UP) ETH, Raden Nanda Setiawan menyebut, laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan dua orang korban terhadap kliennya terlalu janggal. Pasalnya, laporan tersebut dibuat tengah proses pemilihan rektor baru.

“Isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru,” kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (25/2/2024).

Raden menjelaskan, setiap orang bisa mengajukan laporan ke kepolisian. Namun, yang perlu digaris bawahi ancaman hukuman bagi siapa saja yang membuat laporan mengada-ngada.

“Kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya,” ujar dia.

Raden kemudian mengingatkan setiap pihak untuk tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocent),” ungkapnya.

Ia pun menyebut, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.

“Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak kepolisian untuk memproses secara profesional,” tandas dia.


UP Pastikan Kasus Tak Terkait Pemilihan Rektor Baru

Wakil Rektor 4 Universitas Pancasila, Diennaryati Tjokrosuprihatono memastikan bahwa kasus dugaan pelecehan seksual itu tidak ada kaitannya dengan proses pemilihan rektor baru yang telah bergulir.

"Tidak ada hubungannya dengan pemilihan rektor. Sama sekali enggak ada," kata Diennaryati saat konferensi pers, Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Diennaryati menerangkan, kedua korban kasus dugaan pelecehan seksual tidak menuntut apapun kecuali hanya pemulihan nama baik saja. "Tetapi waktunya pas saja. tidak ada sama sekali iktikad untuk mengganggu pemilihan rektor," ucap dia.

Sementara itu, Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) Yoga Satrio menambahkan, proses pemilihan rektor sudah berjalan sejak Januari 2024 dan diharapkan akan selesai akhir pada Maret 2024.

"Tanggal 2 April sudah ada rektor baru," ujar dia.

Yoga juga memastikan, bahwa pelaporan dugaan pelecehan seksual itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses pemillihan rektor.

"Kita tetap jalan sesuai ketentuan di UP bahwa rektor harus ada panitia 3 bulan sebelumnya. Kita bentuk itu. Tidak pernah lapor setelah kejadian, lalu lapornya ke polisi. kita enggak pernah menerima laporan baik lisan maupun tertulis," ucap Yoga menandaskan.   

Infografis: Rasa Berkuasa Pendidik Berujung Pelecehan Seksual (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Rasa Berkuasa Pendidik Berujung Pelecehan Seksual (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya