3 Hakim MA Dilaporkan ke KY Terkait Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY), terkait perubahan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui putusan nomor 23 P/HUM/2024.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 03 Jun 2024, 16:05 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2024, 16:05 WIB
Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY), terkait perubahan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui putusan nomor 23 P/HUM/2024.
Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY), terkait perubahan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui putusan nomor 23 P/HUM/2024. (Foto: Liputan6.com/Nanda Perdana Putra).

Liputan6.com, Jakarta Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY), terkait perubahan syarat batas minimal usia calon kepala daerah melalui putusan nomor 23 P/HUM/2024.

Direktur Gradasi, Abdul Hakim menyampaikan, putusan tersebut diduga bersinggungan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam proses pengujian Undang-Undang Pilkada.

"Diduga kuat melanggar (kode etik). Karena apa? Kenapa ini diprioritaskan. Artinya kalau diprioritaskan untuk seseorang, ada asas yang dilanggar, asas imparsialitas. Seharusnya tidak terjadi. Harusnya hakim tidak ada keberpihakan," tutur Hakim di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).

Tiga hakim yang dilaporkan adalah Hakim Agung Yulius, Hakim Agung Cerah Bangun, dan Hakim Agung Yodi Martono Wahyunadi. Menurut Hakim, mereka diduga telah melanggar asas ketidakberpihakan, kenetralan, serta sikap tanpa bias dan prasangka dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara atau imparsialitas.

Pasalnya, proses permohonan pengujian Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota terhadap UU Pilkada yang dilakukan Partai Garuda tersebut diputus secara cepat oleh ketiganya, yakni dikeluarkan hanya dalam tiga hari.

"Kami tidak tahu ada apa di dalamnya sehingga kami datang ke sini untuk meminta kepada KY untuk memanggil ketiga hakim ini untuk didalami," jelas dia.

Hakim mengulas, berdasarkan catatannya MA setidaknya membutuhkan waktu hitungan bulan sebelum memutus perkara pengujian Undang-Undang. Selain itu, proses pengujian dan putusan itu dinilainya janggal lantaran dilakukan jelang Pilkada Serentak 2024.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ada yang Diuntungkan

Sifat pengujian Undang-Undang di MA yang tertutup pun disebutnya sarat dimanfaatkan untuk sesuatu yang bermuatan politis. Terlebih, beredar isu putusan tersebut merupakan langkah memuluskan Kaesang Pangarep ikut dalam Pilkada Serentak 2024.

"Bisa jadi ada. Kami tidak fokus pada politiknya, tapi fokus pada proses pengadilan ini, putusan ini. Siapa yang diuntungkan, teman-teman bisa cari sendiri nanti. Pasti ada yang diuntungkan dari putusan ini," ungkap Hakim.

Koordinator Gradasi Zainul Arifin menambahkan, KY harus menggunakan kewenangannya untuk memanggil dan memeriksa ketiga hakim tersebut. Termasuk memutuskan sanksi apabila benar mereka memyalahi aturan.

"Kita mau ya pencopotan, kalau itu memang jelas terbukti ya. Tapi paling tidak ada ketegasan KY untuk mengklarifikasi dan memanggil pihak itu. Dan kalaupun dikonfrontir, kami siap," kata Arifin.

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) resmi mengabulkan permohonan yang diajukan Partai Garuda ihwal aturan batas minimal usia calon gubernur (cagub) dan wakil gubernur (cawagub) untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Adapun hal ini tertuang dalam keputusan MA Nomor 23 P/HUM/2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon Partai Garda Republik Indonesa (Garuda)," demikian putusan MA, dikutip Kamis 30 Mei 2024.

 


Putusan MA

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Nomor 10 Tahun 2016.

Lalu, MA mengubah ketentuan syarat minimal usia cagub di Pilkada yang semula berusia paling rendah 30 tahun yang terhitung sejak penetapan pasangan calon (paslon), menjadi terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

Menurut MA Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai cagub berusia 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon (paslon).

"Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih," demikian putusan MA tersebut.

Oleh sebab itu, MA memerintahkan kepada KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya