Satgas UU Cipta Kerja Gelar Rakor Dengan DPMPTSP Jabodetabek

Salah satu transformasi struktur yang berhasil dilakukan oleh pemerintah, menurut Arif adalah adanya UU Cipta Kerja. Menurutnya UU Cipta Kerja merupakan sebuah instrumen deregulasi dan debirokratisasi.

oleh Tim News diperbarui 30 Jul 2024, 21:59 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2024, 15:21 WIB
Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta saat menghadiri Rakor bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jabodetabek dan Jawa Barat. (Istimewa)
Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta saat menghadiri Rakor bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jabodetabek dan Jawa Barat. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja menggelar rapat koordinasi yang mengusung tema “Transformasi Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Kemudahan Berusaha Melalui UU Cipta Kerja” bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jabodetabek dan Jawa Barat di Jakarta, 29 Juli 2024. 

Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta mengatakan bahwa perlu ada proses transformasi yang berkelanjutan di Indonesia dengan perencanaan yang bersifat taktis. 

"Perlu ada satu struktur yang agile dalam proses birokrasi di tengah perekonomian global yang dinamis saat ini.” Kata Arif. 

Salah satu transformasi struktur yang berhasil dilakukan oleh pemerintah, menurut Arif adalah adanya UU Cipta Kerja. Menurutnya UU Cipta Kerja merupakan sebuah instrumen deregulasi dan debirokratisasi. 

"Diharapkan dengan adanya UU Cipta Kerja ini akan tercipta proses perizinan yang memberikan kemudahan, kepastian, serta pemberdayaan bagi pelak usaha, khususnya usaha kecil dan menengah.” Jelas Arif. 

Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa spirit perizinan berusaha ini harus sesuai dengan tagline yang diusung Kementerian PANRB  yaitu ‘bergerak untuk reformasi birokrasi berdampak’ yang merupakan penjabaran dari arahan Presiden. 

"Reformasi birokrasi berdampak ini dalam konteks UU Cipta Kerja berarti setiap kebijakan yang dikeluarkan akan berdampak pada tingkat kebermanfaatan di masyarakat. Salah satunya seperti penciptaan lapangan kerja yang akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja baru di Indonesia.” Jelas Arif dalam sesi sambutannya. 

Kemudian, Arif menyoroti tugas utama Satgas UU Cipta Kerja dalam melakukan monitoring serta evaluasi dalam implementasi UU Cipta Kerja. 

“Tugas kita adalah melakukan proses kanalisasi seluruh proses perizinan yang nantinya akan dilakukan mitigasi dan manajemen risiko terkait isu sosial, ketenagakerjaan, keselamatan kerja, HAM, ataupun risiko lingkungan.” Ungkap Arif. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Fungsi Pengawasan Harus Diperkuat

Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) menggelar workshop dan coaching clinic  bertemakan "Kemudahan Perizinan Berusaha Sebagai Implementasi UU Cipta Kerja" di Pontianak.
Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) menggelar workshop dan coaching clinic bertemakan "Kemudahan Perizinan Berusaha Sebagai Implementasi UU Cipta Kerja" di Pontianak.

Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Pokja Koordinasi Data dan Informasi, I Ktut Hadi Priatna menjelaskan bahwa dalam persyaratan perizinan dasar akan ada batasan waktu permohonan yang berkaitan dengan persetujuan lingkungan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). 

Lebih lanjut, Ktut menyoroti terkait pengawasan dan pemberian sanksi yang harus diperkuat, karena dalam UU Cipta Kerja ada ketentuan sanksi administrasi yang berjenjang.

“Kebijakan sanksi administrasi ini menjadi penting, jangan sampai baru diberikan peringatan tapi izin usahanya sudah dicabut.” Jelas Ktut. 

Berkaitan dengan perizinan dasar, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Rahma Julianti menjelaskan bahwa KKPR merupakan gerbang pertama sebelum perizinan diterbitkan. 

“KKPR ini terbagi menjadi dua, ada yang otomatis mendaftar melalui sistem, ada yang melalui mekanisme tertentu.” Jelas Rahma.

 


Upayakan Proses Reformasi Birokrasi

Rahma menjelaskan bahwa setelah adanya UU Cipta Kerja, KKPR ini sebagai single reference yang menjadi acuan untuk pemanfaatan ruang dan penerbitan hak atas tanah. 

“Serta setelah UU Cipta Kerja, persetujuan KKPR ini akan terbit dalam 20 hari kerja. Sebelumnya bisa sampai berbulan-bulan.” Jelas Rahma dalam sesi pemaparannya. 

Menurut data dari Kementerian ATR/BPN, usaha mikro kecil (UMK) paling banyak menerbitkan KKPR melalui pernyataan mandiri sekitar 12,4 Juta. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perubahan kemudahan birokrasi dalam ruang lingkup perizinan dasar bagi UMKM. 

Rahma pun memberikan penjelasan bahwa sampai saat ini masih terus dilakukan revisi terkait kebijakan perizinan berusaha untuk memberikan kebijakan yang mudah sehingga proses reformasi birokrasi bisa berjalan dengan baik.

Infografis Perbedaan Rukun dan Wajib Haji dengan Rukun Umrah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perbedaan Rukun dan Wajib Haji dengan Rukun Umrah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya