Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menilai, proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tetap sulit menarik minat investor. Sebab, menurut dia, masalah utama bukan pada pergantian pejabatnya, tetapi dasar kebijakan yang sudah keliru sejak awal.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan sejumlah temuan pada mega proyek tersebut, di antaranya belum memadainya persiapan pembangunan infrastruktur IKN karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 2.0856 Ha,” kata Suryadi dalam keterangannya, Sabtu (15/6/2024).
Baca Juga
Plt Kepala Otorita IKN, kata Suryadi, menyebut perlu Peraturan Presiden (Perpres) untuk penyelesaian dengan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Plus atau PDSK Plus. Namun wakilnya meyakini, tidak perlu Perpres. Hal ini menunjukkan kegamangan Pemerintah dalam menjalankan kebijakan turunannya
Advertisement
“Dengan banyaknya permasalahan tersebut, tentunya makin berat bagi OIKN untuk memenuhi ekspektasi Pemerintah dalam membidik investasi yang tinggi di IKN. Buktinya investasi yang masuk ke IKN baru Rp 47,5 triliun sejak 2023 hingga Januari 2024, sedangkan targetnya adalah Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini,” ucap politikus PKS ini.
Masih Andalkan Investor Lokal
Menurut Anggota Komisi V DPR RI ini, Pemerintah masih mengandalkan investor nasional untuk pembangunan IKN.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada 11 Juni 2024 mengakui belum ada investor asing yang masuk. Groundbreaking proyek di IKN yang sudah keempat kalinya juga diisi oleh investor nasional.
“Kami menganggap bahwa investasi IKN tidak dapat meningkat karena karakteristiknya infrastruktur publik, sementara publiknya belum ada. Jika pun ada, tidak bakal sampai 5 juta penduduk. Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun,” kata dia.
Advertisement
Tak Beri Dampak pada Ekonomi Nasional
Wakil Sekretaris FPKS DPR RI ini menyebut, investor khususnya dari negara maju memiliki standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang tidak menghendaki pembangunan yang ada deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.
“Kami tidak yakin bahwa IKN akan berdampak positif dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian. Hal ini karena ada simulasi Model CGE (Computable General Equilibrium) oleh INDEF, pemindahan IKN berdampak terhadap GDP (gross domestik product) riil nasional sangat kecil dan tidak memberikan dampak apa-apa terhadap ekonomi nasional, yakni bernilai 0.00%,” katanya memungkasi.