Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan angkat suara, perihal dugaan intervensi dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mardani Maming. Menurut Daniel, putusan hakim harus independen dan jauh dari intervensi.
“Hakim Mahkamah Agung wajib independen, pegangannya hanya Undang-Undang (UU) dan sumpah jabatan,” kata Daniel Johan melalui keterangan diterima.
Baca Juga
Daniel menilai, hukum dan keadilan di Indonesia bisa rusak apabila para majelis Hakim MA tidak independen dan dapat diintervensi.
Advertisement
“Bisa rusak hukum dan keadilan kalau tidak,” tegas Ketua DPP PKB ini.
Berpijak pada Keadilan
Senada dengan itu, Akademisi Hukum Universitas Esa Unggul, Andri Rahmat Isnaini mengingatkan Majelis Hakim MA untuk berpijak kepada keadilan dan terbebas dari segala pengaruh siapa pun dan intervensi apa pun. Hal itu disampaikan, terkait perihal senada terkait dugaan intervensi dalam putusan peninjauan kembali (PK )Mardani H Maming.
“Hakim sejatinya merupakan corong penegakan hukum sehingga hakim seharusnya berpijak pada keadilan yang hakiki terbebas dari segala pengaruh apapun termasuk pengaruh politik dan intervensi kekuasaan,” kata Andri.
Andri menegaskan, keberpihakan dan keberpijakan para hakim dari segala bentuk pengaruh politik dan intervensi kekuasaan termaktub dalam konstitusi dan undang-undang (UU) kekuasaan kehakiman.
“Sebagaimana hal itu diamanatkan dalam konstitusi dan undang-undang kekuasaan kehakiman,” jelas dia.
Meski begitu, Andri menyebut, tidak jarang politik dan kekuasaan kerap kali digunakan terpidana kasus korupsi untuk mendorong atau memuluskan proses hukum termasuk pengurangan hukuman.
“Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa politik dan juga kekuasaan acapkali digunakan para terpidana untuk mendorong atau memuluskan proses hukum,” dia menandasi.
Advertisement
Ajukan PK
Diketahui sebelumnya, Mardani H Maming sudah divonis dan menjadi terpidana dalam kasus kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) dan dihukum bui 10 tahun dan denda Rp 500 juta oleh pengadilan negeri tindak pidana korupsi Banjarmasin.
Dia pun melakukan upaya banding terhadap vonisnya, namun banding ditolak. Justru Pengadilan Tinggi memperberat hukumannya menjadi 12 tahun. Namun Mardani belum menyerah, kini upaya hukum baru dilakukan dengan cara peninjauan kembali.