Nasib Meita Irianty, Influencer Parenting yang Kini Jadi Tersangka Kekerasan Anak

Jagat maya digemparkan oleh rekaman CCTV yang mempertontonkan dugaan penganiayaan anak di sebuah tempat penitipan anak (daycare), Cimanggis, Depok. Penganiayaan tersebut dialami korban saat berada di daycare pada 10 Juni 2024.

oleh Dicky Agung PrihantoDelvira HutabaratMuhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Agu 2024, 07:38 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2024, 00:02 WIB
Tersangka kekerasan anak, Meita Irianty
Tersangka kekerasan anak, Meita Irianty saat dibawa ke Polres Metro Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto).

Liputan6.com, Jakarta Jagat maya digemparkan oleh rekaman CCTV yang mempertontonkan dugaan penganiayaan anak di sebuah tempat penitipan anak (daycare), Cimanggis, Depok. Penganiayaan tersebut dialami korban saat berada di daycare pada 10 Juni 2024.

Usut punya usut, terungkap tempat yang ramai diperbincangkan itu bernama Daycare Wensen School. Di mana tempat tersebut dimiliki oleh Meita Irianty yang merupakan seorang influencer, TikTokers, dan selebgram yang kerap membagikan informasi mengenai ilmu parenting. 

Tak tinggal diam, orang tua korban pun langsung melaporkan ke pihak kepolisian usai mengumpulkan sejumlah bukti dan ada kejanggalan, di mana menemukan adanya luka fisik pada balita berinisial K.  Laporan itu tercatat dengan nomor: LP/B/1530/VII/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA, tertanggal 29 Juli 2024.

Gerak cepatnya polisi ini berbarengan dengan semakin viralnya kasus ini. Baik di Instagram, TikTok, maupun X, sudah banyak yang mengunggah rekaman CCTV yang memuat dugaan penganiayaan.

Hanya butuh dua hari sejak dilaporkan, Kapolres Metro Depok, Kombes Arya Perdana sudah menangkap seorang tersangka di kediamaan pada pada pukul 22.00 WIB, rabu 31 Juli 2024 malam.

Seperti yang sudah ramai di lini jagat maya, tersangkanya adalah Meita Irianty, yang kerap membicarakan soal parenting. 

"Setelah kita gelar naik sidik, dan naik tersangka, untuk perlawanan tidak ada, tetapi memang yang bersangkutan dalam kondisi kurang sehat," ujar Arya, Kamis (1/8/2024).

Dia pun menuturkan, saat meminta keterangan tersangka, yang bersangkutan mengaku khilaf saat melakukan kekerasan. Meski demikian, Polres Metro Depok berusaha mengungkap motif yang dilakukan tersangka.

"Untuk motif secara khususnya nanti kita akan dalami saat pemeriksaan, termasuk nanti yang bersangkutan akan kita periksa dari psikologinya," jelas Arya.

Dari pemeriksaan sementara, tersangka melakukan kekerasan bukan hanya kepada satu, tapi dua korban berinisial MK berusia dua tahun dan HW tujuh bulan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Analisa CCTV

Sementara, Kasat Reskrim Polres Metro Depok, Kompol Suardi Jumaing membenarkan bahwa memang ada dua korban yang sedang ditangani Polres Metro Depok. Terdapat korban balita usia tujuh bulan dan dan korban yang mengalami kekerasan pada 10 Juni lalu.

"Iya sudah ada dua laporan yang masuk terkait daycare," ujar Suardi, Kamis (1/8/2024).

Dia menjelaskan, berdasarkan rekaman CCTV terdapat korban yang dibanting, penendangan, dorongan, hingga di cubit. Polres Metro Depok berusaha melakukan pengungkapan untuk mencari bukti lainnya.

"Cubit nah ini yang terus kami lakukan pendalaman terhadap rekaman cctv yang ada di lokasi tersebut,” jelas Suardi.

Polres Metro Depok sedang menganalisa tiga video yang beredar dengan tiga waktu yang berbeda. Pada video tersebut, terdapat dua korban dan satu tersangka berdasarkan analisis rekaman CCTV.

"Ini yang sedang kami dalami apakah ada korban lain selain dua orang kami tangani,” terang Suardi.

Suardi mengungkapkan, berdasarkan keterangan orangtua korban, terdapat bekas memar di bagian belakang dan bagian di depan. Selain itu terdapat luka bekas benda tumpul pada tubuh korban.

 "Kalau korban yang kedua bayi tujuh bulan itu, berdasarkan keterangan orangtuanya menyampaikan, bahwa pernah beberapa kali melihat ada kondisi yang tidak wajar, secara kasat mata orang tua korban melihat itu adanya dislokasi atau asimetris dari pada kaki kanan,” ungkap Suardi.

Polres Metro Depok sedang meminta keterangan korban, usai ditangkap di lokasi kediaman nya. Diperlukan pendekatan untuk meminta keterangan tersangka, dikarenakan tersangka sedang hamil.

"Betul, sedang hamil,” kata Suardi.


Kondisi Terkini Anak Korban Penganiayaan Pemilik Daycare Depok

Arief, salah satu orangtua korban penganiayaan yang dilakukan Meita Irianty (MI), pemilik Daycare Wensen School di Depok, di Bareskrim Polri, Kamis (1/8/2024). (Merdeka.com/Bachtiarudin Alam)
Arief, salah satu orangtua korban penganiayaan yang dilakukan Meita Irianty (MI), pemilik Daycare Wensen School di Depok, di Bareskrim Polri, Kamis (1/8/2024). (Merdeka.com/Bachtiarudin Alam)

Salah satu orang tua korban yang anaknya dianiaya oleh pemilik daycare Wensen School di Depok, Meita Irianty (MI), akhirnya buka suara. Arief membeberkan kronologi awal mula mengetahui anaknya, HW (9 bulan), menjadi korban dari kebengisan Meita yang merupakan seorang influencer parenting.

Semua diakui Arief berawal saat mengetahui video viral penganiayaan yang terjadi di daycare tempat menitipkan anaknya pada Selasa 30 April 2024.

"Jadi, tanggal 30 kemarin saya melihat videonya viral di media. Itu ada dua anak yang sedang dianiaya oleh pemilik dari daycare yang merupakan seorang influencer parenting, yang ternyata itu adalah anak saya," kata Arief saat ditemui di Bareskrim Polri, Kamis (1/8/2024).

Arief mengaku sangat syok ketika mengetahui anak kesayangannya menjadi korban penganiayaan. Padahal, harapan awal, dengan dititipkan di daycare Wensen School, anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang baik.

"Tapi ternyata saya syok, karena ternyata di video itu anak saya diperlakukan dengan tidak baik, mendapatkan penganiayaan. Kebetulan itu juga hari terakhir anak saya bersekolah di sana dan itu pas ketika di Wensen," kata Arief.

"Saya takut, saya syok, tapi saya mencoba untuk tenang waktu itu. Jadi saya bersikap seolah tidak ada apa-apa dan anak saya amankan ke rumah saya," tambah dia.

Saking khawatirnya, Arief melihat kondisi HW saat ini mulai ada kelainan sejak tindakan penganiayaan itu diketahui. Arief mengaku sejak Juni, sang istri curiga dengan kondisi anaknya yang mengalami luka-luka.

"Jadi kecurigaan istri saya terbukti di bulan lalu ini, anak saya mengalami penganiayaan. Lalu kemudian 31 kemarin kita berinisiatif melakukan pelaporan ke Polres Depok," kata Arief.

Dia pun menuturkan, sang buah hati sekilas terlihat normal, namun ada kejanggalan saat berusaha berdiri dan berjalan merambat.

"Anak saya sudah bisa merangkak dan sudah bisa berdiri dengan cara memegang tembok (merambat), tapi pada hari ini seperti tergantung sebelah kakinya, saya tidak tahu kenapa," ujar Arief.

"Setelah saya lihat videonya ada kaki anak saya diinjak, lalu kemudian ada kita menemukan bercak darah di kuping anak saya," sambung dia.

Arief mengaku, sebelum video dugaan penganiayaan terkuak, dirinya dan istri masih berpikir positif. Namun saat rekaman di video tersebut terkuak, muncul adegan kekerasan kepada sang anak yang membuatnya tidak bisa lagi menahan diri.

"Ternyata di video itu ada juga kepala anak saya ditekan ke bawah dan dilempar juga. Jadi kecurigaan istri saya terbukti di bulan lalu ini, anak saya mengalami penganiayaan," sesal dia.

Arief memastikan, dirinya sudah melaporkan pelaku tindak kekerasan ke pihak berwajib. Termasuk hari ini, Kamis (1/8/20249) ke Bareskrim Polri di Jakarta. Dia juga sudah melakukan visum terhadap sang bayi sebagai bukti. Namun terkait hasil, dirinya belum bisa menyampaikan.

"Anak saya dilakukan visum juga walaupun masih visum awal dan prosesnya masih berlanjut, saya mohon untuk dikawal proses tersebut, jangan dibiarkan, ini anak saya masih kecil, masih 8 bulan. Masih tumbuh kembang sudah mendapat penganiayaan seperti ini, saya gatau ini nanti dapat cedera permanen atau tidak ini," dia menandasi.

 


Tuai Kecaman

Ketua DPR RI Puan Maharani prihatin dengan aksi kekerasan yang dilakukan pemilik tempat penitipan anak atau daycare di Harjamukti, Cimanggis, Depok terhadap anak usia 2 tahun. Ia meminta dengan tegas kepada Pemerintah untuk memperketat pengawasan dan aturan di tempat penitipan anak (TPA).

"Tidak ada seorang pun, sekalipun orangtuanya sendiri, yang boleh menyakitinya. Kekerasan pada anak tidak bisa dibiarkan,” ujar Puan dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

Puan merasa prihatin atas penganiayaan yang diterima Batita itu. Oleh karenanya, Puan mendukung pelaporan yang dilakukan orangtua korban ke pihak penegak hukum dan meminta untuk diusut tuntas.

"Kepolisian harus menindaklanjuti serta mengusut kasus kekerasan itu agar pelaku bisa dihukum atas kekerasan yang dilakukannya. Apalagi infonya pelaku melakukan kekerasan ke beberapa anak,” tegasnya.

Lebih lanjut, Puan menekankan pentingnya pendampingan hukum dan psikologi bagi para korban dan keluarganya. Pendampingan psikologi diperlukan untuk mengatasi trauma yang dialami korban.

"Pemerintah melalui lembaga terkait bersama penegak hukum wajib memberikan pendampingan psikologi untuk korban dan keluarganya, bila diperlukan termasuk pendampingan hukum,” kata Puan.

Di sisi lain, Puan juga mengingatkan pentingnya pengawasan oleh Pemerintah terhadap tempat-tempat penitipan anak, termasuk juga lembaga-lembaga bimbingan belajar anak atau Bimba yang belakangan tengah menjamur.

“Pengawasan ini menjadi hal yang harus diperhatikan. Mengingat tempat penitipan anak seperti daycare ini adalah lembaga non-formal, tapi tetap harus mengikuti pedoman perlindungan pengasuhan anak,” tuturnya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) diketahui telah menginisiasi standardisasi dan sertifikasi lembaga layanan peningkatan kualitas anak di bidang pemenuhan hak anak atas pengasuhan dan lingkungan. Hal ini termasuk untuk memastikan terciptanya TPA atau daycare ramah anak ber-SNI.

“Kami mendorong agar program peningkatan kualitas layanan daycare dioptimalkan dan menjangkau semua daerah. Karena keselamatan anak menjadi prioritas,” ungkap Puan.

Mantan Menko PMK ini pun mendorong Pemerintah untuk memperbanyak program pelatihan dan pembinaan kepada pemilik maupun pegawai TPA, khususnya terkait pola pengasuhan anak serta layanan dan sarana bagi anak. Dengan memastikan daycare ramah anak, kata Puan, orangtua akan merasa aman dan nyaman saat menitipkan anak-anaknya.

“Dan tidak ada yang salah dengan orangtua yang menitipkan anak ke TPA atau daycare karena setiap kebutuhan orang berbeda-beda. Tidak perlu ada jugment dalam hal ini. Kasus kekerasan oleh oknum bukan karena kesalahan orangtua menitipkan anak di daycare,” paparnya.

“Karena daycare sendiri adalah solusi atas kebutuhan pemenuhan hak anak terhadap pengasuhan ketika anak sedang tidak bersama orangtua atau keluarga, khususnya bagi anak yang ayah dan ibunya bekerja,” tambah Puan.

Untuk itu, Puan meminta Pemerintah memberi perhatian lebih dalam mengawasi TPA atau daycare.

“Sosialisasikan dan beri edukasi kepada masyarakat mengenai daycare ramah anak, sehingga orangtua bisa memilih tempat paling aman dan nyaman untuk menitipkan anaknya,” ujarnya.

Puan juga mendorong penyediaan TPA di berbagai fasilitas umum, maupun perusahaan dan instansi negara. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Dalam Pasal 30 UU KIA disebutkan bahwa pemberi kerja atau tempat kerja harus memberikan dukungan fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana seperti fasilitas pelayanan kesehatan; penyediaan ruang laktasi; dan tempat penitipan anak.

"DPR menginisiasi UU KIA dengan harapan perkembangan anak tetap terjamin saat ibu bekerja. Dan untuk mencapai ini, tentunya diperlukan dukungan dari lingkungan kerja dan lingkungan sosial,” urai Puan.


KPAI Buka Ruang Pelaporan Kasus Kekerasan terhadap Anak

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengapresiasi Kepolisian Depok yang langsung mengidentifikasi dan menangkap pelaku kekerasan terhadap anak yang terjadi di salah satu daycare Depok, Jawa Barat.

Selain itu, Jasra juga mendukung langkah pelapor yang berani mengadukan kasus tersebut kepada pihak berwajib meski berstatus sebagai pegawai dari daycare terkait.

"Tentu tidak mudah untuk pelapor, karena bekerja di bawah tekanan pelaku kekeraasan dan ketakutan kehilangan pekerjaan," tulis Jasra seperti dikutip dari pesan singkat, Kamis (1/8/2024).

Dia memastikan, selama ini KPAI sudah memiliki ruang ruang pengaduan terhadap pelapor kasus kekerasan pada anak yang akan direspon cepat.

"Pelapor dapat menghubungi nomor WhatsApp 081110027727. Siapapun bisa mengirimkan dokumen, foto, rekaman suara, rekaman video, laporan ke dalamnya. Kamu juga memiliki jaringan komunikasi melalui telepon di (+62) 021 31901446, (+62) 021 31900659, juga email di pengaduan@kpai.go.id," tutur Jasra.

Menurut dia, apabila informasi terkait ramai di sosial media, maka siapa pun bisa me-mention atau melakukan tag ke media sosial kami, di Facebook dan Youtube kami dengan mengetik Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

"Instagram dan X dengan mengetik kpai_official dan mengisi Form Online Pengaduan di https://www.kpai.go.id/formulir-pengaduan," Jasra menandasi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya