Guru Besar IPB Sebut Pemerintah Indonesia Harus Mampu Hadapi Krisis Pangan Agar Tak Seperti Sri Lanka

Guru Besar Universitas Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dwi Andreas Santosa mengingatkan suatu pemerintahan bisa jatuh apabila tidak baik dalam mengelola pangan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 16 Agu 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 13:00 WIB
Guru Besar Universitas Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dwi Andreas Santosa
Guru Besar Universitas Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dwi Andreas Santosa dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Kedaulatan Pangan di Indonesia (Beras, Kedelai dan Jagung)' di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta. (Foto: Dokumentasi PDIP).

Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Universitas Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dwi Andreas Santosa mengingatkan suatu pemerintahan bisa jatuh apabila tidak baik dalam mengelola pangan.

Hal itu disampaikan Dwi dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk 'Kedaulatan Pangan di Indonesia (Beras, Kedelai dan Jagung)' di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis 15 Agustus 2024.

Dia mencontohkan, ketika tahun 2011 terjadi krisis pangan dunia. Saat itu, negara-negara terutama Afrika Utara dan Timur Tengah sangat tergantung pada impor, yakni Gandum.

"Dan saat itu terjadi kenaikan harga gandum hampir dua kali, di tahun 2011, runtuhlah semua negara-negara tersebut," ujar Dwi seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (16/8/2024).

Menurut Dwi, akibat kejadian tersebut sebanyak 2 juta orang akhirnya mengungsi, terbesar secara sejarah perang dunia kedua.  Selain itu, kata dia, bencana pangan terjadi di Negara Afrika Bagian Utara, yakni Sudan pada tahun 2018.

 "Ketika itu harga gandum naik relatif tinggi, pemerintah Sudan menaikkan harga roti 3 kali lipat. Hasil akhirnya, pemerintahan jatuh pada April 2019," jelas dia.

Selain mencontohkan Sudan, Dwi uga mengungkit kasus Presiden Sri Lanka yang melarikan diri pada tahun 2022 akibat protes dari warga negara dipicu penurunan produksi pangan.

"Lalu apa yang terjadi? Kita menyaksikan di berita-berita. Rakyat masuk ke istana dan berenang di kolam renang istana dan Presiden Sri Lanka melarikan diri. Itu juga persoalan pangan," jelasnya.

Pernah Terjadi di Era Soeharto

Sementara di Indonesia, Dwi mengingatkan sudah pernah terjadi ketika Pemerintahan Soeharto.

Menurutnya, dari data internasional pada tahun 1998, Presiden Soeharto mengimpor beras sebanyak 6,4 juta ton. Pemerintahan Soeharto akhirnya tetap jatuh, meski mendapatkan dukungan kuat dari parlemen.

"Bisa dibayangkan pemerintah yang begitu kuat, menguasai parlemen, 74 persen, jatuh hanya dalam tempo satu tahun. Sekali lagi, karena apa? Karena pangan. Kalau kita tidak hati-hati terkait soal pangan ini, jangan-jangan pemerintah kita nanti ke depan jatuh lagi," wantinya.

Maka dari itu, Dwi mengamini pendapat proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno alias Bung Karno yang menyebut pangan adalah persoalan hidup matinya negeri.

"Ini yang disampaikan beliau dan ini sangat betul. Ketika kita melupakan pangan, selesailah sudah," dia memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya