Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita aset milik mantan Kepala Kantor Bea Cukai Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Aset tersebut berupa mobil antik merk Chevrolet BLR 58 type Biscayne.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, mobil antik tersebut sempat disembunyikan di kawasan Jakarta Timur. Mobil itu berhasil ditemukan atas penelusuran Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK.
Baca Juga
"Mobil ini diduga sengaja disembunyikan dan disimpan di salah satu bengkel reparasi mobil yang berlokasi di Duren Sawit, Jaktim," kata Ali saat dikonfirmasi, Kamis (4/4/2024).
Advertisement
Ali menerangkan, mobil antik tersebut disamarkan dan disembunyikan melalui penguasaan orang lain. Untuk selanjutnya, mobil antik itu dibawa ke Markas KPK guna dikonfirmasi lebih lanjut.
"Dengan temuan ini dan aset-aset lainnya, segera akan dikonfirmasi lebih lanjut pada para saksi yang dipanggil Tim Penyidik," tutur Ali.
Selain mobil antik merek Chevrolet, KPK sebelumnya juga telah menyita beberapa bidang tanah milik tersangka.
Sekiranya ada tiga bidang tanah milik mantan Kepala Bea Cukai Makassar ini yang telah disita oleh penyidik. Aset-aset tersebut tersebar di Kelurahan Darussalam Kecamatan Meral Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Bila ditotalkan ketiga bidang tanah itu seluas 5.911 m².
Untuk diketahui, Andhi Pramono saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam dalam kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi.
Jaksa KPK mendakwa mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono menerima gratifikasi dengan total Rp58,9 miliar dengan dakwaan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Uang Gratifikasi untuk Bayar Anak Kuliah
Sebelumnya diberitakan, mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp58.974.116.189 atau Rp58,9 miliar terkait pengurusan ekspor impor. Dari penerimaan tersebut, Andhi Pramono menggunakannya untuk membayar rumah sakit dan membayar biaya kuliah anaknya.
"22 Februari 2021 sejumlah Rp50 juta untuk membayar biaya rumah sakit terdakwa. Pada sekitar tahun 2022 bertempat di restoran padang di daerah Jakarta Utara sejumlah Rp50 juta untuk biaya kuliah anak terdakwa," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2023).
Andhi Pramono didakwa menerima gratifikasi Rp50.286.275.189,79 dan USD264,500 atau setara dengan Rp3.800.871.000,00 serta SGD409,000 atau setara dengan Rp4.886.970.000,00. Secara total Rp58.974.116.189,79 atau Rp58,9 miliar.
"Yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Pegawai Negeri pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa," ujar Jaksa Joko Hermawan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2023).
Jaksa menyebut, penerimaan gratifikasi tersebut diterima Andhi secara langsung dan melalui rekening bank atas nama pribadi maupun atas nama orang lain (nominee) yang dikuasai oleh Andhi Pramono.
Rekening atas nama orang lain yang dikuasai Andi yakni rekening BCA atas nama Ronu Faslah, BCA atas nama Sia Leng Salem, BCA atas nama Kamariah (mertua Andhi Pramono), BCA atas nama Iksannudin, kemudian BCA atas nama Radiman, BCA atas nama Nur Kumala Sari, dan BCA atas nama Yanto Andar.
Advertisement
Rincian Penerimaan Gratifikasi
Jaksa merinci, Andi menerima dari Suriyanto seorang pengusaha sembako di Karimun senilai Rp2.470.000.000,00 sebagai Kepala KPPBC TMP B Teluk Bayur. Dia menerima uang tersebut dalam 32 kali transaksi melalui rekening atas nama Rony Faslah, Sia Leng Salem, dan Kamariah.
Andhi juga menerima gratifikasi melalui Rony Falsah pada kurun waktu tanggal 22 Mei 2012 sejak menjabat sebagai Pj Kepala Seksi Penindakan Kanwil DJBC Riau dan Sumatera Barat sampai tanggal 15 Desember 2020 ketika menjabat sebagai Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kanwil DJBC Jakarta. Andhi menerima 81 kali transaksi hingga seluruhnya berjumlah Rp2.796.300.000,00.
Andhi juga menerima dari PT Agro Makmur Chemindo saat menjabat Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai V KPPBC TMP B Palembang. Andhi menerima melalui 3 rekening atas nama orang lain yang dikuasai olehnya dengan nilai seluruhnya Rp4.008.545.500,00.
Penerimaan dari Rudi Hartono sebagai Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai V KPPBC TMP B Palembang dalam 7 kali transaksi hingga seluruhnya berjumlah Rp1.170.000.000,00.
Selanjutnya
Penerimaan dari Rudy Suwandi saat menjabat sebagai Kepala KPPBC TMP B Teluk Bayur dan sebagai Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kanwil DJBC Jakarta dengan lima transaksi seluruhnya berjumlah Rp345.000.000,00.
Penerimaan dari Komisaris PT Indokemas Ahikencana Johannes Komarudin saat menjabat Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kanwil DJBC Jakarta, berjumlah Rp360.000.000,00.
Penerimaan dari Hasim bin Lanahasa dan La Hardi dalam 15 kali transaksi seluruhnya berjumlah Rp952.250.000,00. Penerimaan dari Sukur Laidi dalam 16 kali penerimaan hingga seluruhnya berjumlah Rp480.000.000,00.
Dan penerimaan lainnya berjumlah Rp7.076.047.006,00. Andhi juga menerima dalam bentuk uang tunai keseluruhan berjumlah Rp4.176.850.000,00.
Andhi didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Advertisement