Didakwa Rugikan Negara Rp300 T, Kubu Harvey Moeis Sebut Tuduhan Jaksa Salah Alamat

Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus dugaan korupsi komoditas timah. Dia juga dituduh memperkaya diri sebesar Rp420 miliar dan disangkakan dengan pasal TPPU.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 15 Agu 2024, 10:31 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2024, 10:31 WIB
Penampilan Harvey Moeis Saat Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Timah
Sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus dugaan korupsi komoditas timah. Harvey Moeis juga dituduh memperkaya diri sebesar Rp420 miliar dan disangkakan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Hal itu disampaikan tim jaksa penuntut umum saat sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, Rabu (14/8/2024) kemarin.

Menanggapi hal itu, Pengacara Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengatakan, tuduhan kepada kliennya salah alamat. Sebab, untuk melakukan reklamasi atau pemulihan lingkungan pada area pertambangan merupakan kewajiban dari perusahaan pelaksana pertambangan yang telah mendapatkan izin dari pemerintah yang ditandai dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Kewajiban pemulihan lingkungan wilayah tambang yang divaluasi jaksa sebesar Rp271 triliun (terakhir diperbarui jadi Rp 300 triliun) dipegang oleh pemilik IUP dengan jaminan reklamasi, dan PT Timah sebagai pemilik IUP-nya memiliki dan akan melaksanakan reklamasi wilayah," kata Junaedi seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (15/8/2024).

Junaedi dan timnya juga menggarisbawahi dalil JPU sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan yakni kerugian lingkungan (ekologis) dan kerugian ekonomi lingkungan merupakan hak negara. Sedangkan biaya pemulihan lingkungan merupakan kewajiban negara. Dalil tersebut, Junaedi mengklaim, tidak dikenal dalam tatanan hukum positif Indonesia.

“Biaya pemulihan itu kewajiban pemilik IUP. Biaya tersebut telah didepositokan oleh pemegang IUP dalam bentuk jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang," jelas Junaedi.

Mempertimbangkan posisi Harvey Moeis, menurut Junaedi, kliennya tidak punya kompetensi yang memungkinkan dirinya bisa mempengaruhi dilakukan atau tidak dilakukannya reklamasi di area pertambangan tersebut.

"HM tidak memiliki posisi ataupun jabatan dalam perusahaan smelter-smelter terkait (smelter yang bekerja sama dengan PT Timah)," tutur dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Punya Kewajiban Pemulihan Lingkungan

Penampilan Harvey Moeis Saat Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Timah
Tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis bersiap mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/8/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Junaedi melanjuntkan, skema kerja sama yang terjadi antara PT Timah dan smelter-smelter swasta adalah kerja sama yang terjalin karena kebutuhan PT Timah dalam menaikkan produksi logam timah. Dia menegaskan, Harvey tidak menginisiasi kerja sama sewa-menyewa peralatan processing timah.

“Karena Harvey Moeis tidak memiliki kompetensi dan kapasitas terkait praktik pertambangan dan produksi timah ini," sambung dia.

Maka dari itu, menurut Junaedi, kliennya tidak memiliki keterkaitan apalagi kewajiban dalam menanggung pemulihan lingkungan dari aktivitas pertambangan tersebut sebesar Rp 300 triliun.

"Posisi Harvey Moeis nanti akan menjadi fakta persidangan yang terang setelah diluruskan dengan fakta dan bukti dalam persidangan,” beber Junaedi.

Diketahui, dalam dakwaan disebutkan Harvey Moeis dan tersangka lainnya, Helena Lim yang diduga menerima Rp 420 miliar terkait kasus dugaan korupsi ini.

 


Klaim Bukan Dana Gratifikasi Tapi CSR

Penampilan Harvey Moeis Saat Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Timah
Kerugian negara tersebut timbul dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Junaedi mengklaim soal dana tersebut bukan dana yang digunakan oleh gratifikasi melainkan dana CSR (corporate social responsibility) dari seluruh smelter.

“Dana yang diperoleh tersebut, digunakan untuk berbagai kegiatan community development di Bangka Belitung, seperti sumbangan masjid, sumbangan bencana alam, sumbangan covid dan alat kesehatan, dan lain-lain,” ungkap Junaedi.

"Sehingga CSR bukan seolah-olah ada, tapi memang benar adanya, dan bukan bertujuan memperkaya diri sendiri maupun orang lain, tetapi untuk berbagai kegiatan community development yang akan disampaikan pada tahap pembuktian,” imbuh Junaedi.

Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, menurut Junaedi, segala tuduhan yang dialamatkan kepada kliennya tidaklah tepat. Bahkan, ia juga mempertanyakan aksi penyitaan terhadap kekayaan Harvey Moeis dan Istrinya yang dinilai tidak bekaitan dengan tuduhan korupsi tersebut.

"Harta yang disita saat ini adalah harta dari penghasilan Harvey Moeis sendiri sebagai pengusaha, bahkan terdapat pula aset yang merupakan hasil dari jerih payah istrinya, contohnya seperti 88 tas branded itu merupakan hasil endorsement," dia menandasi.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya